Gadis aneh berjaket merah itu...

12 1 0
                                    

Seluruh tubuh sang puan bergetar hebat mana kala kakinya ditarik paksa oleh sesosok mayat hidup yang menginginkan daging segar.

"Sialan.. " rintihnya pelan sambil menjejak kepala sang monster dengan sepenuh tenaga menggunakan kakinya yang sebelah, bisa terdengar bunyi tulang patah di area leher. Namun anehnya tidak ada jerit kesakitan dari sang korban yang terinjak, hanya geraman yang teredam derasnya hujan saat tubuh dingin nan kaku itu terhempas ke atas aspal.

Tubuh gadis itu limbung — hilang keseimbangan. Ia hampir merasa kalau saat kematiannya sudah mulai dekat, saat dia mendengar suara klakson mobil menyeru dengan kerasnya.

"Nona! Cepatlah kemari!" teriakan panggilan keluar dari balik kaca jendela mobil van yg diturunkan seperempatnya.

Terlihat sekilas seorang wanita yang mungkin lima sampai enam tahun lebih tua darinya menunjukan raut wajah serius saat menyuruhnya mendekat— menawarinya tumpangan.

Kakaknya mengajarkannya untuk tidak gampang ramah pada orang asing, namun kali ini sepertinya ia harus mengabaikan nasihat sang kakak.

Miya membenarkan posisi tas punggungnya kemudian berlari secepat yang ia bisa ke arah mobil van tersebut. Tidak menengok bahkan saat mayat hidup tadi mulai menggeliat hendak bangun dari posisinya yang terbaring.

"Cepat!" sang wanita kembali meninggikan suaranya, memperingatkan.

Bunyi debam keras terdengar saat Miya menutup pintu mobil yang dibukanya agar dia dapat masuk ke kursi depan di samping pengemudi.

"Well, itu tadi hampir saja." ujar sang wanita yang segera menginjak gas mobilnya untuk beranjak dari jalanan tersebut.

Miya menyeka dahinya yang basah dari hujan dan keringat dingin, ia mengusapnya menggunakan jaketnya yang jelas jelas basah kuyup.

"Ada sapu tangan di laci, pakai saja." ucap sang perempuan saat sudut matanya menangkap apa yang sedang dilakukan sang gadis.

"Trims" ucap Miya secara singkat, sebelum akhirnya membuka laci untuk mengambil sapu tangan yang tersimpan di dalamnya.

"Apa yang kau lakukan tengah malam begini di jalanan tadi. Hujan hujan pula. Apa kau tidak waras?" Wanita tersebut bertanya sembari sesekali melirik Miya yang sibuk menyeka dirinya dengan saputangan miliknya.

Miya berdeham kecil, sebelum akhirnya buka suara.

"Aku mencari kakak ku. Sudah setahun lamanya kami terpisah" ucapnya.

Sang wanita tersenyum miris, "Tidak kah kau berpikir kalau kakak mu mungkin saja sudah berubah menjadi salah satu seperti yang tadi? Setahun adalah waktu yang cukup lama."

Miya menggelengkan kepalanya perlahan.

"Aku percaya kakak ku tidak menjadi zombie. Kami sedikit mirip dalam hal bertahan hidup, malah dia lebih unggul dari pada aku. Jika aku saja masih hidup, dia juga pasti lah masih hidup" gadis itu mengangguk mantap, menolak berpikiran negatif.

Sang wanita tertawa, sepertinya ia menyukai kalimat sang gadis atau mungkin saja ia sebetulnya menyukai kepribadiannya yang positif dan percaya diri.

"Siapa namamu, eh?" Sang wanita kembali bertanya pada sang puan.

Gadis berjaket merah semerah darah itu tersenyum kecil, sebelum menjawab.

"Miya."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 22, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Beyond The LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang