"Jadi, gimana rasanya?"
"Apa?"
"Jadi seorang suami."Leo menatap Abi dengan tatapan jengkel. Sahabatnya itu menyeringai kecil. Seringaian yang membuat Leo ingin sekali melempar kaleng sodanya ke wajah Abi.
"Biasa aja."
"Yakin?"
"Hm. Memangnya lo mau gue jawab apa? Menikah atau nggak, gue udah biasa sama Rere."Abi mengangguk pelan meski masih mengamati wajah Leo yang saat datang ke rukonya di jam sembilan malam seperti saat ini terlihat keruh. Dia bahkan sejak tadi terus menatap layar ponselnya yang mati.
Dan tidak lama berselang, ponsel itu menyala. Secepat kilat Leo mengangkatnya meski dengan suara ketusnya yang khas.
"Apa? Nggak, sama Abi. Ya terus?"
Abi mengernyit meski tanpa bertanya pun dia tahu siapa si penelefon itu.
Leo berdecak lalu mendengus kuat. "Kan kamu yang lebih mentengin rapat di luar jam kantor. Jadi kamu mau aku nungguin kamu di rumah kaya orang bego, sedangkan kamu lagi enak-enakan sama cowok lain?"
Sekarang Abi tahu apa masalahnya. Sambil melipat kedua tangannya tanpa mau mengalihkan perhatian dari Leo, kini lelaki itu semakin menyeringai lebar.
"Justru karena dia duda dan udah hampir kepala empat makanya aku nggak suka. Berapa kali aku bilang sama kamu, aku nggak mau kamu masih kerja di atas jam lima. Masih ngerti bahasa indonesia kan kamu?
"Re! Kamu nggak setiap hari ada sama aku. Minggu depan juga udah pergi ke- ck! Iya aku tahu tinggal beberapa bulan. Tapi- apa?! Hei, kenapa jadi kamu yang marah dan ngancem aku?!"
Dahi Leo berkerut kentara selagi mendengar ucapan istrinya. "Malam ini?! Jangan macem-macem kamu!" Leo mengacak kasar rambutnya lalu menyambar kunci mobilnya dari atas meja sebelum berdiri. Saat dia kembali bicara, suaranya terdengar lebih lunak dan lembut dari sebelumnya. "Jangan. Iya... oke... aku yang salah. Maafin aku. Aku pulang sekarang, kamu jangan kemana-mana."
Setelah memutuskan panggilan, Leo bergegas pergi.
"Hoi." Panggil Abi.
Leo sudah hampir menyentuh knop pintu, tapi terpaksa berbalik untuk menatap Abi.
"Mau kemana?"
"Pulang."
"Tumben cepet banget."Leo menghela napas gusar. "Lo tahu, Bi, nggak ada yang buat gue lebih stres dari semua anceman bini gue yang selalu mau pergi setiap kali kita berantem. Bahkan semua kasus sialan di meja gue juga nggak."
Abi tertawa pelan. "Ya terus kenapa lo mau menikah?"
Leo mengerjap sekali sebelum menjawab pertanyaan itu dengan santai. "Gue cinta dia. Mau gimana lagi." Setelah menggedikkan kedua bahunya pasrah, kini Leo benar-benar pergi, menyisakan Abi yang terkekeh pelan dan geli.
Abi menggelengkan kepala, menghisap vape di mulutnya dan membuangnya ke udara.
"Dasar bucin tolol." Gumamnya geli.
KAMU SEDANG MEMBACA
After Marriage
General Fiction"Jadi suami itu rasanya... lebih ribet dari pada hubungan gue sama Rere sebelum ini. Bukan ribet karena sikap Rere yang lebih luar biasa manja dari sebelumnya. Enggak, gue nggak pernah kesal lagi kalau Rere mau manja-manjaan sama gue. Malah gue sena...