Satu

13 3 0
                                    

"Nuna, balonnya lucu." Ucap seorang bocah pada nunanya sambil terkekeh.

Mereka kemudian berhenti di lampu merah menunggu lampu penyeberangan berganti warna. Karena banyak orang yang juga menunggu, tubuhnya yang kecil terdorong-dorong hingga tali balon yang digenggamnya lepas dan terbang diudara. "Balooon!!" Teriaknya sambil melepaskan genggaman tangan nunanya lalu berlari menyebrang jalan disaat lampu penyeberangan masih merah.

"Yah!" Gadis itu langsung berlari menangkap adiknya. Bersyukur ia bisa menangkap dan membawa adiknya kembali. Namun begitu jarak mereka tinggal beberapa langkah dari trotoar sebuah mobil menghantam mereka.

* * *

Aku langsung bangun dengan cepat dan nafas yang terengah-engah ketika tersadar. Peluh membasahi sekitar dahiku. Mimpi seperti itu lagi. Entah sudah keberapa kali aku memimpikan anak laki-laki itu, namun akhir-akhir ini lebih terasa nyata. Rasa senang, sedih, dan sakit yang kurasakan dalam mimpi itu masih jelas terasa hingga aku terbangun.

Ditengah kesibukanku berpikir keras tentang mimpi itu, ponselku terus bergetar di atas nakas pertanda ada telepon masuk. "Halo," jawabku tanpa melihat nama siapa yang tertera.

"Zah, kamu habis olahraga? Tumben banget." Sahut gadis yang dapat dipastikan adalah Calya. Hanya dia yang selalu menelepon pagi-pagi tak peduli aku sudah bangun atau tidak.

"Nggak, hanya habis mimpi buruk." Jawabku setelah menormalkan nafas.

"Mimpi anak itu lagi?" Ya, hanya dia dan Thani yang ku beritahu soal mimpi yang kualami.

Aku mengangguk. "Iya," sahutku tahu Calya tidak dapat melihat anggukan kepalaku.

"Kali ini apalagi mimpinya?"

"Kali ini aku tertabrak mobil." Jawabku singkat karena tenggorokanku terasa sangat kering sehingga aku malas bicara.

"Cerita dari awal dong."

Aku menghela nafas. "Iya." Kuceritakan mimpi yang kualami dari awal sambil pergi menuruni anak tangga menuju dapur untuk mengambil segelas air. "Oh iya ada apa kamu telpon pagi-pagi. Ganggu tau."

"Ih, kayak nggak biasa aja aku ganggu pagi-pagi. 24/7 kan aku bangunin kamu sayang."

"Cal,"

"Iya sayang?"

"Buru cari pacar gih, atau kamu mau aku cariin di pesbuk?"

"Ya ampun jelek amat nyarinya di pesbuk. Di ige gitu kerenan dikit."

"Idih, suka nggak tau diri gitu." Sahutku nggak mau kalah. "Serius ini ada apaan telpon?"

"Nggak ada apa-apa sih. Mau ngajak hang out aja. Hari terakhir libur semester masa cuman pacaran sama guling?"

"Terus pacarannya sama aku?"

"Kok sayangnya aku pinter banget."

"Tuhan, dosa apa hamba sampai punya temen lesbi begini?"

"Yaampun bercanda doang Zah. Aku nggak lesbi beneran."

"Gitu lagi aku sumpahin--"

"Eh, Zahra kamu sudah bangun?" Tanya Ayah yang mengambil beberapa cangkir teh dari rak piring.

Segera kuakhiri panggilan Calya secara sepihak dan menghampiri ayah yang sibuk membuat teh. "Ayah lagi buat apa? Sini biar Zahra aja."

Ayah tersenyum. "Biar Ayah yang bikin teh. Kamu makan sana, tapi cuma sama roti soalnya Ayah kira kamu masih tidur." Ayah kemudian melanjutkan kegiatannya membuat teh.

"Nggak apa-apa Zahra aja yang bikin teh, abis itu baru Zahra makan."

"Yaudah tolong kamu buatkan 3 cangkir teh ya. Abis itu kamu makan." Ucap Ayah sambil mengelus kepalaku sebelum pergi dari dapur.

Can I See You Again?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang