TIG 03

11 4 0
                                    

Bagian 3 | Di intai
*

“Gis gue ke toilet dulu, ntar gue  nyusul lo ke kelas.” Gadis itu mengatakan sambil berlalu pergi meninggalkan Regisa di koridor sekolah.

Gadis itu, Rayla, memilih toilet terjauh dari kelasnya sekalian agar dia bisa berjalan-jalan melihat lihat sekolah barunya. Sejak pertama kali datang ke sekolah itu, Rayla belum pernah mengelilingi SMA Cakrawala. Hanya tempat-tempat tertentu saja yang dia tahu lokasinya.

Setelah selesai dari urusannya di toilet, Rayla langsung kembali ke kelas. Tapi dia mengambil jalan yang berbeda dari jalan sebelumnya. Jika tadi dia berangkat hanya melewati laboratorium saja, sekarang dia melewati jejeran kelas 12 dan lapangan basket.

Karena bel tanda berakhirnya istirahat telah berbunyi, dia memilih melewati tempat itu karena lebih dekat dengan kelasnya.

Saat melewati lapangan basket, banyak siswi berteriak riuh seperti sedang menonton pertandingan bola. Sedikit penasaran, Rayla pun menyempatkan diri untuk melihat sebab keramaian itu terjadi. Dan ternyata, alasannya adalah dua orang lelaki yang sedang memperebukan bola basket. Rayla tidak terlalu menyukai keramaian, jadi dia pun memilih pergi dari lapangan itu.

Di koridor yang tidak jauh dari lapangan, dia merasakan suatu hantaman keras mengenai kepalanya. Pandangannya seketika buram, tubuhnya tak seimbang, dan akhirnya dia jatuh karena pingsan. Namun sebelum dia benar benar menutup matanya, dia mendengar seseorang memanggil namanya. Suara itu tidak asing.

****

Dalam ruangan serba putih yang berbau obat-obatan, biasanya hanya akan ada orang saat sedang upacara atapun ada kelas yang sedang pelajaran olah raga. Tapi hari ini, ada seorang gadis yang sedang berbaring di bangkar UKS.

Mbak Fira -dokter sekolah- sedang memeriksa pasien pertamanya yang sedang pingsan. Namun sebelum dia selesai memeriksanya, tiba-tiba yang diperiksa merintih kesakitan sambil memegang kepalanya bagian belakang.

“Auw, kepala gue sakit,” Sang gadis mulai mengedarkan pandangan. Lalu matanya menangkap seorang perempuan cantik dengan jas putih. “Gue ada dimana?” Rayla, gadis itu, bertanya dengan perempuan yang baru saja memeriksanya.

"Oh, Mbak Fira. Aku dimana, Mbak?" tanya Rayla ketika pandangannya sudah kembali normal.

“Kamu ada di UKS. Mana yang sakit?” Mbak Fira bertanya sambil mencoba melihat kepala Rayla yang sedikit benjol. “Temen kamu tadi aku suruh beli es batu untuk mengompres kepala kamu, sebentar lagi pasti kembali.”

Tak lama setelah mengatakan itu, ada seseorang yang membuka pintu dari luar. Seorang lelaki yang Rayla kenal, Regisa, sedang membawa plastik warna putih berisi es batu dan juga air mineral.

Setelah menyerahkannya kepada mbak Fira, Regisa langsung menghampiri Rayla yang sedang duduk di bangkar dan memberikan gadis itu air mineral.

“Gimana kepala kamu? Udah mendingan?” Katanya sambil memperhatikan Rayla yang sedang meminum air pemberiannya tadi. Gadis itu hanya mengangguk anggukan kepala tanda bahwa kepalanya baik baik saja.  Sedangkan mbak Fira masih menyiapkan es batu untuk mengompres kepala pasien perempuannya itu.

“Ini, tempelin ke kepala kamu yang sakit.” Mbak Fira memberikan es batu yang sudah dibungkus dengan handuk kecil.

“Terima kasib mbak.” Rayla menerimanya lalu menempelkan bungkusan es batu itu kekepalanya yang masih sakit.

Setelah merasa baikan, Rayla mengajak Regisa untuk kembali ke kelas. Saat di perjalanan Rayla menanyakan siapa yang membawanya ke ruang UKS, dan jawabannya membuatnya kembali bertanya tanya.

“Kakak kelas yang main basket tadi yang menggendong kamu ke UKS.”

****

Setelah jam pelajaran terakhir berakhir, para siswa siswi SMA Cakrawala mulai bergegas keluar kelas. Ada yang masih stay disekolah karena harus mengikuti ekstrakurikuler.

Gadis itu, Rayla, baru saja melambaikan tangan kepada Mika dan Syakila yang baru saja dijemput oleh jemputan ayahnya. Sedangkan Regisa sudah pulang duluan menggunakan motor maticnya.

Rayla duduk sendirian di halte bus yang dekat dengan sekolahnya. Hari sudah hampir menjelang petang tetapi tantenya belum juga datang menjemputnya.

Mungkin tante sibuk dengan pasien pasiennya, gumamam Rayla. Akhirnya gadis itu memilih untuk pulang dengan jalan kaki. Percuma saja jika harus menunggu angkutan umum, karena ini sudah menjelang petang dan dia takut jika harus menaiki angkutan umum malam malam.

Sebenarnya rumah Rayla tidak jauh dari SMA Cakrawala, hanya berjarak 30 menit dengan jalan kaki. Tapi gadis itu baru pertama kalinya berjalan kaki saat pulang sekolah di SMA-nya yang sekarang.

Meskipun kepalanya masih sedikit pusing, Rayla tetap memaksakan berjalan. Sebenarnya dia ingin menelefon sang tante tetapi dia takut mengganggu pekerjaan tantenya.

Setelah hampir 20 menit berjalan, gadis itu mulai merasakan di ikuti oleh seseorang. Sebenarnya sejak mulai berjalan memasuki perumahan gadis itu sudah merasakannya, tetapi dia pikir orang itu hanya sedang berjalan kearah yang sama dengan dirinya.

Sedikit berjalan lebih cepat dan tidak menoleh kebelakang, itulah yang Rayla sedang lakukan. Sedikit demi sedikit gadis itu mulai mengatur napas yang memburu karena dia jalan cepat.

Setelah rumah yang dia dan tantenya huni sudah mulai kelihatan, gadis itu langsung berlari dan memasuki gerbang lalu menutup dan tak lupa dikuncinya juga. Napasnya masih memburu, sedikit demi sedikit Rayla mulai mengintip celah yang ada dipintu gerbang rumahnya itu.

Tidak ada siapa siapa diluar rumah, lalu dia mulai membuka gerbang rumahnya itu dan melihat ke pinggir jalan yang dia lalui tadi. Memang tidak ada siapa siapa disana, bahkan kuncing yang sekedar menyebrang jalan saja tidak ada.

“Mungkin hanya perasaanku saja.” Akhirnya gadis itu memutuskan untuk masuk rumah daripada mencari apa yang tidak ada.

Sedangkan sepasang mata dari kejauhan sedang tersenyum puas karena melihat gadis itu masuk ke dalam rumah.
****
“Kok bisa sampai kena bola basket itu gimana sih Ray?” Seorang wanita yang sudah memasuki kepala empat mengomeli gadis yang sedang ada didepannya.

“Enggak tau Tan, tadi tiba tiba ada bola melayang ke kepala aku.” Gadis itu,  Rayla, sedang mengompres kepalanya dengan es batu.

“Makanya kalau jalan itu lihat lihat, jangan ngelamun mulu. Udah gede masih aja ceroboh.” Sang tante, Nirma, masih belum puas mengomeli keponakan perempuannya itu.

“Aku udah lihat lihat Tan, emang udah nasib aku begini. Tante kemana aja jam segini baru pulang? Nggak jemput aku lagi.” Rayla gantian mengomeli Nirma.

“Kenapa kamu nggak telfon kalau minta dijemput?” Skakmat. Rayla langsung diam saat sang tante menimpalinya.

“Ya..... Ya karena aku enggak mau ganggu tante. Siapa tahu tante lagi sibuk dengan pasien tante.”

“Oh, yaudah ini diminum dulu obatnya. Habis itu kamu istirahat.” Nirma memberikan obat sakit kepala kepada Rayla agar sang keponakan meminumnya.

Gadis itupun menerimanya lalu meminum obatnya. Setelah selesai meminum obat, dia kembali bertanya pada tantenya sebelum sang tante beranjak dari tempat duduknya. “Tan.”

“Iya kenapa?”

“Enggak jadi deh.” Rayla memilih mengurungkan untuk memberi tahu tantenya jika pulang sekolah tadi ia merasa diintai oleh seseorang.

“Yaudah, istirahat sana. Besok masih harus sekokah.” Setelah mengatakan itu Nirma segera meninggalkan kamar tidur keponakannya.

Rayla segera bergegas menyamankan tubuhnya agar tidurnya nyenyak, dan tubuhnya bisa segar saat esok pagi. Meskipun kepalanya sedikit masih pusing.

***

Editor: @aisyahicha0610

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 05, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Indigo GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang