terguncang

1.8K 215 6
                                        

Hari ini aku menemani presensi Kak Jungkook untuk membolos di rooftop sekolah. Tindakan yang tidak patut untuk ditiru siapapun, namun sudah menjadi kebiasaan baginya. Entah kenapa aku mau saja menurutinya saat dia datang ke kelasku dan berkata dengan sorot mata yang sendu tapi intonasi bicara penuh kemutlakan.

Apa yang terjadi?

Kak Jungkook juga tidak banyak bicara saat kami sampai disini. Bahkan, bel pelajaran pertama sudah berbunyi nyaring sedari lima menit yang lalu bersamaan dengan keberadaan kami yang baru menginjakkan kaki disini. Aku hanya diam sesekali mengamati dia dengan menggulirkan iris mataku. Raut wajah tegas dan selalu bersemangat itu ikut lenyap seketika.

Kak Jungkook hanya menyangga proporsinya pada tembok pembatas yang ada di rooftop. Membiarkan angin sepoi-sepoi menerbangkan setiap helaian surai kami.

"Ayah dan Ibuku ..." Aku nyaris saja tersentak tatkala pendengaranku terisi dengan suara beratnya ketika kesenyapan tadinya mendominasi.

Ada hela napas yang menguar dari rongga hidungnya. Dan aku memutuskan untuk mendekat lalu menatapnya dengan lekat.

"... mereka akan bercerai."

Apa?

Pantas saja ekspresi Kak Jungkook mendung begini membuat perasaanku tidak nyaman. Lalu kebungkamannya yang membuat dadaku terasa sesak, serta dia yang mendadak berubah menjadi pasif.

Tentu saja hal-hal menjanggal seperti ini tidak bisa kuabaikan sedari tadi.

Ternyata memang ada yang terjadi padanya. Aku sangat prihatin, hanya mampu menatapnya dengan tatapan iba.

Kak Jungkook benci ketika dia dikasihani, maka saat dia menangkap raut wajah ku dia lekas mendengus.

"Berhenti menatapku seperti itu, Jiyeon," ucapnya lugas. Pandangannya berubah menerawang menuju cakrawala yang berhamparan. "Ibu tiba-tiba saja memberiku kabar seperti itu dini hari pukul 2 pagi tadi. Aku kira ada apa sampai menelefonku disaat aku sedang tertidur. Ternyata ... dia datang membawa berita buruk."

Aku siap menjadi pendengar yang baik untuknya. Maka, sampai saat ini aku hanya bisa mengatupkan bibir rapat-rapat tanpa berani menuangkan komentar atas episode hidup tidak mengenakkan yang menimpa entitas Kak Jungkook. Aku tidak bisa sembarangan berbincang sekarang, karena situasi ini masih buram.

Pun aku membawa retinaku mengikuti arah pandangannya. Menatap hamparan langit luas yang berhiaskan sekumpulan awan yang membentuk pola abstrak—tak beraturan dan kacau.

Sama seperti perasaan Kak Jungkook sekarang yang disertai kepiluan.

Aku hanya menyimaknya, sebab merasa tak ada kaitan dengan konflik kehidupan Kak Jungkook. Aku tidak berhak ikut campur lalu menuding dan memberikan asumsi yang keliru. Tetapi untuk mendukungnya, aku akan selalu ada.

"Kau baik-baik saja?" Aku akhirnya berani mengudarakan pertanyaan itu yang mendesak ingin dikeluarkan. Satu tanganku mengusap-ngusap penuh afeksi lengan kekarnya.

Terlihat dia sedang mengais udara dengan rakus untuk respirasinya. Kak Jungkook terlihat kikuk dan mengukir senyum gamang, namun secara bersamaan aku merasa takut saat melihat sorot matanya yang berkilat-kilat.

"Aku lebih marah lagi saat tau Ibu bilang kalau Ayah yang selingkuh," tangannya meremat kuat tepian tembok yang menjadi pelampiasan emosinya. Matanya nyalang kala melanjutkan, "Berani sekali Si Tua itu menyakiti Ibuku. Selain dia selalu beralasan sibuk untuk pekerjaan dan urusan bisnis dengan Ibu, ternyata dia diam-diam membangun hubungan dengan wanita lain dan mengabaikan kami. Cih!" Lalu Kak Jungkook berdecih dengan geligi yang menggerit. "Tidak heran jika aku selalu membencinya. Semakin hari, rasa benciku untuknya terus memupuk sampai-sampai aku ingin melantangkan sumpah serapah ku untuknya. Aku tidak sudi menganggap dia—"

Wonderfall ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang