rantipole'01

1.3K 230 28
                                    

Ketukan seirama ujung sepatu yang terus mengetuk pada pijakan. Seorang pria berdiri tegap namun dengan raut yang penuh keraguan—di depan gerbang besi raksasa dengan tulisan 'Electro' di pusatnya.

Jarang sekali Ia rela pergi keluar dari kawasannya bila bukan untuk pendidikan. Namun, kali ini pria bernama lengkap Yoon Seobin itu tengah berada tepat di depan gerbang utama Klan Petir.

Tentu saja Ia tidak diperbolehkan masuk, Ia bukan orang penting atau apapun itu yang punya akses bebas keluar-masuk kawasan orang lain. Ia juga bukan orang bodoh yang akan mempertaruhkan nyawa hanya untuk menyelinap masuk begitu saja.

Seobin hanya tengah menunggu seseorang untuk bertemu dan membicarakan beberapa hal.

Tidak perlu untuk masuk kedalam kawasannya, karena saat orang yang hendak ditemui nya menyetujui untuk kembali bertatap muka saja, Seobin rasanya sudah sangat bersyukur.

Kepala Seobin yang semula menunduk, kini mendongak kala gerbang raksasa itu terbuka sedikit. Darisana keluar seorang pria dengan kulit pucat yang amat sangat dia kenali.

Pria itu meremat erat coat yang digunakannya. Sore ini terasa begitu dingin, dan bertemu si pemuda telekinesis di depannya malah memperburuk suasana.

Dagu pria yang lebih pendek dari Seobin terangkat, menambah kesan angkuh yang sudah secara alami terlukis di wajah nya.

"Apa mau mu?"

Dialog barusan sama sekali bukanlah suatu kalimat untuk pembuka obrolan yang baik. Nafas Seobin tercekat, kala pria yang dirindukan nya itu memasang raut tidak bersahabat. Seharusnya, Ia tahu, bahwa kakak kesayangan nya bukan lagi sosok yang dulu seringkali Ia jadikan panutan.

"Kak..." Seobin berujar lirih. Telapak tangannya berusaha menggapai lengan pucat Wooseok yang detik itu langsung menghindar.

"Katakan saja apa mau mu."

Senyuman miris terulas dari bibir Seobin. Bahkan, kini Ia tidak dapat menyentuh saudara nya sendiri.

"Kembalilah." Seobin berujar, berusaha to the point.

Namun yang Ia dapatkan adalah seringai meremehkan. Wooseok mundur dua langkah dari tempatnya berpijak, Ia menatap Seobin dengan tatapan sulit dipercaya.

"Kembali? Kembali ke tempat dimana semua orang membuangku? Dimana semua orang menganggap ku beban keluarga? Dimana semua orang menganggap ku pria lemah yang terus bersembunyi dibalik punggung adik kecil nya? Bercanda mu tidak lucu."

Dapat dilihat, Wooseok memejamkan mata nya sesaat setelah mengucapkan kalimat tadi dalam satu tarikan nafas. Namun, setelah itu netranya kembali terbuka. Ada sepasang tangan yang mengenggam lembut tangan kecil nya.

"Kak Wooshin.. Tangan kakak dingin." Sahutan lirih Seobin kembali menarik Wooseok kepada kenyataan. "Aku... aku rindu... kalau kakak tidak mau kembali... lebih baik kakak membawa ku pergi juga darisana.. aku lelah. jiwa dan raga ku seperti di pasung. Dipaksa untuk menjadi yang paling sempurna. Aku tidak tau harus bagaimana. Biasanya aku selalu bercerita kepada kakak, sekarang sudah tidak ada lagi yang mau mendengarkan ku," Lelaki Yoon itu serta merta mengeratkan genggaman tangannya.

Ingin sekali Ia selalu menganggap bahwa yang ada di depan nya adalah si adik kecil yang selalu merengek jika dimarahi sang ayah, bukannya ksatria kebanggaan klan telekinesis.

Seharusnya, Ia tetap memandang Seobin dengan cara yang sama. Seobin tidak pernah salah. Tekanan Wooseok disana karena kemampuannya selalu berada di bawah sang adik, bukan salah Seobin. Bukan salah Seobin pula kala Ia mendapatkan gelar 'ksatria terbaik' tiga tahun silam, dan membuat Wooseok tambah merasa tertekan karena terus di diskriminasi, entah oleh keluarga dan lingkungan sekitar. Seobin tidak salah. Bahkan, saat Wooseok memutuskan untuk pergi dari klan asalnya, Seobin adalah satu-satunya yang menumpahkan air mata.

rantipole, pdx101Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang