Bulan sabit masih menunjukkan wujud peraknya. Menunggu kehadiran mentari - dia masih enggan beranjak. Menghadap dengan separuh tubuhnya ia masih tabah.
Luna memejamkan matanya dengan kepala masih memandang bulan sabit berwarna perak itu. Jantungnya masih mendebar. Bagaimana mungkin sekilas bayangan itu bisa membuatnya gugup begitu hebat?
Satu jam lagi acara peluncuran buku ajar baru untuk anak usia PAUD itu segera dimulai.Para ibu-ibu sibuk membetulkan kerah baju atau menyamaratakan kedua kepangan anak-anaknya. Sesekali terdengar suara berontak anak laki-laki meminta keluar ruangan membeli mobil-mobilan. Sedangkan di sisi lainnya para panitia sedang mondar-mandir memeriksa sound system pengeras suara serta layar besar untuk pertunjukan maha megah bagi anak-anak seusia itu.
S
emua sudah bersiap. Mikrofon telah terpajang di tengah panggung. Lampu sorot sedari tadi telah dimainkan oleh pengarah lampu di atas sana. Tidak ada lagi rengekkan bocah-bocah lucu nan menggemaskan. Seketika seisi ruangan seolah telah mengerti bahwa inilah waktunya yang ditunggu-tunggu. Akan segera dimulai!
Gadis bertopi bundar tiba-tiba menghentak panggung. Membayar segala tunggu seisi ruang auditorium seluas lapangan sepak bola itu. Bayang yang menyelinap setiap persiapan di luar tadi seperti berlalu hilang hanya sampai di kedua telingaku. Luna, bergerak leluasa memeluk seluruh sisi panggung
Anak-anak dan wali murid menikmati tontonan yang tersaji pada acara yang masih diisi oleh terampilnya Luna berdongeng bersama Embul boneka mulut lebar itu. Ia begitu mahir di sana seperti memainkan peran seorang ibu yang sedang membacakan dongeng untuk anaknya.
Aku masih mengamatinya sebelum memberikan instruksi bahwa waktu akan segara habis dengan mengangkat papan tulis kecil. Luna menyahut dengan tatapan dan senyum lebar sambil menyanyikan lagu si Kancil Mencuri Timun. Baiklah... Nyanyikan saja, dan jangan curi waktu pemain berikutnya.