Sahara. Namanya se-masyhur Gurun Pasir Sahara. Gadis perawan yang cantik nan menawan. Pembawa kebahagiaan bagi orang-orang di sekelilingnya. Kini, gadis perawan itu telah dipinang oleh seorang saudagar kaya dari desa tetangga. Agil, seorang duda beranak tiga yang usianya dua kali lipat dari usia Sahara. Di persandingannya, tak henti-hentinya air mata Sahara menetes membasahi pipinya hingga menghapus riasannya sedikit demi sedikit. Nasib baik tak berpihak padanya. Setelah sang
kekasih pergi meninggalkannya dan menyerah pada keputusan kedua orang tuanya masih menyisakan
luka yang mendalam di hatinya. Mengingatkan betapa bodohnya pria itu. Sementara di tempat terasing,
Sahid duduk bersama beberapa wanita jalang dan minuman keras. Salah seorang wanita menuangkan
minuman di cangkir Sahid. Salah seorang lagi mencoba menggoda Sahid. Sementara yang lainnya
memijat pundak Sahid. Tetapi, dia tidak bergeming sedikitpun. Hanya satu kata yang keluar dari bibinya. Sahara.Sahid, putra bangsawan terkemuka di Yogyakarta yang masih memiliki darah keturunan ningrat. Tak ada yang cacat dalam dirinya. Keluarga terpandang. Wajah yang tampan rupawan. Pria saleh dan berpendidikan. Banyak wanita yang berharap menjadi kekasihnya. Tapi, yang terjadi justru berbanding terbalik dengan kehidupannya dulu. Kehidupan yang didambakan pria-pria di desanya. Sahid yang sekarang hanyalah pecundang dan sampah masyarakat yang hidup dan matinya tidak diharapkan lagi. Perbedaan kelas inilah yang membuat cinta mereka terhalang oleh restu keluarga besar Sahid. Yang membuat mereka harus mengorbankan cinta mereka demi keegoisan keluarga mereka. Bagi keluarga bangsawan, penerus darah keturunan mereka juga harus dari kalangan bangsawan supaya harkat, martabat, dan kehormatan mereka tetap terjaga dalam masyarakat.
“Sahara...”
“Bro, lupakan wanita itu. Di sini banyak wanita yang cantik-cantik. Tinggal pilih aja,” kata Mike yang datang bersama dua wanita di sisi kiri dan kanannya.
Mike menarik lengan Sahid, tapi buru-buru ditepis olehnya. “Tenang, Bro. Gue hanya ingin ajak lo joget.”
“Gue nggak mau. Lo aja sana,” katanya seraya mendorong tubuh Mike untuk menjauh.
“Lo mau kemana, Bro?”
Sahid berlalu tanpa menjawab pertanyaan Mike terlebih dahulu. Mike hanya menggelengkan kepala
melihat sikap temannya itu. Dia mulai memahami Sahid setelah sekian lama mereka tinggal bersama dan menghabiskan waktu bersama.***
Di ruangan yang kurang penerangan. Sahid menyendiri dengan sebotol minuman di tangannya. Dia melihat sebuah pensil yang tergeletak di lantai. Segera ia mengambilnya. Dan mengambil secarik kertas yang ada di atas meja yang tidak jauh darinya. Dengan kertas dan pensil itu, ia menuliskan satu kata “Sahara”. Tangannya yang gemetar dan air mata yang menetes menambah luka di hatinya. Jiwanya bergejolak untuk memberikan sesuatu yang berharga untuk kekasihnya selain jasad busuk ini.
“Di sini lo rupanya. Gue cariin dimana-mana.” Mike mendekati Sahid. “Sahara? Gue penasaran
seperti apa sih dia.”Sahid meletakkan botol minumannya. “Dia beda. Dia beda dengan gadis lain. Dia sederhana juga berani. Dia nakal juga baik. Dia api juga air. Nggak ada yang seperti dia.”
“Oke. Dia sempurna, menurut lo. Tapi, gimana wajahnya?”
Sahid tersenyum tipis. “Hanya itu yang ada di pikiran lo.”
“Hmm... lupakan soal itu. Gue nggak mau bahas. Dia pasti jelek.”
“Sialan.” Mereka saling bertatapan kemudian tertawa bersama. “Lo mau bantu gue?”
Mike mengerutkan kening, “Apa?”
“Gue mau membukukan puisi-puisi ini. Gue ingin puisi-puisi ini menjadi hadiah yang sangat berharga buat dia setelah kematian gue.”
KAMU SEDANG MEMBACA
SAHID : Death in Love [COMPLETE ]
Short StoryBased on Devdas versi Indonesia. Ini bukan kisah cinta luar biasa. Hanya kisah klasik tentang cinta yang terhalang oleh adat dan strata sosial. Kisah ini mengajarkan arti kehilangan yang menyakitkan dan makna kehidupan tentang cinta. Happy reading.