(6)

4.5K 343 14
                                    

"Kenapa lagi muka lo? Kuliah tapi muka di tekuk begitu, masih karena pekara yang sama? Mikirin Arjun lagi?" Pertanyaan Fara yang bikin gue narik nafas dalam, bukan karena banyaknya pertanyaan yang Fara layangkan tapi dari semua pertanyaannya, memang itu semua yang masih ada dalam otak gue sekarang.

"Masih itu bahkan ada tambahan masalah sekarang, gue ribut sama Mas Zian." Jelas gue lelah, haduh haduh, mau nikah tapi malah keseringan ribut.

"Lo ribut sama Mas Zian? Memang Mas zian punya waktu untuk ngajak lo ribut? Kapan bisa ribut kalau lo berdua ketemu aja jarang? Heran gue." Omongan Fara yang nggak salah sama sekali menurut gue, ketemu aja jarang nah sekarang malah ribut, hebatkan?

"Sama, gue juga heran, gimana ceritanya gue bisa ribut sama Mas Zian padahal jarang ketemu? Tapi kenyataannya sekali ketemu kita berdua malah berdebat dan itu nyata, Ra." Ini beneran terjadi, walaupun aneh tapi kenyataan juga nggak berubah, kita berdua hampir nggak punya waktu untuk sekedar ngobrol bareng, bukan kita tapi tepatnya cuma Mas Zian, kesibukan beneran menguras semua waktunya.

Kadang gue sendiri suka mikir, sebenernya apa arti gue untuk seorang Azian? Apa gue berarti? Apa gue berharga? Apa pekerjaannya lebih penting dari pada gue? Gue sering mempertanyakan hal ini sama diri gue sendiri, apa yang lebih penting untuk Mas Zian sebenernya?

Penasaran, ingin tahu dan gue nanya, gue udah pernah mengungkapkan perasaan gue yang kaya gini ke orangnya langsung tapi alasannya dan jawaban yang Mas Zian kasih juga masuk akal menurut gue, alasannya ya karena Mas Zian ingin menyelesaikan semua kerjaannya sebelum hari pernikahan kita berdua, kalau udah kaya gini, gue bisa ngomong apa?

"Mas Zian bakalan ngomong kalau ini semua untuk lo kan? Supaya hidup lo nyaman dan nggak kekurangan apapun setelah kalian berdua menikah nanti makanya dia kurang punya waktu." Gue mengangguk pelan, Fara aja bisa paham, dia tahu tanpa harus gue jelasin lagi.

"Tapi lo nggak bahagia, itu masalahnya sekarang." Dan Deg, seakan ada yang mencelus dihati gue.

"Bahagia nggak cuma diukur dari sudut materi doang Ran, memangnya lo mau menikah terus hidup tanpa kekurangan apapun tapi suami lo selalu nggak punya waktu?" Apa gue mau? Apa gue sanggup? Gue juga nanyain hal yang sama untuk diri gue sendiri sekarang, apa yang gue mau sebenernya?

"Tapi orang diluar sana juga banyak yang gila kerjakan Ra dan itu wajar-wajar aja." Yang gila kerja dan yang sibuk diluar sana juga banyak, nggak cuma Mas Zian doang.

"Memang banyak dan wajar tapi mereka juga bisa bagi waktu, inget ya Ran, lo mungkin tercukupi dalam hal materi tapi lo akan selalu kekurangan dalam bentuk perhatian dan kasih sayang, apa lo udah siap?" Dan Fara malah nanya kaya gini, bikin gue makin kepikiran aja.

"Lo kenapa malah nakut-nakutin gue coba? Harusnya lo itu berusaha bikin perasaan gue makin tenang bukannya makin awut-awutan." Harusnya Fara ngebantuin gue supaya makin yakin dan harus terus percaya sama Mas Zian.

"Gue bukannya nakutin tapi gue ngasih tahu lo kemungkinan yang ada, hidup nggak selalu indah dan sesuai sama bayangan lo." Apa ini tamparan lagi? Gue memang nggak selalu berharap kalau hidup bakalan indah tapi gue nggak pernah mikir hal buruk tentang Mas Zian juga.

"Tapi gue cinta dan gue percaya sama Mas Zian, itu udah cukupkan Ra? gimanapun kedepannya, gue pasti bisa nerima itu semua." Gue percaya sama Mas Zian dan gue juga pecaya sama perasaan gue sendiri, ini harusnya bisa jadi pilihan terbaik, gue nggak boleh salah langkah, pokoknya harus bisa bertahan, gue yakin Mas Zian akan balik kaya dulu lagi kalau kita udah menikah nanti.

"Ya nggak papa juga kalau itu pilihan lo cuma gue masih mau ngasih tahu lo satu hal lagi." Apalagi sekarang?

"Apaan?"

"Lo ngomong kalau Arjun bodoh plus bego sampai mau balikan sama mantan yang udah nyakitin dia tapi lo nggak sadar kalau lo juga sama, asalkan masih cinta, nggak bahagiapun lo anggap nggak papa." Tamparan keras untuk kesekian kalinya dari Fara, cinta masih jadi utama, soal perasaan begini memang nggak gampang.

Setelah gue pikir-pikir, Fara bisa menilai dan mutusin semuanya dengan lebih baik karena dia ada ditengah, dia nggak berat sebelah jadi penilaiannya cenderung netral, matanya nggak buta karena cinta makanya baik atau enggak bakalan keliatan jelas.

Masalahnya sekarang, apa gue beneran jatuh cinta sama Mas Zian sampai sebegitunya? Sampai-sampai gue menganggap kalau semua hal yang Mas Zian lakuin memang untuk kebaikan gue, untuk kebahagiaan gue? Lantas, setelah itu semua, apa gue akan bahagia? Ini yang ingin gue pertanyakan.

"Lo kenapa malah ngomong kaya gini? Tega bener sama temen sendiri." Keluh gue ke Fara, melihat gue sekarang, Fara malah menghembuskan nafas berat sambilan geleng-geleng kepala.

"Lo tahu apa? Kekesalan lo setiap kali ngeliat Arjun juga sama kaya yang gue rasain sekarang, lo bisa menilai Arjun dengan sangat baik tapi hidup lo sendiri nggak lo perhatiin sama sekali sangking ikutan begonya." Gue langsung kicep.

Banyak orang pinter yang jatuhnya malah linglung karena cinta, gue baru paham maksud dari kata-kata kaya gini sekarang, sangking cintanya sama Mas Zian, gue bahkan nggak sadar seberapa bodohnya sikap gue sekarang? Udah digeprak sama Fara aja, gue masih belum ngerasa kalau sikap Mas Zian salah, gue masih menganggap itu wajar, bodohnya.

"Ya terus lo mau gue gimana? Marah-marah sama Mas Zian? Ujungnya bakalan apa? Gue udah tunangan Ra, kalau gue malah ribut terus menjelang pernikahan, nasib gue bakalan gimana?" Gue juga berusaha melakukan yang terbaik, nggak cuma pasang muka suram doang, nggak cuma mau nyalahin Mas Zian doang, kalau sampai ada yang bermasalah dalam rencana pernikahan gue, Mama gimana?

"Yang nyuruh lo marah-marah sama Mas Zian juga siapa? Lo yang kebanyakan mikir, udahlah, nggak usah kita terusin, tar yang ada kita berdua yang ribut." Fara menyelesaikan ucapannya dan berbalik arah, obrolannya selesai disini, kalau diperpanjang takutnya malah kaya ucapan Fara, kita berdua yang ikutan ribut.

"Lo mau gue anterin pulang atau gimana? Di jemput Mas Zian nggak hari ini?" Gue diam belum punya jawaban, Mas Zian dateng jemput itu udah jelas bukan hal mudah, nggak bakalan ada ceritanya, kan gue udah bilang kalau lagi ribut sama Mas Zian, pulang bareng Fara lagi kayanya juga enggak, gue tahu Fara buru-buru hari ini cuma nggak enak kalau nyuruh gue pulang sendirian.

"Gue naik taksi atau ojek online aja, nggak masalah." Cuaca juga mendukung jadi nggak masalah mau pulang pakai apa aja.

"Tapi kayanya lo nggak harus pulang pake taksi atau ojek online deh, itu Juna udah jalan kemari, nyariin lo kayanya." Gue berbalik mengikuti arah pandang Fara dan bener aja, Arjuna jalan kemari.

My Little HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang