Part 3

21 1 0
                                    

"Faiqah! Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Ayah dengan wajah marah saat melihat ku tertidur pulas memeluk Amirah adik ku.

Aku berusaha membuka mata dan memperbaiki perasaan sejenak lalu menatap jam dinding kamar Amirah.

"Astagfirullah!" teriak ku histeris lalu segera berlari menuju kamar mandi tanpa memperdulikan teguran Ayah.

Sudah jam lima lewat tiga puluh menit, artinya aku sudah terlambat melaksanakan shalat subuh.

Setelah wudhu dan bersiap aku keluar dari kamar mandi segera memakai kerudung untuk shalat.

Ayah hanya duduk di tepi ranjang Amirah menatap ku sembari menunggu ku selesai shalat.

"Nak, Ayah ingin bicara sesuatu dengan mu." ucap Ayah setelah ku selesai mengucap salam.

Jantung ku berdebar, bagaimana ini? Apa yang harus aku katakan pada Ayah? Dia pasti akan sangat marah.

Aku mendekati nya, yang sedang berdiri di samping jendela kamar milik Amirah.

"Ayah," panggil ku lembut.

Dia berbalik lalu menatap ku penuh tanda tanya, lalu sedikit mendekat menghampiri ku.

"Apakah kau tidak suka dengan suami mu?" tanya nya pelan.

Aku terdiam seribu bahasa, harus bagaimana aku menjawab pertanyaan Ayah itu.

"Tidak Ayah! Dia berlaku tidak baik terhadap ku, dia sangat kasar Ayah" jawab ku mengadu.

Mendengar pengaduan ku Ayah terdiam, lalu berlalu pergi tanpa sepatah kata pun.
Entahlah apa yang sedang di fikirkan nya, apakah?. Ya Allah tolonglah Hambah Mu.

***

Dua minggu sudah berlalu, pernikahan ku makin hari semakin tak karuan.
Tiada hari tanpa pertengkaran di antara kami, dia memang lelaki yang sangat egois, pemabuk, penjudi dan slalu pulang larut malam dengan badan dan mulut bau alkohol.

Dengan perangai nya itu aku semakin membenci nya, tak ada setitik pun rasa cinta di hati. Walau aku sudah melayani dan menjalankan kewajiban ku sebagai seorang istri, itu karna paksaan dan desakan dari Ayah.

"Jika kau tidak mau melayani suami mu maka jangan pernah anggap Ayah ini adalah Ayah mu lagi, dan sana pergilah cari kehidupan mu sendiri"

Kalimat itu bagaikan cambukan keras meluluhlantahkan hati dan perasaan ku, tak pernah terbayangkan Ayah akan setega itu.

Hari itu, saat kehormatan ku di regut secara paksa dan tanpa ada nya rasa cinta, dunia ku serasa hancur.
Aku bisa apa saat itu selain menurut, sekali lagi aku lebih mencintai kedua orang tua ku ketimbang diriku sendiri.

Tapi sudahlah inilah garis tangan yang telah di tentukan Tuhan untuk ku. Karna di balik awan yang gelap, akan ada hujan indah yang membasahi bumi. Semua nya butuh waktu, proses, dan kesabaran.

"Hei buka pintu nya! Lama banget si?"

Terdengar suara bentakan di balik pintu kamar, membuatku tersadar dari lamunan dan segera membuka pintu.

"Ngapain ajah si kamu? Buka pintu ajah lama banget!" bentak lelaki yang berbau alkohol di hadapan ku.

Aku terdiam, rasa malas menjawab pertanyaan nya itu.

"Hei, gue nanya sama lo. Lo punya kuping ngak si?" bentak nya lagi sembari menggenggam tangan ku keras.

"Auuh, lepasin!" Jerit ku mencoba melepaskan genggaman nya.

Brakkk..

Badan ku terpental di diding, dia mendorong ku keras sembari menci*mi tubuh ku. Aku menggeliat sembari berusaha melepaskan diri, dan untung nya dia sedang dalam kondisi mabuk sehingga kekuatan ku lebih kuat dari nya.

Setelah berhasil melepaskan diri, Aku berlari menuju ke kamar Ayah untuk mengaduh, berharap Ayah mau membantu ku.

"Ayah! Ayah! Buka pintu nya!" ucapku sembari terus mengetuk pintu kamar nya.

"Faiqah? Kamu kenapa nak? Wajah mu kenapa pucat sekali?" tanya Ibu yang tertanya membuka pintu.

Aku berhambur memeluk ibu, sambil terus menangis sekuat-kuat nya.

"Faiqah takut bu, dia jahat!" jawab ku.

"Sayang! Mana kamu? Sayang ayo lah sayang!" terdengar suara lelaki biadab itu memanggil-manggil ku.

"Ibu!" lirih ku.

"Tenang sayang, biar Ibu yang hadapi lelaki kurang ajar itu!" jawab ibu sembari mengusap lembut kepala ku.

"Sayang! Ternyata kamu di sini? Ayo kita ke kamar!" ucap nya ketika sudah melihat ku.

"Heik, jangan sentuh anak saya!"

"Suami macam apa kamu ini? Setiap hari kerja nya cuman kelayapan ngak jelas, bukan nya cari kerja. Mau kamu kasi makan apa anak saya?" bentak Ibu pada orang di hadapan nya.

"Ya elah, ada lu emak-emak rempong! Udah yuk sayang, kita happy-happy ngak usah dengerin nih nenek lampir" jawab nya sembari mencoba menarik tangan ku.

Plakkk..

Satu tamparan melayang di pipi lelaki biadab itu, membuat nya berbalik dan menatap orang yang telah menampar nya.

"Jadi seperti ini cara kamu memperlakukan anak saya? Dasar lelaki biadab! Pergi kamu! Jangan pernah kembali ke sini, dan satu lagi jangan pernah berharap saya akan mempertemukan kamu dengan anak saya lagi!" bentak Ayah dengan wajah memerah sangat marah.

Setelah kejadian itu Ayah pun memutuskan untuk memasukkan ku kembali ke salah satu pesantren dekat kota yang kebetulan menerima santriwati yang ingin fokus untuk menghafal Qur'an, dan juga berjanji akan segera mengurus segala sesuatu nya tentang perceraian ku dengan lelaki itu.

Ku Tunggu Ta'aruf MuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang