"Kisah Kim Dan Djit"

809 0 0
                                    

Judul : Kisah Kim Dan Djit.

Ditulis Oleh : Yuvina/Ingrid Jiu.

Singkawang, Kalimantan Barat, Indonesia.

Pertengahan Tahun 1974.

Gadis itu berumur 20-an. Berparas cantik, berkulit sedikit gelap dan bertubuh langsing dengan tinggi badan semampai, rambutnya yang panjang dan hitam pekat alami, oleh jaman sekarang cocok dijadikan model untuk iklan shampoo. Bibirnya yang berkulit tipis tampak sangat manis ketika sebuah garis senyuman tengah ia lengkungkan di bibirnya apalagi ditambah dengan sederet gigi indahnya yang rata dan putih menjadikan wajahnya semakin menawan.

Ia bermarga "Lay" Dengan nama lengkap "Lay Kim Moi" Tetapi dalam kesehariannya ia dipanggil Kim. Ia berperangai lembut, penyayang dan berkeinginan untuk mandiri. Hanya sayang karena orang tuanya bukanlah orang yang berada, maka Kim hanya dapat menyelesaikan pendidikannya di bangku Sekolah Menengah Pertama kelas 1, itu pun tidak selesai, padahal Kim masih ingin sekali untuk sekolah. Maklum di jaman 70-an, selain ekonomi keluarga yang masih sangat sulit juga adat Cina kuno yang masih kental melekat dalam pribadi setiap orang, apalagi orang-orang tua yang rata-rata merupakan generasi pertama atau kedua orang Cina yang mendarat di Kalimantan Barat, Pontianak, membuat mereka sungguh enggan untuk menyekolahkan anak-anaknya, terutama anak perempuan, karena mereka beranggapan anak perempuan sekolah tinggi-tinggi juga akhirnya hanya mengasuh anak dan mengurus dapur. Beda dengan anak laki-laki yang merupakan tiang penyangga bagi keluarganya sebagai pihak pencari nafkah.

Rumah itu sedikit anker jika dipandang lama. Terletak di desa Kaliasin yang mayoritas berpenduduk orang Cina khususnya suku Hakka, berjarak 3 km dari kota Singkawang. Dari jalan besar masuk melalui sebuah jalan kecil berpasir putih yang di kiri dan kanan terdapat banyak pohon kelapa yang tinggi. Jalan kecil tersebut berjarak sekitar 300m dari jalan raya. Rumah kayu nan tua itu dibangun dengan ketinggian sekitar hampir 1m dari permukaan tanah. Selain besar, juga luas dan panjang bak istana. Dikelilingi beratus-ratus pepohonan yang tinggi dan lebat. Bukan hanya itu, di pinggiran rumah juga terdapat pohon yang dijadikan pagar tinggi menyerupai kandang, termasuk di dalamnya kandang ayam, bebek dan juga babi. Untuk keamanan, istana itu dijaga oleh berpuluh-puluh ekor anjing yang garang. Jika malam tiba hanya gelap gulita yang ada, maklum daerah itu belum juga dialiri listrik. Maka tidaklah heran jika hari mulai gelap nyamuk-nyamuk nakal pun mulai berpesta. Di istana itulah Kim berdiam bersama keluarga besarnya. Kedua orang tuanya dan saudara laki-laki beserta keponakan-keponakannya. Kim memiliki dua orang kakak perempuan yang kini menetap di Jakarta, dan seorang kakak laki-laki yang telah memiliki empat orang anak, yaitu Bun, Nga, Cie dan Lu, dan dalam hitungan beberapa bulan mendatang, mereka akan segera memiliki adik lagi yang kini tengah dalam kandungan.

Di siang hari suasana rumah kayu itu terasa adem, angin yang bertiup menembus celah-celah pohon sibuk menggoyangkan dedaunan, membuat hawa suasana terasa sejuk dan nyaman. Dari arah pintu besar masuk, rumah itu memiliki tiga kamar tidur yang besar, lurus ke samping terdapat dapur yang besar juga termasuk sebuah meja makan kayu yang tidak kalah besarnya. Dari pintu samping kecil itu menuju ke kandang ayam dan bebek, juga kebun. Dari arah dapur menuju pintu kecil tepatnya di belakang dapur, terdapat tumpukan kayu bakar guna sebagai alat pembakar untuk tungku api. Dengan jarak kurang lebih 150m, beralaskan jalan berupa bekas pohon kelapa, di situ terdapat sebuah sumur yang dibingkai kayu bersegi empat seadanya dengan kedalaman kurang lebih 200m, di samping sumur terdapat sebuah kamar mandi yang terbuat dari kayu, di dalamnya diletakkan sebuah drum plastic yang sangat kumal dengan corong seng menuju ke sebuah lubang yang menghadap ke luar, yaitu dijadikan tempat aliran air sumur yang ditimba dengan ember yang juga tidak kalah kumalnya. Maklum, begitulah kehidupan di kampung apalagi di dalam pelosok desa kaliasin seperti ini.

Ayah Kim adalah seorang pekerja karet. Sedangkan ibunya bertani. Di samping itu mereka juga memelihara babi, ayam dan bebek. Begitulah keseharian dalam kehidupan mereka. Termasuk Kim yang harus bangun pagi untuk membantu ibunya. Dari menghidupkan api dengan kayu bakar dan memasak makanan untuk babi, menimba air di sumur sampai mengasuh keponakan yang sangat disayanginya. Ia juga gemar bermain dengan teman-temannya, dan setiap sore ia harus berangkat ke kota Singkawang dengan bersepeda kaki untuk mengikuti kursus menjahit.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 24, 2010 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

"Kisah Kim Dan Djit"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang