승연 .3 - bintang

1.8K 350 42
                                    

Seungyoun meninggalkan seluruh barang elektroniknya di rumah. Memastikan gps mobilnya nonaktif dan melaju ke daerah pinggir kota yang biasanya sepi. Sebesar apapun keinginan Seungyoun untuk bunuh diri, ia tetap tidak ingin melibatkan orang lain. Termasuk Hangyul yang menyebalkan itu, masa depannya masih begitu cerah dan Seungyoun tidak ingin merusaknya. Spedometer menunjukkan kecepatan 150 km/jam. Sangat tidak aman meskipun Seungyoun sendiri sudah mengantongi lisensi, jalanan di sini berkelok dan terpeleset sedikit saja Seungyoun akan jatuh ke jurang.

Ya, tidak perlu takut. Itulah tujuannya.

Ia menginjak pedal gas lebih kuat. Kukunya memutih karena menggenggam setir mobil sebegitu kuat. Kakinya menekan perlahan pedal gas, seolah ia bisa menghancurkannya sedikit demi sedikit. Seungyoun mengigit bibir, sedikit lagㅡ

"FUCK!"

Pedal rem diinjak cepat. Setir ia gerakkan membuat mobil membelok tajam. Bumper mobil menggores pembatas jalan, ban beradu dengan aspal menimbulkan suara tidak sedap didengar. Mobil terlonjak, begitu juga dengan Seungyoun didalamnya.

Ambil napas, keluar napas.

Ambil, keluar.

Ambil keluar.

"Ya Tuhan, apa tadi yang kusorot." gumam Seungyoun gemetar. Mengingat kembali urban legend yang Hangyul ceritakan mengenai daerah pinggirㅡah, bocah keparat bikin parno saja! Seungyoun melepas sabuk pengaman, menyiapkan mental untuk keluar memeriksa keadaan. "Huft, baiklah Seungㅡ"

"Boo."

"SETAN!" Kepalan tangan Seungyoun melayang pada jendela mobil yang setengah terbuka.

"Bukan. Jauhkan tanganmu, aku ngeri." Seungyoun mengerjap, loh. Ia tahu suara ini. "Ini Hangyul."

Hangyul.

"UWOH! BOCAH KEPARAT! DASAR SIALAN! KUKIRA AKU MENABRAKMU KAMPRET!" Seungyoun membuka pintu mobil cepat dan menarik baju depan Hangyul kasar. Ia memojokkan yang lebih muda ke badan mobil. "KAMU PIKIR ITU LUCU?!"

Hangyul membeku sebentar. "Nggak. Kalau kau tanya, aku masih ngeri. Hiyyyy, kalau aku tertabrak beneran gimana. Disini tidak ada cctv jalan juga." ujarnya enteng. Dilepasnya cengkraman Seungyoun pada fabrik yang membalut tubuhnya. "Lagian ngapain secepat itu dijalan? Ini bukan jalan nenek moyangmu, maaf ya." Seungyoun menghela napas. Tangannya tergantung bebas di sisi tubuh. Hangyul memerhatikannya dalam diam.

"Kepalamu lagi benar-benar kosong sampai nyetir sebegitunya ya?" Hangyul membuka pintu mobil kemudi. "Sini biar aku yang nyetir."

"Apa-apaan." desis Seungyoun. "Kau belum legal. Memang bisa menyetir kau?"

"Jangan mengolokku." Hangyul mengerutkan dahi. "Naik atau kutinggal, kuncimu masih nempel disini. Aku bisa jalan sekarang."

"Aku lapor polisi." Seungyoun menyeret kakinya ke sisi lain mobil. Duduk disamping Hangyul dan memasang sabuk pengaman. "Kalau mobilku sampai lecet, kupidana kau."

"Berisik. Kalau lecet pun paling yang tadi." cibir Hangyul. Mobil berjalan perlahan, Seungyoun menyenderkan punggung pada kursi dan menutup mata. Berbeda dengan Seungyoun, Hangyul menyetir dengan sangat tenang. Mungkin karena baru belajar dan masih kaku, atau karena takut melanggar peraturan kota. Entahlah, yang Seungyoun pedulikan adalah bagaimana ketenangan seperti ini membuat Seungyoun nyaman.

"Mau kemana?" Hangyul balas menggumam. Seungyoun tidak terlalu dengar, namun ia juga tak peduli. Paling tidak, Hangyul tidak membawanya pulang. Kepalanya masih pening dan ia akan menendang Hangyul kalau ia tiba dirumahnya.

Laju mobil dirasanya melambat. Bahu Seungyoun diguncang. "Heh, jangan tidur. Aku mau minta traktir tteokbokki habis ini. Turun cepetan."

Seungyoun mendengus. "Ogah."

10 reasons why | seungyul [✅]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang