Satu.

13.7K 82 21
                                    

Memasuki tahun ketiga hubunganku dengan Pak Sugi mulai goyah.

Beberapa kali aku coba mengajaknya bicara namun selalu saja ia tepis. Dia selalu mengatakan kalau hubungan kami baik-baik saja. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Telapak tangannya pasti menyentuh lembut wajahku meredam semua kecemasan yang berkecamuk didalam kepala.

Seringnya dia pergi dinas keluar kota membuat jurang pemisah diantara kami semakin lebar. Aku tetap berpikir secara waras. Memberikan kabar juga bertanya kabar. Namun Pak Sugi membalas seperlunya. Ramah-tamah yang selalu ia tunjukan padaku mulai luntur. Biasanya dia sering hadir kini mulai jarang. Komunikasi juga mulai berkurang. Seperti menghindar.

Tiap sudut rumah terasa kosong. Gelak tawa yang menghiasi kini pergi. Malam dingin. Tubuh yang biasa kupeluk entah dimana. Kasur terasa lebar untuk tubuhku yang sendirian terbaring. Suara dengkuran yang selalu menemaniku tidur sekarang membisu. Aku rindu.

Aku tak sanggup marah. Aku tak pantas mengatur. Aku tak mempunyai hak yang lebih. Aku hanya seseorang yang hidup didalam dunianya yang kecil. Aku sebatas lelaki yang mencintai lelaki,kenyataan hidupku masihlah tidak diterima. Hubunganku dan Pak Sugi disembunyikan. Tidak sepantasnya disandingkan dengan manusia lain. Aku hanyalah seseorang yang ia simpan sebagai fantasi.

Menuju angka 3 bukan sekedar angka. Itu semua adalah waktu. Waktu yang aku berikan kepada Pak Sugi. Masa,masa dimana aku dan Pak Sugi menaruh rasa percaya,mengiyakan kalau kami saling memilki. Belajar untuk memepertahankan hubungan sampai berlajut. Hubungan yang cuma kami berdua yang menjalani.

Menuju angka 3 berarti juga kami melepas ego kami. Menghentikan sikap main-main kami. Membuang jauh-jauh rasa curiga. Dan mempercayakan masa depan bersama.

Seketika diperlakukan seperti ini aku merasa bodoh. Takut kalau Pak Sugi hanya bermain-main selama tiga tahun ini. Cemas kalau aku sudah tidak "sebagus" dulu. Khawatir kalau aku sudah tidak layak "pakai". Benci dan rindu berkerubung. Mendorongku untuk bertindak.

Banyak alasan untuk meninggalkan Pak Sugi namun langkahku berat untuk menjauhi pria yang sudah mengisi hidupku selama ini. Kebimbangan disepanjang jalan menghantuiku.

Foto kami berdua yang tergeletak diatas bufet membuatku enggan untuk menutup mata. Meradang namun aku tetap menanti. Yakin untuk tubuh tambun Pak Sugi akan pulang kerumah ini,lagi. Mencumbu wajahku yang sembab. Menutup malam dengan kasih. Masihlah menanti...

*
*
*

Pernah berpikir 'tuk pergi
Dan terlintas tinggalkan kau sendiri
Sempat ingin sudahi sampai di sini
Coba lari dari kenyataan

Tapi ku tak bisa jauh jauh darimu
Ku tak bisa jauh jauh darimu

Lalu mau apa lagi
Kalau kita sudah gak saling mengerti
Sampai kapan bertahan seperti ini
Dua hati bercampur emosi

Tapi ku tak bisa jauh jauh darimu
Ku tak bisa jauh jauh darimu

Sabar sabar aku coba sadar
Sadar sadar seharusnya kita sadar
Kau dan aku tercipta
Gak boleh terpisah

Dan tak bisa jauh jauh darimu
Ku tak bisa jauh jauh darimu.

-SLANK-
_________________






Aku memiliki kebebasanku sendiri. Tiada orang yang repot-repot bertanya; aku dimana,bersama siapa,pulang jam berapa,sedang berbuat apa. Aku diperbolehkan melakukan apapun yang aku ingin lakukan. Tiada hakim lagi yang menentukan mana benar mana salah. Aku keseorangan dengan diriku sendiri.

Menanyakan kabar Pak Sugi tetap kulakukan. Kebiasaan itu tidak hilang walau Pak Sugi sengaja menghilang. Aku tau semua itu adalah usaha yang sia-sia namun jari jemariku tanpa diperintah akan sendirinya mengucap salam kepadanya. Karena bertanya kabar sudah menjadi tradisi antara kami.

Sebagian diriku sudah mengakui kalau tidak lagi di inginkan oleh Pak Sugi. Karenanya aku biarkan raga dan jiwa mengalir menentukan sendiri kemana akan berlabuh...

Menepi sejenak ke Yogyakarta. Kota yang sangat aku inginkan untuk suatu saat nanti aku bisa menikmati hidup. Banyak alasan yang membuat aku betah berada disini. Salah satunya adalah penduduknya yang ramah. Tutur kata dan budi pekerti masyarakatnya masih membumi. membuatku merasa aman dan selaras.

Sudah lama sejak terakhir kali menginjakan kaki di kota Yogya. Ada perubahan yang kutemui namun tidak banyak. Yogyakarta tetap kota istimewa. Aku pergi kewarung langgananku untuk makan gudeg. Aku tidak sabar untuk menyantap Krecek - makanan favoritku! Sepiring gudeg komplit ditemani teh manis hangat membuatku lahap. Kenikmatan yang tiada tara! Matahari terik tidak menyurutkanku untuk menikmati hidangan khas Yogyakarta.

Setelah kenyang aku mulai berkeliling kota. Mengunjungi tempat-tempat yang biasa ku kunjungi. Mereka tiada satupun yang berubah. Mempertahankan ke-kuno-an mereka. Menjaga keaslian mereka. Walau dunia sudah menuju modernisasi mereka tidak secuilpun cemburu. Ke-jadul-an merekalah yang membuatku selalu rindu untuk datang lagi dan datang lagi.

Perjalanan rekreasi ini setidaknya mampu mengobati jiwaku yang terluka. Melupakan sejenak lelaki yang sedang mencampakan diriku. Sesekali bayangan Pak Sugi nampak namun selalu kutepis. Aku tak ingin dirinya yang tidak bersamaku merusak rekreasi yang sedang kumilki. Sedih itu personal dan bersenang-senang adalah hak semua manusia.

ANGKA 3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang