The Beginning Of May

116 11 3
                                    

Sore ini, gerimis rintik turun, matahari kalah saing dengan suara gemuruh. Di sana, di tepi bukit rendah, ada seorang lelaki yang sedang termenung. Pakaiannya hampir basah, ia terus menundukkan kepala, hatinya hancur, pikirannya kacau. Ia merasa dikhianati oleh dirinya sendiri, tanpa sadar, ia mengeluarkan sedikit demi sedikit air dari matanya.

Fauzan, Fauzan Nazu, seluruh kepercayaannya jatuh kepada wanita muda yang memikat hatinya. Wanita yang selalu ia bangga-banggakan kepada temannya, wanita yang selalu membuatnya tersenyum, wanita yang membuatnya rela melakukan hal apapun. Namun, kepercayaannya bobrok begitu saja, kala dirinya mengetahui, seseorang yang ia cintai mengkhianati dirinya.

Bukan karena bodoh atau seistilahnya, perkara cinta, cinta yang membuatnya terlalu percaya. Untuk kali ini, definisi cinta menurutnya tidak berarti. Harapannya hangus seketika, diwaktu yang sama, ia kehilangan semuanya, semangat hidupnya, serta seseorang yang pernah singgah di hatinya.

Saat itu, di perempatan jalan, ia sedang bersenda gurau dengan kawannya, matanya tidak sengaja menangkap seorang wanita tertawa bahagia di samping lelaki tinggi, awalnya ia menggeleng tegas, namun saat wanita itu berbalik, kakinya lemas seketika, gelengannya memelan, perlahan ia menunduk, menatap miris objek di depannya.

Salah satu temannya menyadari perubahan wajah Fauzan, ia menepuk pelan bahunya. "Zan ...," ucapnya, Fauzan berlari, menghampiri dua orang yang membuat hatinya memanas.

"Kurang ajar!" gumamnya, ia mengepalkan tangannya, berhenti perlahan, sembari tersenyum, ia menyapa, "Bell ...."

"Gue cinta lo."

Fauzan menundukkan kepalanya, dirinya seperti mati rasa, seorang wanita itu menyadari ada kehadiran orang lain di belakangnya, kemudian ia berbalik. "Fau--Fauzan!" ucapnya sedikit terkejut, tautan tangannya ia lepas seketika.

"Stay happy, i love you!" Suaranya parau, perlahan Fauzan berbalik, menahan napasnya pelan, mencoba mengendalikan emosinya. Bella, wanita itu menarik lengan Fauzan, "Dengerin gue dulu."

"Apa lagi? Gue tau lo nggak betah nunggu, circle lo luas, jadi lo berhak atas semuanya." Lelaki itu, wajahnya penuh sabar, meskipun hatinya mulai meretak, ia mencoba menahan tangis, ini terlalu sakit untuknya.

"Dia temen gue, lo percaya sama gue kan, Sayang?" Bella mulai ketakutan, dirinya salah, ia sudah menyakiti seorang lelaki penyabar seperti Fauzan.

Fauzan tersenyum tulus, sembari mengelus rambut ikal wanita di depannya. "Bell, jaga diri lo, gue sayang sama lo." Ini berat untuknya, jiwanya menjerit keras, ada beberapa kata yang tak rela ia ucapkan pada kalimat itu.

Ia beralih pada lelaki di samping Bella, "Siapapun lo, dia wanita, jaga harga dirinya. And thanks, lo udah ngehibur dia, udah bikin dia nggak bosen, nggak kayak gue yang nggak bisa ngapa-ngapain ini, haha. Congrat, dude!"

Mata Bella berkaca-kaca, ia sangat merasa bersalah, dirinya berada diantara dua lelaki yang amat tulus menyayanginya. Jadi, pantaskah ia menyebut dirinya bodoh? Dengan tidak langsung, ia mempermainkan hati orang yang tulus padanya, ia menjerit kencang, kala Fauzan berlari meninggalkannya. "Fauzan! Dengerin gue!" Ia merasa malu, dirinya dipandang lemah, semesta, ia mulai pasrah.

Fauzan memisahkan diri dari teman-temannya, ia terduduk lemah, mendongakkan kepala, membiarkan gerimis kecil menyapu wajahnya. Mengapa ia harus mengalami ini, Tuhan? Apakah ini pantas untuknya?

Sejak kejadian itu, dirinya lebih memilih untuk tertutup. Ia jarang berteman, mengasingkan diri sendiri. Traumanya akan cinta, semakin membesar, mungkin ia tidak akan mempercayai wanita lagi untuk saat ini.

"Ada apa?" tanya Sang Kakak penasaran, Adiknya tidak pernah berbicara belakangan ini, ia paham betul, pasti terjadi sesuatu kepada adiknya. "Hey! Fauzan?" Lagi, Kakaknya menegur, namun yang dipanggil hanya tersenyum kecil, "I'am ok," jawabnya pelan.

Long Distance Relationship Of May.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang