Tatapannya tampak lesu, rambut panjangnya yang pirang terkibas-kibas perlahan terkena hembusan angin. Dengan menikmati sebatang sigaret ia lanjutkan lamunannya. Hari sudah larut malam, tetapi ia belum juga bisa tidur.Memang benar ia berencana tak tidur malam itu, karena rasa kantuk entah hilang kemana. Pikirannya menerobos jauh kedalam masa lalunya yang kelam tak terelakkan. Hidup diantara keretakkan keluarga dan kawan-kawan yang tak mampu mengerti akan keadaan dirinya. Dirinya dimasa lalu selalu berusaha untuk menyerah dan mengatakan bahwa lebih baik enyah sajalah dari hidup sialan mu ini. Tetapi tuhan selalu menunjukkan jalan yang lain untuknya. Mencoba mengelak dari kerumitan hidupnya, alih-alih nasib berkata lain, proyek iseng-iseng bermusik bersama dua temannya membawa dirinya berdiri diatas mahkota musik. Sang penyendiri yang berkeinginan menghilang dari dunia ini kini menjadi sorotan dunia dalam hal tren tutur kata, fashion, passion dan musik. Dengan segala keberutalannya ia selalu menampilkan lagu yang bersaratkan sebuah satir. Dunia nyata yang ia buat serius dan tiba-tiba ia tertawakan tanpa henti-hentinya selalu ia tampilkan di lirik-liriknya, kemarahan yang amat sangat ia damba-dambakan kini ia lepaskan begitu saja di tiap gig, hampir satu atau dua gitar ia hancurkan begitu saja ketika ia berkesempatan untuk tampil di gig. Kontradiksi karya dan perilakunya selalu menjadi highlight di media yang menjadi sorotan khalayak, di satu sisi ia dipuja kaum muda bersemangatkan berapi-api, disisi lainnya seperti kaum tua dan pengamat musik menghujatnya
Seakan-akan pandangan kosongnya menerawang jauh menembus langit malam, tiba-tiba suara telepon memecah keheningan malam.
Kriiiiing....., terdengar suara telepon.
Ia beranjak dari kursinya yang menghadap jendela dan berjalan menuju sumber suara itu
“halo ada yg bisa dibantu?tanyanya.
“bagaimana keadaanmu?apakah kamu tidur, makan dan beraktifitas dengan benar? kata seserang didalam telepon.
“iya aku baik2 saja, aku hanya melakukan aktivititas seperti biasa, katanya.
Tiba-tiba langsung ia tutup teleponnya begitu saja. Ia amati teleponnya dengan saksama terdiam begitu lama seraya berpikir dalam-dalam, ia banting telepon tersebut ke lantai dan menginjak-injak telepon tersebu sejadi-jadinya sampai remuk tak dikenali lagi.
Setelah peristawa itu selesai ia kedapur dan membuka lemari es untuk mengambil sebotol scoth, serta kembali menuju ke kamarnya. Setelah itu ia duduk menghadap sebuah jendala untuk meneruskan lamunannya.
Sambil menenggak scothnya ia mengambil gitar dan menyanyikan sebuah lagu dengan khidmat, hanya ia, gitar dan angin malam yang saling berbicara serta saling memahami satu sama lainnya. Dalam keheningan malam ia bernyanyi dengan suara yg hampir habis lemah.
Ia memetik gitar dengan begitu khidmatnya. Perlahan serta perlahan sampai ia beberapa detik berhenti dan menyanyikan lagu barunya.
She eyes me like a pieces when i’m weak
I,ve been locked inside your heart-shaped box for a weak
I’ve been drawn into your magnet tar pit trap
I wish i culd eat your cancer when you turn black
Ia berhenti bernyanyi sejenak seraya menyalakan sebuah rokok, setelah itu berlanjutlah sebuah nyanyian dengan judul yang benar-benar berbeda dari yang pertama.
Runny nose and runny yolk
Even if youhave a cold still
You can cough n me again
I stilll havent had my fufill
In the someday whats that sound....
Dengan suara khasnya yang serak ia menanyikan betul dengan khidmat yang melayang sampai lagu tersebut usai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heart-Shaped Box
Short Story"kisah ini terinspirasi oleh tokoh musisi grunge yang hidup dibawah tekanan kepopulerannya sehingga mengakibatkan dia despresi dan berakhir tragis".