Kita

2.4K 117 15
                                    

Sakura melangkah dengan tergesa-gesa menuju sebuah ruangan yang letaknya sudah terpaut di alam bawah sadarnya. Dengan peluh yang bercucuran di sekitar pelipisnya, wanita itu terus mengayunkan kakinya tanpa perduli pada sapaan orang-orang yang ia temui di koridor. Tidak perlu waktu yang lama bagi Sakura untuk menemukan pintu yang akan membawanya masuk menemui seorang wanita yang sudah bertahun-tahun ini menjadi gurunya.

Sregg.

“Tsunade-shisou, g-gawat!”

Tsunade yang melihat sikap tidak biasa murid kesayangannya itu, langsung mengernyit heran. Tidak biasanya Sakura membuka pintunya tanpa meminta ijin terlebih dahulu. Mungkinkah telah terjadi sesuatu?

“Ada apa? tidak biasanya kau−“

“M-mereka tidak ada …,” Manik emerald itu menatap Tsunade dengan panik. “Sasuke-kun dan Naruto tidak ada di kamarnya,”

“Apa!?”

.

.

.

.

.

.

.

Sebab orang itu adalah … teman terdekat yang pernah kumiliki,”

Ingatan itu meluncur begitu saja dari memori Sasuke. Jawaban yang dulu ia sampaikan pada Rikudou-sennin tentang alasannya ingin membunuh Naruto. Sasuke tidak pernah bercanda. Ia serius saat mengatakan itu. Karena memang, Naruto adalah teman terdekat yang pernah ia miliki.

Hembusan angin deras menerpa tubuh Sasuke yang sedang bersandar di pagar pembatas atap rumah sakit. Kedua matanya menutup sembari otak jeniusnya memutar ulang semua kejadian-kejadian tak terlupakan yang pernah terjadi di hidupnya. Seragam rumah sakit khusus pasien yang dikenakannya ikut berhembus pelan mengikuti belaian angin.

Sasuke rindu ketenangan ini … kedamaian ini … sudah berapa lama ia tidak merasakan perasaan semacam ini?

Lelaki bermarga Uchiha itu meluruskan sebelah kakinya demi mendapatkan posisi yang bisa membuatnya merasa lebih nyaman. Ia hampir saja tertidur, kalau saja suara langkah kaki seseorang tidak menginterupsinya.

Manik mata sekelam malam itu kini menatap tajam ke arah seorang lelaki bersurai pirang yang berjongkok tidak jauh darinya. Ujung telunjuk pria itu hampir menyentuh keningnya. Dan, dengan wajah tanpa dosa, ia terkikik geli.

“Menjauh, dobe.”

Pria yang biasa ia sebut dobe itu merengut kesal. Matanya menyipit dan bibirnya mengerucut. Ditambah dengan kumis kucing yang dimilikinya, Naruto memang cocok sekali menjadi Jinchuuriki Kyuubi−si siluman rubah berekor sembilan.

“Aku baru saja akan menyentil dahimu, tapi kau keburu bangun,”

Sasuke mendengus. “Siapa bilang aku tidur,”

“Eh? Jadi kau tak tidur?”

Hn,”

Sasuke melirik Naruto yang kini sudah duduk bersila di hadapannya. Tongkat kakinya ia letakkan di sebelahnya. Manik Sasuke kemudian beralih pada sekujur tubuh pemuda itu yang dililit perban. Keadaan Naruto ternyata tidak jauh berbeda darinya.

“Untuk apa kesini?”

“Hanya ingin melihatmu saja,”

Sasuke menaikkan sebelah alisnya; tidak mengerti. “Dasar dobe,”

Bukannya kesal, Naruto malah menatapnya dengan pandangan tak percaya. Seakan-akan ia sedang melihat keajaiban dunia di depan kedua manik birunya. Sedetik setelahnya, lelaki bermarga Uzumaki iu tertawa pelan.

KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang