25. Shadows That Meet

46 13 1
                                    

Pertemuan Tzuyu dan Yuna: Bayang-Bayang yang Bertemu

Setelah Tzuyu memilih Yugyeom dan Yuna menemukan cinta baru dengan I.N, kehidupan mereka berjalan di jalur yang berbeda—tapi Universitas Hanbit, dengan taman, lapangan, dan memorinya, tak pernah benar-benar membiarkan mereka terpisah sepenuhnya. Pertemuan tak terduga antara Tzuyu dan Yuna akhirnya terjadi, membawa mereka pada percakapan yang penuh emosi, nostalgia, dan pengertian baru tentang luka dan kebahagiaan yang mereka bagi.

Suatu sore yang cerah, Tzuyu berjalan ke taman kampus—tempat yang kini jadi bagian dari cerita cintanya dengan Yugyeom. Dia memakai gelang baru dari Yugyeom, tangannya memegang buku yang dia baca separuh, pikirannya melayang ke ciuman di bawah hujan dan janji mereka. Di bangku di bawah pohon maple, dia melihat Yuna—duduk sendirian dengan buku sketsa di pangkuan, pensil di tangan, menggambar sesuatu dengan senyum kecil di wajahnya.

Tzuyu ragu sejenak, tapi ada dorongan di hatinya untuk mendekat—mungkin untuk menyelesaikan sesuatu yang tak pernah selesai. "Yuna…" panggilnya pelan, dan Yuna menoleh, terkejut tapi tak ada ketegangan di matanya—hanya kelembutan yang baru. "Kak Tzu… kamu di sini?" tanyanya, suaranya ceria tapi ada rasa hati-hati. Tzuyu tersenyum kecil, "Boleh aku duduk?" Yuna mengangguk, menggeser buku sketsanya, dan Tzuyu duduk di sampingnya, udara sore terasa hangat di antara mereka.

Hening menyelimuti mereka beberapa saat, hanya suara angin dan daun-daun yang bergoyang. Yuna memecah keheningan lebih dulu, "Kak Tzu… aku denger kamu sama Kak Yugyeom sekarang. Aku… aku seneng buat kakak," katanya, nadanya tulus, matanya menatap Tzuyu dengan kehangatan. Tzuyu menunduk, tangannya memainkan gelang di pergelangannya. "Makasih, Yuna… aku sama Yugyeom—aku ngerasa aku ketemu tempat aku. Tapi aku… aku nggak tahu apa kamu benci aku, setelah semua yang terjadi," akunya, suaranya pelan, penuh penyesalan.

Yuna menggeleng cepat, tangannya menyentuh lengan Tzuyu dengan lembut. "Kak Tzu, aku nggak pernah benci kakak. Dulu aku suka Kak Yugyeom—suka banget sampe aku nangis tiap malam. Tapi aku tahu dia cuma lihat kakak… dan aku udah terima itu. Aku nggak nyalahin kakak," katanya, senyumnya kecil tapi penuh kedamaian. Tzuyu menatapnya, air mata kecil menggenang. "Aku minta maaf, Yuna… aku tahu aku nyakitin kamu, meski aku nggak sengaja. Aku cuma takut—takut sama apa yang aku rasain."

Yuna tertawa kecil, "Kak, kita sama—aku juga takut. Aku takut aku nggak cukup buat Kak Yugyeom… tapi sekarang aku nggak takut lagi. Aku ketemu Kak I.N, dan dia… dia bikin aku ngerasa aku cukup apa adanya." Tzuyu tersenyum mendengar itu, ada lega di dadanya. "Aku denger dari I.N… dia bilang kamu bikin dia nyanyi lagi. Aku seneng, Yuna—dia pantes dapat seseorang kayak kamu," katanya, nadanya lembut tapi penuh rasa bersalah yang tersisa.

Yuna membuka buku sketsanya, menunjukkan gambar yang dia buat—pohon maple dengan empat bayang-bayang samar di bawahnya, mewakili mereka berempat: Tzuyu, Yugyeom, I.N, dan dirinya sendiri. "Kak Tzu… ini kita dulu, ya? Banyak luka, tapi aku pikir kita semua ketemu tempat kita sekarang," katanya, jarinya menelusuri garis-garis sketsa itu. Tzuyu memandang gambar itu, air matanya jatuh perlahan. "Kamu bener, Yuna… aku sama Yugyeom, kamu sama I.N—kita butuh waktu, tapi kita sampai di sini."

Yuna menatap Tzuyu, matanya penuh pengertian. "Kak Tzu… aku pernah iri sama kakak—kakak cantik, kakak pinter, Kak Yugyeom sama Kak I.N suka kakak. Tapi sekarang aku nggak iri lagi… aku suka lihat kakak bahagia," katanya, nadanya tulus. Tzuyu tersenyum, tangannya memegang tangan Yuna. "Aku juga suka lihat kamu bahagia, Yuna… kamu bawa cahaya buat I.N, sesuatu yang aku nggak bisa kasih. Makasih udah jadi kamu," jawabnya, suaranya serak tapi penuh kehangatan.

Yuna mengeluarkan bunga dandelion kecil dari saku jaketnya—bunga yang sama dia beri I.N—dan menyodorkannya ke Tzuyu. "Kak Tzu… ini buat kakak. Aku pikir kita kayak dandelion—terbang jauh, tapi akhirnya ketemu tempat mendarat," katanya sambil tersenyum manis. Tzuyu mengambil bunga itu, memandangnya dengan mata berkaca-kaca, lalu tersenyum kembali. "Kamu bener, Yuna… kita terbang jauh, tapi kita mendarat di tempat yang bener. Aku harap kamu sama I.N selalu bahagia," katanya, nadanya penuh harapan.

Yuna bangkit, memeluk Tzuyu dengan erat—pelukan singkat tapi penuh makna. "Kak Tzu… kita udah selesai luka-lukaan ya? Sekarang waktunya senyum," katanya sambil tertawa kecil, dan Tzuyu mengangguk, tertawa bersamanya—tawa yang ringan, yang membawa kedamaian. "Udah, Yuna… sekarang waktunya senyum," jawabnya, dan mereka duduk bersama di bawah pohon maple, memandang langit sore yang perlahan berubah jingga, damai di hati mereka akhirnya tercipta.

Sebelum berpisah, Yuna berkata, "Kak Tzu… kalo Kak Yugyeom sama kakak ke rooftop lagi, bilang aku sama Kak I.N titip salam ya?" Tzuyu tersenyum, "Pasti, Yuna… kalo kamu sama I.N ke studio, bilang aku titip salam buat dia." Mereka berpelukan lagi, lalu berjalan ke arah yang berlawanan—Tzuyu ke lapangan untuk Yugyeom, Yuna ke studio untuk I.N—dengan hati yang ringan, meninggalkan bayang-bayang masa lalu di bawah pohon maple yang diam.

To Be Continued...

Tangled Hearts (✔️)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang