Udara dingin menyelimuti kota Bandung dini hari ini. Disebuah ruko tiga pintu berlantai tiga di kawasan jalan Gedebage, Ujung Berung, Bandung, seorang pria tertidur pulas di atas kursi kerjanya. Posisi tidurnya tampak seperti murid SMP yang tertidur di dalam kelas sewaktu jam istirahat, karena dini hari tadi habis menonton pertandingan Liga Champion hingga hampir pagi. Ia duduk di atas kursi kerja, dengan tubuh yang membungkuk dan bagian kepalanya berada diatas meja kerjanya beralaskan lengannya sendiri.
Lampu di dalam ruangan mati. Di luar, bintang-bintang tampak gemerlap di sekeliling bulan yang memancarkan sinar dinginnya. Cahayanya yang menembus jendela tidak cukup untuk menimbulkan bayangan, tetapi cukup untuk memberikan penerangan.
Pria itu terbangun dalam keadaan terkejut ketika alarm yang berada di atas meja —tepat di depan wajahnya—, berbunyi menimbulkan suara kriingg super nyaring, dengan durasi yang mengerikan.
Bunyi yang memekakan itu sontak membuat tubuhnya tegap seketika, dan perlu sekitar tiga puluh detik, hingga akhirnya ia menyadari kegelapan di sekelilingnya. Siapa yang terakhir kali meninggalkan kantor lalu lupa menghidupkan lampu? tentu saja diriku sendiri, pikirnya, kemudian tergelak dengan ucapannya sendiri. Kemudian tangan kanannya meraih tombol alarm dan mematikannya. Sunyi...
Sejenak pria itu menikmati keheningan disekitarnya. Cahaya bulan yang menerobos masuk dari jendela, menciptakan cahaya remang-remang yang menyinari seluruh ruangan, dan cahaya itu hampir menenangkan.
Dingin, ia membatin, sambil melipat kedua tangannya di depan dada. Ya ialah dingin, namanya juga Bandung. Kalo yang gak dingin tuh namanya Neraka, batinnya lagi, lalu terkekeh.
Lalu ketika ia kesadarannya sudah sepenuhnya kembali dari alam mimpi, "Hmmm... Valentine," ucapnya pelan. Pikirannya membawanya kembali ke petang yang menggairahkan hari ini. Saat dirinya memasuki sebuah lounge hotel bintang empat. Bagaimana tidak? Ada seorang wanita, berpostur tinggi semampai, rambut hitam pekat tergerai melebihi pundak, duduk dengan kaki bersilang di meja tepat di depan mejanya. Nama wanita itu Valentine, dan ia berhasil mendapatkan nomor teleponnya (dengan susah payah).
Hal yang selanjutnya terjadi adalah fantasi liar tentang anatomi tubuh Valentine yang digambarkan secara telanjang di dalam alam pikirannya. Sebuah halusinasi level tinggi yang hanya bisa dilakukan seorang pria mesum sejati. Pria mesum itu bernama, Hans Ryou Fraklyn. Panggil saja dia Hans, usia dua puluh delapan tahun.
Fantasi Hans tentang Valentine hampir membuatnya ereksi, kalau saja bukan karena suara dentingan pesan masuk WhasApp sebanyak tiga kali. Suara yang mengaburkan fantasinya, lalu matanya menangkap cahaya layar handphone yang menyala di atas meja kerjanya.
Hans segera meraih handphonenya, lalu menatap layarnya, tiga buah pesan masuk. Senyum mengembang di bibirnya saat mengetahui siapa yang mengirim ia pesan dini hari ini. Lalu dengan semangat yang menggebu-gebu, ia bangkit dari tempat duduknya —tak lupa ia mengucapkan bye bye valentine—, mengambil tas jinjing hitam di atas mejanya, memeriksa kunci mobil di sakunya, dan segera berjalan terburu-buru menuju pintu keluar.
Satu hal yang ia lupakan adalah, ia adalah manusia. Butuh waktu baginya untuk menyegarkan diri ketika baru saja terbangun dari tidur singkatnya, dan kondisi itu diperparah dengan keadaan ruangan yang gelap. Tentu saja dia akhirnya tersandung kaki meja yang berada di dekat pintu keluar, membuatnya terdorong dan menabrak tembok. Telapak tangannya menekan kuat paku yang tertempel di tembok dan dia berteriak, "bangsat!" di dalam gelap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Frisha [+21]
Mystery / ThrillerAdult content! (21+) PEMBACA HARAP BIJAKSANA!!! Frans Tonio Fasca, pria tiga puluh tahun yang di juluki lelaki berdarah dingin dalam sekejap bisa jatuh hati kepada seorang wanita yang ternyata sedang menyamar menjadi penjaga kasir di sebuah mini mar...