#1 Putri Bintang Ayuna

631 39 2
                                    

Jika saja aku tahu bahwa saat kau melempar senyuman, duniaku akan dilanda kekacauan.

.
.
.

Ayuna.

Putri Bintang Ayuna.

Gue udah sering mendengar namanya terselip diantara omong kosong Jayendra.

.
.
.

Saat itu kami masih berada di semester dua, dimana atas ide tolol gue yang mengajak Jayendra si bule kesasar dan Sandhi si mahasiswa teladan untuk gabung mengerjakan tugas akhir MPK Bahasa Inggris, demi melibas habis kelompok lain dan mendapatkan nilai sempurna.

Perpaduan yang sempurna bukan? Sandhi dengan otak encernya digabung dengan Jayendra, dan gue yang bahasa inggrisnya ga jelek-jelek amat gini, kami medapatkan nilai sempurna dari dosen MPK kami setelah kelompok kami jadi pemenang debat bahasa inggris sebagai nilai UAS.

Tapi dibalik semua hal yang diperoleh, pasti ada harga yang harus dibayar.

Gue mau gak mau diseret Jae kemana-mana sebagai salah satu  kamus berjalan miliknya, karena dia yang lebih fasih bahasa Mars ketimbang bahasa Indonesia. Karena menurut Jae, bahasa inggris gue lebih fasih ketimbang mahasiswa lain, dan juga karena Sandhi menolak permintaannya itu.

Ya, gue jadi kamus berjalan.

Dan kamus berjalan lainnya, adalah Ayuna.

.

“Mampir ke kosan temen gua bentar ya, gua mau ambil buku.”

Gua menoleh ke arah Jayendra, yang sedang mengemas barangnya.

Setelah sparing basket tiga ronde dengan anak fakultas sebelah, rasanya kaki gue udah mau lepas. Gue udah ga punya tenaga yang tersisa untuk mampir sana sini. Tapi berhubung gue nebeng ni kunyuk, ya mau gimana lagi.

“Jangan lama ya. gue udah gerah gini.” Ketus gue sambil ngelap keringet yang dari tadi kayaknya ga berhenti ngucur dari seluruh pori-pori badan gue.

“Iya cerewet sekali anda.”

Gue ngakak. Baku banget bahasa manusia satu ini.

Kami berjalan ke parkiran, mengarah ke motor matic Jae yang diparkirnya di bawah pohon beringin. Tiap sparing gue lebih sering nebeng dengan Jae, karena pada kenyataannya setelah sparing gua bakalan capek banget, dan sesekali nyusahin dia buat nganter jemput gua gapapa lah, sekali kali.

Jae menyempatkan mampir ke Indomaret untuk membeli beberapa cemilan sebagai biaya tutup mulut gue. Jaga-jaga agar gue ga ngomel panjang nanti.

Jayendra mengendarai motornya perlahan, melewati jalan-jalan yang familiar buat gue.

Dan gue telat sadar, kosan yang kami tuju ternyata berada di belakang kosan gue. memang harus memutar agak jauh, tapi tetap aja kedua gedung kost itu bersebelahan. Tau gitu gue turun di depan aja, trus lanjut pulang jalan kaki.

Setelah memarkir motor, kami mendaki tangga naik ke lantai tiga. Gue sedikit takjub karena ternyata yang kami masuk ini adalah kosan putri, dan bebas akses. Padahal biasanya kosan putri cukup ketat dalam menerima tamu.

Kami disambut oleh gadis berambut pendek sebahu, yang dipanggil Jae sebagai Yuna. Oh ini gadis yang sering disebut Jae dalam cerita ngalor ngidulnya itu.

“Masuk dulu.” Katanya, mempersilahkan Jae dan gue masuk ke kamar kos-nya yang., bisa dibilang cukup luas, ketimbang kamar kos gue.

“Na, kenalin ini Bagas.”

“Oh ini toh, serep gue.” Gadis itu tertawa, manis banget. “Gue Ayuna. Senior lo di kancah persilatan kamus berjalan Tuan Jayendra.” Dia tertawa lagi.

Gue menyambut jabatan tangannya dan menyebutkan nama gue. Cukup lama untuk sebuah jabatan tangan perkenalan, sebelum akhirnya dia menarik tangannya dan meninggalkan kami ke dapur.

Jae sudah berjongkok di depan rak buku kecil disamping kasur, mengambil beberapa buku yang gue kenali sebagai novel karangan Murakami. Sementara gue memilih untuk duduk di dekat pintu. Keringat gue udah kering, tapi duduk di dekat pintu lebih adem dengan angin sore yang berhembus perlahan.

Gue tadinya nyangka bahwa Ayuna ke dapur dengan tujuan memberikan kami minum, tapi gue salah. Dia kembali dengan jaket di tangan.

“Gua ke Indomaret bentar ya.” Gadis itu mengambil kunci motor Jae yang tergeletak sembarang di kasur.

“Lah? Ini gua sama Bagas udah mau balik!” Protes Jae.

Tapi pernyataan itu tidak digubris oleh Ayuna, gadis itu melanjutkan memakai sandal. “Bentaran doang, nyet. Gua beli roti Jepang doang. Bocor gini gue!”

Ayuna pergi meninggalkan Jae yang dengan wajah bodohnya bertanya apa itu roti Jepang, sementara gue terguling karena tergelak tertawa.

.
.
.

Sejak kejadian ‘roti jepang’ itu, gue dan Jayendra jadi sering nongkrong di kosan Ayuna. Selain karna bebas akses dan lokasinya yang paling dekat dengan kampus, dia juga punya unlimited stock makanan bagi mahasiswa kelaparan macem gue. Dia juga ga pernah rewel atas kedatangan kami.

Sandhi yang kala itu sibuk sebagai junior di BEM pun sering ikut nongkrong di kosan Ayuna. Sebenernya sih karena mau nginep di kosan gue, tapi berhubung gue masih adem ayem mabar sama Jae disitu, jadi dia mau gak mau ikutan nongkrong disana sampe malem.

.
.
.

Gue ga tau sihir apa yang dimiliki gadis itu. Tapi yang pasti, gue sudah terlalu nyaman dengannya sejak pertama kali kita kenalan.

Beautiful LiarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang