Musim semi pertama

23 3 0
                                    

Il Jung menuntun sepedanya yang kemepes dengan setengah hati. Malas, berat, sinar matahari musim semi terasa menusuknya.
"Ya Jungkook aaah!" Teriak Il Jung gadis bertubuh mungil berambut panjang itu dengan kesal kepada seseorang di depannya, Il Jung tetlihat marah, hidung bulatnya kembang kempis, pipinya berwarna merah padam seperti tomat menatap punggung tegap Jungkook, Il Jung nampak kesusahan mengikuti jejak langkah Jungkook dengan sepeda yang tak bisa ia naiki, ditambah jalan yang dipenuhi kerikil semakin menghambat laju sepeda Il Jung.
Jungkook menoleh kearah Il Jung memastikan, ia tersenyum seperti merendahkan dan menggabaikan Il Jung seperti bukan apa-apa, Il Jung yang terabaikan merasakan amarahnya memuncak, darahnya mendidih sampai ke otak, Il Jung memilih untuk tak peduli dengan sepedanya, ia melemparkannya begitu saja, berlari dengan cepat kearah Jungkook, rambutnya berkibar terkena angin musim semi, Il Jung seperti singa buas berlari menerkam Jungkook yang 15cm lebih tinggi darinya.
Jungkook reflek, tubuh kekarnya berbalik kearah Il Jung tanpa sengaja wajah Il Jung menghantam dada Jungkook dengan keras, tangan Il Jung melingkar di kedua pinggang Jungkook.
"Deg..."
Waktu seakan berhenti berdetik, Il Jung menahan nafas atau bisa dibilang lupa untuk bernafas, ia merasakan kehangatan, kepala Il Jung yang menempel di dada Jungkook mendengar jelas suara irama detak jantung Jungkook yang tak teratur sama halnya seperti Il Jung irama detak jantung Jungkook begitu cepat, Jungkook menatap ke depan dengan perasaan yang aneh, seluruh tubuhnya seakan membeku tak tahu harus berbuat apa, tanganya berdiam ditempat seakan mati, ia tak bisa mengendalikan dirinya aroma rambut Il Jung menusuk hidungnya berbau segar. Jungkook tau Il Jung sangat menyukai wewangian yang lembut. Seperti dirinya yang sangat sensitive terhadap bau menyengat, rambut Il Jung terasa beraroma vanila dan strawberry. Seakan tersihir Jungkook membatu, membiarkan waktu berjalan dengan sendiri nya tanpa ia sadari waktu tak benar-benar berhenti, ia berjalan namun terasa terhenti untuk dua orang yang tengah tenggelam dalam dilema.
situasi ini...

Angin musim semi berhembus kencang, menerbangkan kelopak bunga kuning ke udara bebas, Il Jung mencium aroma semerbak bunga yang tercampur dengan aroma tubuh Jungkook, Ia menggadah ke wajah Jungkook, mata Il Jung bertemu dengan mata besar Jungkook yang kini beralih ke sosok tubuh munggil yang masih menempel di dadaya, tatapan dalam Jungkook, Jungkook pun tak tahu kenapa dia menatap Il Jung dengan dalam. Mendapat tatapan itu Il Jung merasakan wajahnya seketika memanas, pipinya memerah, ia terhipnotis oleh tatapan mata bulat nan bersih Jungkook, mata polos yang tajam menatap langsung ke matanya.
Bernafaslah... Il Jung hampir kehabisan nafasnya, ia menarik kesadarannya ia tak mau terhanyut dalam situasi ini! Ia mendorong tubuh Jungkook.
"Bunny sialan!" Il Jung mengumpat, "kau menyebalkan!" Katanya berlari meninggalkan Jungkook, Il Jung berlari sekuat tenaga meninggalkan tetangga samping rumahnya yang mentapnya tanpa berkedip, dengan tatapan bingung dan ragu, bahkan Jungkook pun tak tahu apa yang ia rasakan, Jantungnya masih berdetak dengan keras. Jungkook menaruh tanganya di dada, ia mencoba menarik nafas dengan normal. Namun ia rasa cukup susah, lengan kecil hangat yang tadi melingkar di pinggang nya masih teringat jelas di memori otaknya, bagaimana lengan kecil itu tak cukup besar untuk meraih seluruh tubuhnya.

Kenapa? Kenapa? Jantung Il Jung berpacu kencang mengikuti laju kencang larinya. Apa ini? kenapa seperti ini? Alam bawah sadar Il Jung terus memberontak, otaknya mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi antara ia dan Jungkook.
Il Jung berhenti setelah merasa sudah cukup jauh dari Jungkook, laki-laki yang menyebalkan.
"Kenapa dia tak menghindar kenapa dia malah berbalik dan membiarkan kepalaku bersandar di dadanya? Kenapa ia tak mendorong ku menjauh, menghindari hal memalukan ini." tubuh Il Jung bergidik saat menggingat sensasi itu. Ia tak habis pikir kenapa ia bisa berakhir terjatuh di dada Jungkook dan bersandar cukup lama di dada kokoh nan hangat itu, oh tidak... pikiran Il Jung bergejolak, hangat? ahhh... Il Jung merasakan otaknya mulai rusak.
"Ingat Jungkook adalah sahabat! Ia teman masa kecil, Ia hanya tetangga" Il Jung mengulang kalimat itu terus menerus dari otaknya, "jangan.... Lupakan... Lupakan" ia berbicara pada dirinya sendiri.
"Sejak kapan?"
Il Jung yang menghentikan langkah kakinya di depan sebuah danau

Waktu (ketika aku bisa memilih)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang