"Kau memang brengsek!"
Pemuda itu refleks memejamkan mata saat gadis cantik dihadapannya dengan sengaja menyiramnya. Pekikan yang nyaring membuat kesemua mata memandang meja tempat mereka berada. Menghela napas, pemuda itu dengan santai mengusap wajahnya. Seolah tak terjadi sesuatu, bahkan tak peduli saat gadis yang beberapa menit lalu masih menyandang status sebagai kekasihnya meninggalkannya dengan uraian air mata.
Ini biasa terjadi, biasa dia alami, menjadikannya salah satu alasan yang membuatnya tak peduli. Dirogohnya saku celana, mengais ponsel keluaran terbaru dan mendial salah satu nomor yang berada dalam daftar kontaknya.
"Yobosseo..."
"Hyung, mau keluar?"
Menghela napas, sosok disebrang sana menjawab lugas. "Kau tahu aku tidak bisa kan Tae,"
Taehyung, nama pemuda yang dijuluki titisan dewa itu menggumam lesu. "Ayolah hyung, sekali-kali terima ajakan mainku. Namjoon hyung sudah sangat pintar, tak perlu terus-terusan belajar."
"Ini sudah malam, aku harus menjaga adikku. Kau tahu itu kan," sebelum Taehyung kembali menggerutu Namjoon menyela pemuda itu, "Kau putus lagi dari pacarmu?" tembaknya tepat sasaran.
Taehyung mendecak kesal, di seberang sana Namjoon pun turut melakukan hal yang sama. "Kau menangis memintaku datangpun aku tidak akan datang."
"Astaga hyung, aku tidak sedang menangis."
"Datang saja ke tempatku. Akan ku kirimkan lokasinya."
Taehyung mengerjab. Mencerna jikalau telinganya salah dengar. "Hyung minta aku datang ?"
"Itu jika kau mau. Sudah! Kututup teleponnya."
Sambungan itu terputus. Menyisakan Taehyung yang memandang layar ponselnya dengan mata memicing tajam. Namjoon benar-benar mengirimkan alamat rumahnya tak lama setelah itu. Ini pertama kalinya Namjoon memberikan alamat rumahnya pada teman-temannya. Pemuda tinggi dengan dimple di kedua pipinya itu tak pernah sekalipun mengundang teman-temannya mampir ke rumah.
Namjoon terasa amat sulit didekati. Pertama kali Taehyung mengenalnya hampir satu tahun silam, saat itu Taehyung memadang Namjoon sebagai pria jenius yang sombong. Tak pernah mau berkumpul dengan teman maupun juniornya di luar acara kampus. Tapi setelah keduanya terjebak hujan deras di halte depan kampus, Taehyung mengetahui alasan mengapa seniornya itu tak banyak memiliki waktu luang untuk bersenang-senang, Taehyung melihat dengan mata kepalanya sendiri Namjoon yang berjalan mondar-mandir dengan wajah khawatir. Saat Taehyung bertanya, Namjoon bilang jika dia kehabisan daya baterai ponselnya. Hujan begitu deras, bus yang ditunggu tak kunjung datang, sedangkan dia memiliki adik yang sedang menunggunya pulang.
Diam-diam saat itu Taehyung menyesalkan mobilnya yang sedang masuk bengkel. Dia menawari Namjoon untuk menghubungi adiknya dengan ponselnya, dan pemuda tinggi itu menerima bantuan Taehyung dengan tangan terbuka.
"Yobosseo... ahh! Hyung sudah pulang? Syukurlah... aku benar-benar khawatir. Tidak tidak! Aku akan menunggu bus datang. Hyung dirumah saja. Tidak apa-apa, aku ada teman,"
Taehyung mengerjab saat Namjoon meliriknya. Pria itu menunjukkan lesung pipinya dengan wajah luar biasa lega. Sejak saat itu keduanya semakin dekat. Pandangan Taehyung tentang Namjoon berubah seketika. Namjoon bukanlah pria arogan yang tak butuh teman, dia hanya seorang kakak yang memiliki tanggung jawab pada adiknya. Setelah kematian kedua orang tua mereka 3 tahun silam, Namjoon berusaha memenuhi kebutuhan psikis yang dibutuhkan adiknya.
Mengulum senyum, Taehyung mengantongi kembali ponsel itu dalam saku celana. Membayar pesanan dan melenggang keluar restoran.
.