Awal. Masih hangat. Secangkir coklat panas datang bersamaan dengan langkah kaki seorang pemuda. Ia gagah namun malu. Jalan tanpa melirik sedikitpun orang orang yang berlalu lalang di dekatnya.
Hujan kali ini berhasil. Berhasil membuat sosok pemuda itu mau pergi dari istananya yang nyaman. Ada banyak rapalan doa untuk hujan kali ini.
Gadis yang duduk di dekat kaca menyunggingkan senyum pahit. Ia telah selesai menunggu. Hujan memang membuat semuanya tenang.
Aroma coklat panas dan kopi susu beradu jadi satu. Menjelaskan bahwa sejatinya kopi selalu memiliki aroma yang pekat. Gadis selalu paham. Mereka berbeda. Gadis suka perbedaan tapi tidak dengan perpisahan.
Baginya kopi hanya akan menunda sesuatu untuk di istirahatkan. Sedangkan coklat selalu mengistirahatkan sesuatu yang bisa di tunda.
Tentu. Semesta ga semulus itu untuk mendapatkan orang yang setuju dengan presepsinya. Seperti gilang. Ia benci hal manis. Baginya coklat terlalu sendu. Rasa kopi yang kuat membuat peminumnya senang berlama lama hanya untuk tertawa.
Padahal setiap manusia ga butuh coklat atau kopi kalau hanya untuk tertawa.
Gilang menatap gadis lama.
Tak ada pergerakan dari tubuh wanita itu. Ia tetap menatap lekat coklatnya yang masih mengepul dan tangan gilang di samping cangkir kopinya.
Gadis bingung. Kenapa harus gilang.
"sorry dis" ucap gilang lemas.
Gadis tetap diam. Ia kecewa. Tapi kenapa harus kecewa. Bukannya ini yang dia mau.
"dis bicara" ucapnya sambil menyentuh tangan gadis.
"gapapa lang. Gua kaget aja sorry."
Ungkap gadis tulus. Tapi masih menyakitkan."tapi kenapa dis?" tanya gilang.
Sunyi. Rasanya gadis hanya ingin di temani. Bukan di intimidasi. Gilang terus menanyainya. Gadis ga bisa untuk berkata jujur. Ia benci pada dirinya.
"lang. Putus aja ya?" pinta gadis.
Gilang langsung menegang. "dis?gua baru jalan 2minggu dan apa alasannya lu minta gua putus sama dia??" cerca gilang penuh emosi.
Gadis menangis. Ia menangis kenapa dirinya egois.
"sorry lang gua takut dia ga bisa terima gua yang apa apa gua butuh luu lang!" jawab gadis lemah.
"gadis look at me! Dia baik dis ga kayak yang lain dia ngerti gua juga punya lu sebagai sahabat gua. Dia ngerti kita yang udah dari kecil dis"
"semuanya juga lo bilang baik dan dia beda!! Tapi lo ga ngerti perasaan gue nantinya kalau kalian terlalu jauh!" seru gadis meninggikan suara.
"lo egois dis kalau gua harus putus hanya karena lo takut kehilangan gua." ucap gilang. Punggung yang awalnya gagah terlihat lesuh. Gilang tak tau ketakutan gadis.
"yaudah piii--ll" ucapan gadis terpotong.
"apa?! Lo minta gua milih ? Lo atau dia? Jelaas dis disini lo menang kenapa masih ditanya sih?!!" ucap gilang frustasi.Gadis diam. Menatap mata coklat itu.
Gilang mendekat mensejajarkan matanya dengan milik gadis.Sayu. tak ada tanda bahagia di mata sayu itu. Gilang mencoba meyakinkan, dengan memberi senyum terbaiknya.
"gadis, trust me. Everything will be okay. " ucap gilang pelan.
Gadis terisak.
Dering hp gilang berbunyi. Tertera nama cewe itu.
"dis?" tanyanya meminta persetujuan.
"angkat aja"Gilang berjalan menjauh. Disini terlalu bising atau tidak ingin gadis mendengar percakapan mereka.
"dis udah selesai minumnya? Balik yuu gua anter"
Gadis merapihkan tasnya. Hendak mengeluarkan uang untuk membayar, namun terhenti.
"udah gua bayar kita balik aja" ajak gilang menarik tangan gadis. Gadis mengikuti langkahnya.
Sepertinya semesta tak berpihak pada gadis. Ia belum bisa berdamai dengan perempuan itu.
"dis di belakang ya?" ucap gilang memohon. "kenapa lang?" tanya gadis bingung. "ad--" pintu mobil depan terbuka. Menunjukan siapa orng di dalamnya.
Gadis menatap gilang meminta penjelasan. Tak ada yang di ucapkan gilang.
Pergi dis pergi. Ucapnya dalam hati. Namun enggan kakinya kaku.
"hai gadis kan?" sapa wanita itu.