.
.Love is as strong as death; it's jealousy as unyielding as the grave.
It burns like a blazing fire; like a mighty flame. Many waters cannot quench love, rivers cannot wash it away. — King Solomon.
.
.— ••• —
Wynn Palace — Macau, Guangdong, China.
Malam semakin larut. Asap beracun yang menguar dari lintingan tembakau laknat kian membumbung di udara. Dentingan gelas-gelas kaca tinggi terus menggema dimana-mana. Seluruh penjuru diliputi oleh berbagai macam kebisingan dunia malam yang seolah tidak berkesudahan.
Sepasang matanya yang mulai sayu menatap nanar sang dealer—si pembagi kartu—yang terus-menerus melempar senyuman bisnis andalannya kepada setiap pemain Blackjack yang sedang mengitari meja judi ini.
Kepalanya mulai terasa berat. Sudah satu jam berlalu sejak ia mulai duduk di kursi ini dan belum memenangkan satu pun permainan.
Bibirnya mengeluarkan umpatan pelan. Ia kesal dan sedikit mabuk saat ini. Pasalnya, sudah enam gelas minuman beralkohol tinggi mengaliri tenggorokannya.
Sambil berdecak kasar, ia kembali menukarkan puluhan lembar uang dengan tumpukan Blackjack chips.
Menyebalkan memang, namun bisa dilihatnya seringai keji sang dealer yang sepertinya tengah mengejeknya dalam hati. Pria itu jelas tahu ia sedang kesal karena kalah telak sedaritadi.
"Jangan memasang seringai kejam seperti itu. Aku pasti akan menang nanti. Lihat saja." ucapnya besar omong, nampak tak terima dengan pandangan merendahkan yang di terimanya dari pria itu. Ia mempoutkan bibirnya kedepan sambil menopang wajahnya sendiri dengan sebelah tangannya di meja judi tersebut.
Sang dealer hanya tersenyum maklum mendengar penuturannya, ia pasti telah mendengarkan ucapan omong kosong seperti itu berkali-kali sepanjang perjalanan karirnya di kasino ini.
"Semangat yang bagus, tuan. Aku senang kau nampak bergairah malam ini. Aku sangat menghargainya. Jadi, aku akan melayanimu sampai kau bosan." balas si dealer kurang ajar, lengkap dengan seringai menjengkelkan lainnya.
Ia kembali meneliti tumpukan bulat warna-warni yang kini sudah didorong sang dealer menuju kearahnya. Ia sebenarnya sudah tahu, gambling—judi adalah kegiatan yang bodoh, menghabiskan waktu serta uang.
Ia juga sadar betul jika sangatlah sulit mengalahkan dealer yang notabene adalah tuan rumah dalam permainannya sendiri. Ia butuh keberuntungan yang besar dan berlapis-lapis. Menyedihkan memang, tapi memang seperti itulah keadaannya.
Namun seluruh tetek bengek serta beban berat dalam kehidupannya telah membuat dirinya terdampar di kasino ini. Mungkin ini adalah sejenis perbuatan melarikan diri. Ya, melarikan diri sejenak dari kejamnya kenyataan.
Ia melemparkan pandang ke samping kanan kemudian mendapati seorang pria paruh baya tengah meneguk minumannya dengan rakus. Raut wajahnya terlihat payah dan sengsara.
Pria bertubuh tambun itu terlihat sedang menuliskan namanya pada secarik kertas kusam, membuat alisnya naik sebelah. Pria itu pasti sudah kalah banyak sekali dalam permainan setan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hocus Pocus - NamJin
Fanfiction"Do you believe in magic?" "I believe in you, don't I?" I used to believe in fairytales, but the whole world's hardship got the best of me and made me the one who I am today. Magic and all of that odd stuff. Are they freaking real? Keep on your mind...