"Minji-ah! Makan malam sudah siap." Ujar Joongi oppa sambil mengetuk pintu kamarku.
"Arraseo, aku akan keluar sebentar lagi!" Seruku sambil merapikan meja kerjaku.
Sudah lebih dari setahun aku kembali ke Korea dan berhasil membesarkan brand fashion clothing wanita dan anak-anak 'POLARIS' yang kurintis dari bawah dengan modal dari uang asuransi kedua orang tuaku. Meskipun sudah setahun, tapi bisa kuhitung dengan jari pertemuanku dengan Yoongi oppa. Ia berhasil menggapai mimpinya. Saat kuliah, hampir semua teman kuliahku mengidolainya.
BTS menjadi boyband yang digilai hampir seluruh negara. Mereka berhasil memecahkan berbagai rekor yang tidak pernah berhasil dimiliki oleh artis Korea lain, mereka juga berhasil menjadi artis yang menginspirasi banyak orang dengan musik dan berbagai champain mereka.
Aku sangat bangga dan selama mereka konser atau memiliki acara di Amerika, aku selalu menyempatkan untuk menemui mereka sehingga bisa dibilang kini aku cukup akrab dengan mereka, terutama dengan Taehyung dan Jimin yang seumuran denganku.
Sementara dengan Yoongi oppa sendiri aku berusaha bersikap sebiasa mungkin dan mencoba untuk menekan sedalam mungkin perasaanku untuknya. Aku tidak mau ia tahu. Karena aku tahu, rasa sayangnya padaku hanya sebagai seorang adik, bukan seorang pria pada wanita. Meskipun menyakitkan, tapi aku tidak mau kehilangannya. 4 tahun yang lalu, saat aku memutuskan mengambil beasiswa ke luar negeri, aku berusaha melupakannya. Tapi meskipun terpisah selama 4 tahun dan berusaha sebisa mungkin untuk melupakan perasaanku padanya. Tapi, bagaimanapun, usahaku tidak membuahkan hasil.
Berada jauh darinya tidak mudah bagiku. Aku terbiasa melihatnya setiap hari, meskipun sudah sibuk dengan karirnya, tapi Yoongi oppa selalu berusaha untuk menghubungiku ataupun membalas pesanku. Kepergianku ke Amerika pun sempat ditentang olehnya dan Joongi oppa. Mereka tidak mau aku tinggal sendirian diluar negeri. Tapi aku serta eomma dan appa berhasil meyakinkan mereka bahwa aku akan baik-baik saja. Yoongi oppa terus berusaha menghubungiku disetiap sela-sela waktu istirahatnya yang selalu kubalas dengan kata-kata bahwa aku sibuk.
"Kenapa kau melamun saja sejak tadi, hm?" Tanya eomma sambil menepuk bahuku.
Aku menggeleng kecil. "Tidak, hanya memikirkan beberapa pekerjaan saja." Jawabku.
"Aku pulang!"
Aku berserta tiga orang lain dimeja makan menoleh dengan terkejut kearah ruang tamu, tempat suara tersebut berasal. Yoongi oppa melihat kami didapur dan langsung duduk disebelahku, mengambil mangkuk nasi yang segera disiapkan oleh eomma.
"Oppa! Kau tidak bilang akan pulang hari ini." Seruku kaget.
Yoongi oppa menjitak pelan dahiku, membuatku mengaduh kesal. "Terakhir kutahu, ini masih rumah orang tuaku, dan aku tidak pernah mendengar ada larangan bagiku untuk pulang kemari." Jawabnya dengan nada jahil.
"Ya! Jangan menggodanya." Seru Joongi oppa membelaku. "Bagaimana kabarmu? Sudah hampir sebulan kami tidak melihatmu."
"Masih seperti biasa." Jawab Yoongi oppa disela-sela makannya. "Kami dapat libur sebulan ini sebelum mulai persiapan tur kami dan memutuskan untuk pergi berlibur bersama. Han Minji, kosongkan jadwalmu mulai lusa, mengerti?!"
Aku menatap bingung kearahnya. "Aku harus mengosongkan jadwalku? Seminggu? Untuk apa?"
"Ikut dengan kami, tentu saja. Apa lagi?" Jawabnya santai.
Mataku menatap bingung kesekeliling keluarga yang hanya menggeleng kecil. "Oppa!" Seruku kesal. "Bagaimana bisa aku tiba-tiba saja pergi liburan!"
Yoongi oppa menatapku tajam. "Kau kan pemilik butik, kenapa juga kau tidak mengambil libur? Sudah setahun sejak butikmu buka dan kau sama sekali tidak pernah liburan kan?" Serunya. "Butikmu akan baik-baik saja. Kau sendiri yang bilang kau punya asisten yang bisa kau andalkan kan sekarang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Twilight
FanfictionHan Minji harus kehilangan orang tua dan menjadi yatim piatu diusia 10 tahun. Beruntungnya, Keluarga Min, salah satu sahabat terdekat kedua orang tuanya bersedia merawat Minji dan membesarkannya layaknya putri sendiri. Keluarga Min juga kebetulan ha...