Sekolah Dasar

23 0 0
                                    

Di suatu pagi...

Ayah saya membawaku ke kepala sekolah dasar dengan mengendarai sepeda motor Bebek yang sangat hits waktu itu untuk mendaftarkan saya sebagai siswa baru disekolahnya, ketika itu umur saya 6 tahun, saya telat mendaftar 1 tahun dan menjadi salah satu siswa paling senior di kelas waktu itu.

"Assalamu'alaikum" Ayahku sambil mengetok pintu.

"Waalaikumsalam pak silahkan masuk" Pak Kasek mempersilahkan untuk duduk.

"Saya mau daftarin anak saya untuk sekolah di sekolah bapak" Ayahku tanpa basa basi.

"Oh boleh pak, dengan senang hati, sebentar saya ambil dulu bukunya pak" Katanya dengan tersenyum.

Disela waktu Pak Kasek mengambil buku, ada seorang anak bernama Bayu berumur 6 tahun, dia menanyakan beberapa pertanyaan kepada saya dalam bentuk soal, seakan-akan dia sedang mengetes saya sebelum masuk sekolah.

"Hey kamu.... coba berhitung satu sampai sepuluh" Katanya sambil melotot.

"Iya........ eeeeee satu, du.. dua, tiga puluh dua, tujuh, empat, sepuluh.... eee" Kata saya sambil gemeteran.

"Salah.... kamu gak boleh sekolah" dengan suara menggeram dan mata melotot.

Saya merasa takut waktu itu dan tak lama kemudian Pak Kasek datang membawa buku dan menulis nama Gian Anggara Pratama. Dan sesaat kemudian saya sah sebagai siswa baru di sekolah tersebut.

"Sekolah adalah ruang kompetensi, bila kita masuk kedalamnya, maka keajaiban mampu tercapai"

Dihari pertama saya sangat bersemangat, saya sekolah jalan kaki bersama teman kelas saya yg bernama Alvian, Rangga, dan Tama serta bersama teman seniorku. Ketika itu uang jajan saya adalah seribu rupiah, dan itu cukup untuk membeli bubur satu porsi, gorengan lima biji, dan itupun masih menyisakan, walaupun tidak banyak.

Saya masuk kelas dengan semangat. Saya berkenalan dengan banyak teman baru, bercanda, dan melakukan beberapa permainan. Dan tak lama kemudian ibu guru pun masuk, berkenalan dan mengetes siswa nya untuk berhitung dari satu sampai sepuluh. Kali ini saya tidak takut, karena semalam saya diajarkan menghitung oleh kakak saya, saya benar-benar belajar dengan sungguh-sungguh, karena saya tidak mau menjadi orang paling bodoh di kelas.

Ibu pun mengetes siswa dari kiri depan.

"Namanya siapa dek?" Mengusap rambut.

"Raindani" siswi menatap mata ibu.

"Silahkan berhitung" memencet pulpen dan siap untuk menilai.

"Ssss... satuuu..., eeee... empat, delapan, sepuluh, udah bu" katanya sambil gemeteran.

Saya benar-benar tidak menduga bahwa siswa-siswi lain pun tidak bisa berhitung, saya merasa tenang dan merasa percaya diri untuk berhitung. Sampai datanglah bagian saya.

"Sudah siap?" Ibu bertanya sambil tersenyum.

Dengan lantangnya saya menjawab.
"Satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, delapan, sembilan, sepuluh." sambil tersenyum.

"Hebat kamu, nama kamu siapa?" Ibu memuji dan tersenyum.

"Anggara bu" dengan senang hati.

Seisi kelas pun menepuk tangan dan melihat saya setelah saya berhitung.

"Awal merupakan momentum paling penting untuk membuat kedepannya menjadi lebih mudah, maka lakukanlah dengan baik, dan jila telat maka perbaikilah"

Dersik KlandestinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang