Seonggok manusia sedang berjalan mondar-mandir di depan kelas seseorang yang mencuri hatinya dari tiga tahun lalu. Masih menimbang-nimbang, simpan di atas mejanya seperti biasa atau cukup ia simpan untuk dirinya sendiri saja.3 tahun terasa cepat berlalu bagi Taehyung yang tak pernah satu kali pun mendapat kesempatan berbicara dengan pemuda bermata bulat, hidung bangir, rambut hitam, tubuh semampai. Atau mungkin bisa dibilang dirinya hanyalah seorang pecundang yang tidak berani membuka obrolan, bahkan menyapa saja ia tidak punya nyali.
Namanya Jeon Jungkook, iya pemuda dengan ciri-ciri tadi adalah Jeon Jungkook. Seorang manusia yang menurutnya tidak ada kurangnya, pun tidak begitu berlebihan juga.
Cukup. Baginya Jungkook itu cukup, cukup sempurna, cukup indah, cukup membuatnya berbunga-bunga tiada henti, cukup membuatnya menderita karena dirinya sendiri yang hanya bisa menjadi seorang pengecut, cukup untuk dijadikan pendamping hidup. Halah.
3 tahun Taehyung menyimpan amplop berisi surat secara berkala. 3 tahun juga ia memberi sinyal-sinyal yang sayangnya tidak dapat ditangkap oleh Jungkook. Tidak ada satu pun dari suratnya yang dibalas oleh Jungkook. Menyedihkan, menyengsarakan, dibuat merana tiga tahun lamanya.
Banyak alasan yang membuatnya tidak bisa begitu saja menghampiri Jungkook yang sangat pintar itu. Beberapa kali memenangkan olimpiade matematika sesuai dengan jurusannya di kampus ini, aktif dalam beberapa organisasi kampus dan luar kampus. Ikut serta dalam kegiatan sosial di masyarakat yang membuat Taehyung mengerti bahwa pria seperti Jungkook ini terlalu berharga.
Pria yang bermodalkan kata-kata manis untuk mendekati serta bunga mawar merah satu tangkai hanya akan ditertawakan oleh Jeon Jungkook bagi Taehyung. Ia sudah banyak mendengar banyak kasus dari orang-orang yang cintanya ditolak mentah-mentah.
Bahkan Taehyung tau berita bahwa Jungkook juga dicap sombong karena memiliki segalanya maka menolak pria paling tampan sekampus. Curi dengar dari beberapa teman, katanya Jungkook tidak suka basa-basi. Dan memiliki pacar bukan menjadi prioritas ketika pada akhirnya Jungkook harus menangisi pria yang seharusnya tidak harus ditangisi.
Begitu tukasnya.
Ketidakpedulian Jungkook akan omongan orang-orang terhadap dirinya itu pun semakin menarik di mata Taehyung. Cuek dan galak pada hal tidak penting menjadi poin tambahan karena bagi Taehyung cerewetnya seorang Jungkook hanya akan ia nikmati sendiri.
Walaupun sejauh ini belum pernah lihat juga. Tapi cukup diimajinasikan saja di dalam kepala, direalisasikan nanti kalau sudah jadi istri.
Sayangnya Jungkook tidak tau, bahwa Taehyung lah yang akan menangis untuknya. Ah, pasti ini menggelikan untuk Jungkook. Kata-kata seperti ini tidak disukai oleh pemuda yang menurutnya cukup sempurna itu. Cukup sempurna untuk dijadikan teman hidup. Halah.
Jungkook sulit diraih, maka dari itu hanya melalui surat lah Taehyung memupuk harapannya. Melalui surat, Taehyung berharap untuk sekali saja Jungkook bisa menyadari kehadirannya.
Terdengar bodoh, dan sudah beberapa kali ada niat ingin menyudahi ini semua. Ingin mencari pengganti Jungkook saja, namun kemudian ia tidak kuasa ketika melihat Jungkook secara tidak sengaja sedang membantu Kucing di jalanan yang terlihat terluka di bagian wajah waktu itu. Bagaimana Jungkook membawa kucing itu dalam pangkuan kedua tangan.
Baginya Jungkook itu serakah, sudah indah, pintar, jago menyanyi, peduli sosial, penyayang binatang, menggenggam hatinya pula. Serakah sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Straightforward | taekook
FanfictionKamu kok ada dimana-mana sih? -oneshot[FIN]