BAB 1

20 2 0
                                    

WnH Company diberitakan sedang mencari seorang sekretaris. Berbagai informasi pun sudah tersebar, tentang kabar lowongan kerja tersebut. Ludia Pena, yang mendapat informasi bahwa sedang ada lowongan di perusahaan itu, ia langsung menyiapkan semua berkas. Tujuan Ludia sendiri bukan hanya bekerja, tetapi menyelesaikan masalahnya di masa lalunya.

"Kamu jadi lamaran kerja, kan?" tanya Reza.

Reza adalah kakak laki-laki dari Ludia. Mereka hidup berdua di kota, setelah kematian ayah dan ibunya, mereka sempat pulang ke desa. Namun beberapa tahun kemudian, mereka memilih untuk kembali pulang ke kota, karena memang sulitnya pekerjaan di desa.

"Jadi, Bang." Ludia menjawabnya cepat, ia sibuk dengan rambut dan kacamatanya.

"Uda siap belum?"

"Uda, Bang."

Motor vespa tua warna kuning lekas Reza keluarkan dari garasi rumah. Ludia pun menyusul sambil menenteng tasnya.

"Kamu gak salah dandan kayak begini? Beda banget kamu, Lud."

"Serius, Bang?"

Reza mengerutkan dahinya.

"Iya serius. Rambut kamu kenapa belakangnya keriting semua? Poni kamu lurus, terus, kan, kamu gak pakai kacamata, kenapa ini jadi pakai? Sumpah, Lud, ini kayak bukan kamu."

Memang dari segi penampilan, Ludia terlihat jauh berbeda. Setelan baju yang dikenakan juga berbeda. Dulu biasanya Ludia suka memakai gaun dan rambut lurusnya digerai. Namun sekarang, Ludia memakai kacamata, rambutnya dikeriting hingga tersisa poni yang lurus saja, dan kini ia memakai kemeja serta celana kulot. Itu semua ia lakukan juga karena sebuah tujuan.

"Yang penting tetap cantik, Bang," jawab Ludia.

Reza terkekeh lalu menyodorkan helm seraya berkata, "Kamu memang cantik, Lud. Paling cantik."

Motor vespa tua Reza pun akhirnya jalan. Sepanjang perjalanan Reza terus membuat Ludia tertawa. Baginya, tidak ada lagi tawa yang paling indah kecuali tawanya Ludia. Sementara Ludia, di sela tawanya ia sesekali memukul punggung Reza, lalu memeluknya erat karena enggan kehilangan Reza. Sekitar 30 menit, akhirnya mereka sampai di depan gerbang perusahaan.

"Semangat ya, Bang. Abang jangan lupa makan siang nanti, ya." Kata Ludia sambil melepas helm dari kepalanya.

Reza kini menangkup kedua pipi Ludia.

"Kamu juga ya, semangat!" Lagak Reza seperti hendak melepas Ludia ke medan peperangan.

Ludia berlalu dengan seringai senyum tipis, selanjutnya Ludia masuk ke kantor dan langsung menuju ruang direktur yang sebelumnya ia sudah tanyakan ke salah satu staf pegawai. Pelan-pelan, Ludia masuk dengan membawa berkasnya.

"Permisi, Pak." Ludia mendekati kursi yang ada di hadapan di direktur.

"Iya, silakan."

Ludia menghela nafas.

"Nama saya, Ludia, Pe-"

"Stop. Saya gak perlu tahu nama kamu. Tapi kamu wajib tahu nama saya. O ya, saya Arief Wijaya. Direktur WnH Company," kata Arief. "saya gak mau ribet. Kalau kamu mau jadi sekretaris saya, harus siap kerja di bawah tekanan, harus patuh, dan intinya harus tanda tangan surat kontrak. Terus satu lagi, kamu harus tahu slogan dari kantor ini," lanjutnya.

"Apa slogannya, Pak?"

"Hemat pangkal kaya. Ya sudah, tanda tangan dulu ini!" Arief menyodorkan sebuah kertas yang berisi kontrak kerja.

Ludia mengangguk. Kemudian menanda tangani kertas dari Arief.

"Ini, Pak."

"Selesai. Besok sudah mulai kerja. Sekarang keluar!"

Boss PelitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang