Sebuah Medali

15 0 0
                                    

Setiap orang memiliki mimpi yang luar biasa yang ingin mereka wujudkan. Walau terkadang kecewa karena harapan mereka yang terlampau tinggi sehingga sulit untuk diwujudkan oleh karena itu saat harapan mereka hampir terwujud rasa senang yang mereka rasakan bagaikan tak tertandingi dengan yang lain. Begitu juga dengan Cerel Harianto anak kelas 11 IPA 4 ini.

Rasa senang atas tawaran yang di berikan ketua kelasnya untuk mengikuti olimpiade matematika merupakan suatu hal yang luar biasa baginya. Karena mimpi yang ia dambakan untuk mengikuti perlombaan tersebut dapat terwujud dan bakat yang ia miliki dapat tersalurkan.

Namun ada sesuatu yang mengganggu dalam pikirannya sehingga ia harus mengatakan sesuatu yang berbeda dengan isi hatinya "maaf tirsa aku tidak bisa masih banyak teman lain yang lebih pantas dari pada aku" tapi tirsa tau kemampuan cerel lebih dari yang lain dan dia pantas untuk ikut dalam perlombaan itu, bahkan ia juga bisa di bidang lain seperti fisika, astronomi, dan kimia, sayangkan jika bakat yang ia miliki tidak tersalurkan.

Oleh karena itu tirsa terus memaksa cerel untuk ikut bahkan di tengah perbincangannya dengan cerel banyak suara teman - temannya yang "cerel bagaimana jika kamu di astronomi saja sama seperti aku belajar tentang bintang dan benda luar angkasa lainnya, pasti keren" "ia, atau fisika saja cerel" "jangan kimia saja" bahkan teman - teman sekelasnya yang di utus mewakili kelas ingin cerel bergabung bersama mereka."ya sudah tirsa aku ambil fisika saja" "boleh kan cikal?" kata cerel akhirnya. "ya ialah malahan lebih baik jika ada kamu".

Di rumah dia terbayang – bayang akan pilihannya dan ia sadar akan apa yang seharusnya ia pilih tadi. Tapi terlambat ia sudah membuat keputusan, tapi menurutnya belum ada kata terlambat sebelum ia mencobanya.

Keesokan harinya ketika sampai di kelas ia langsung mencari tirsa ketua kelas mereka."tirsa...." panggil cerel dengan volume suara yang lebih besar dari biasanya. "ya, ada apa?" jawab tirsa tenang beda dengan cerel. "tirs, ada hal penting yang ingin aku sampaikan kepadamu" "apa?" tanggap tirsa dengan wajah yang serius.

"tirs bagaimana jika aku mau mengganti olimpiade yang akan aku ikuti bisa tidak?" dengan penuh harap cerel menggu jawabannya, "emm... memangnya kamu mau ganti apa?" jawab tirsa dengan ragu – ragu "matematika? Bisa?" "nah kan sudah aku bilang kemarin kamu saja yang tidak mau mendengarkanku" "jadi bisa tidak?" tanya cerel penasaran.

"aku juga tidak begitu tau karena nama – nama yang akan mengikuti OSN sudah aku masukkan pada pengurus osis" "em... bagaimana jika kamu tanyakan saja pada pengurus osis, mungkin mereka bisa membantumu" saran tirsa pada cerel. "baiklah akan ku coba" jawab cerel dengan begitu lesunya.

"cerel.." panggil tirsa buru – buru sebelum cerel beranjak jauh darinya. "ya" "cerel coba kamu tanya saja langsung kepada ketua tim study clup matematika saja kan lebih baik" saran tirsa kemudian. " ya kamu benar tirs, baiklah akan aku tanyakan".Setelah itu cerel memutuskan untuk bertemu dengan natali saat istirahat berlangsung.

Teeet..... jam istirahat berbunyi cerel segera bergegas untuk menemui Natali. Ia mencari Natali ke ruang kelasnya tapi tidak ada, di ruang study clup, perpustakaan, kantin, bahkan teman - temanya tidak melihatanya setelah ia keluar saat bel istirahat dibunyikan.

Cerel mulai putus asa dan memasrahkan diri, sehingga ia memutuskan untuk kembali kekelasnya. Di kelas cerel sangat terkejud dengan apa yang di lihatnya "Natali..." panggil cerel histeris. "kenapa cerel?" "biasa saja panggilnya tidak perlu sehisteris tadi". "begini ada hal penting yang ingin aku sampaikan padamu" kata cerel akhirnya dengan volume suaranya yang lebih kecil dan hampir seperti berbisik. "ia ada apa?" tanya natali penasaran. "begini Nat bisa tidak aku masuk timmu?" dengan penuh harapan cerel menanti jawaban dari Natali untuk mengatakan ya. "emm begini ya cerel kan waktu untuk persiapannya tinggal sebulan, jadi kami membutuhkan orang yang memang benar – benar ahli di bidang ini, dan juga anggota kami sudah lengkap". Cerel hanya diam dan hanya bisa katakan "ya baiklah aku pergi dulu ya" "cerel maaf ya" "ia tidak apa – apa ".

Sedih, frustasi, kecewa, semuanya terasa sangat menyakitkan setelah mendengar ucapan natali tadi. Cerel merasa seperti orang yang benar – benar bodoh. Memang dia tau dia jarang mendapat prestasi di kelas akhir – akhir ini tapi menurutnya setidaknya dia tidak sebodoh pandangan natali kepadanya. Dia di kelas sangat aktif dalam mata pelajaran itu.

Dengan kekecewaan dan kesedihan yang ia alami terlebih perkataan Natali tadi dia menganggap semua itu sebagai motivasi untuk membuatnya maju. ia mulai mengambil sebuah kertas, alat tulis, dan buku latihan soal matematika sambil dalam hatinya ia berbicara dengan Tuhan tentang apa yang terjadi padanya. namun perkataan Natali terus saja menghantui pikirannya, sampai saat mengerjakan soal matematika pun ia sempat meneteskan air mata.

Tanpa ia sadari ada seseorang yang memerhatikannya dari tadi, sahabatnya neil. Neil tau apa yang di rasakan cerel sekarang karena ia telah mengenal cerel lebih dari empat tahun. Neil tau cerel sekarang membutuhkan seorang teman untuk di ajak bicara.

"cerel..." panggilnya lembut sambil duduk di samping cerel, cerel hanya mengangkat kepalanya dengan lesu dan menatap neil dalam diam dengan mata yang berkaca – kaca. Disana neil tau seberapa dalam kesedihan dan kekecewaan yang dialami cerel. "apa yang terjadi?" cerel hanya diam tanpa kata dan terus memandang neil. "baiklah,tenangkan dirimu, dan bisakah kamu menceritakannya kepadaku?" tanya neil penuh pengertian. Cerel hanya menganggukkan kepalanya, dan setelah dia tenang ia mulai menceritakan kejadian yang ia alami pada neil.

"terus kamu mau ikut olimpiade apa sekarang?" tanya neil hati – hati tak ingin mengingatkannya pada kejadian yang ia alami. "aku juga tidak tau, mungkin aku tidak akan mengikuti satu pun dari semua yang diolimpiadekan" jawab cerel lemah. "bagaimana jika kamu masuk tim fisika saja bersama aku, kan kamu suka menghitung dan pandai menganalisis" tawar neil dengan penuh semangat. "emm... memangnya anggota tim kamu belum lengkap?" "sudah sih, tapi kan lebih banyak lebih baik" kata neil meyakinkan. "memangnya boleh?" tanya cerel penasaran. "ya, ialah boleh pasti anggota tim yang lain senang sekali" jawab neil dengan senangnya. "sebentar ada pertemuan setelah pulang sekolah, jangan lupa ya" kata neil sebelum ia meninggalkan cerel yang ia yakini sudah tenang.

Tok..tok..tok... dengan ragu cerel mengetuk pintu di hadapannya, dan tiba –tiba terdengar suara dari dalam "masuk..". "hai.." sapa cerel kepada orang – orang yang memandanginya sejak dia masuk, sampai terdengar suara "cerel akan bergabung dengan tim kita" lanjut neil mencairkan suasana. "ayo cerel duduk sebelahku saja" ajak Tasya.

Mereka mulai mengerjakan soal – soal OSN tahun – tahun sebelumnya dengan semangat dan diselingi dengan canda tawa yang membuat cerel merasa kehadirannya tidak mengganggu dan diterima dalam tim ini.

Hari dimana usaha yang ia lakukan akan diuji telah tiba hingga membuatnya sangat gugup. Ia memasuki ruang kelas untuk mengerjakan soal – soal OSN fisika yang dapat dikatakan sangat sulit dan untuk mendapatkan juara pun sangat mustahil. Ia melihat disekelilingnya penuh dengan orang – orang yang sangat serius mengerjakan soal – soal itu, dan membuatnya sangat khawatir, namun ia tetap percaya diri dan menyerahkan semuanya kepada Tuhan. sehingga saat bel tanda selesai berbunyi ia pun sudah selesai mengerjakan soal – soalnya.

Satu bulan berlalu sampai waktu pengumuman hasil lomba tiba dan apa yang terjadi cerel menjadi satu – satunya siswa disekolahnya yang masuk ke tingkat provinsi walaupun dengan peringkat ke dua, dan berhasil masuk ketingkat nasional dan meraih medali emas.

Sebuah MedaliWhere stories live. Discover now