Kencan Romantis Yuna dan I.N: Bintang, Nada, dan Gairah
Setelah menghadiri pernikahan Yugyeom dan Tzuyu, Yuna dan I.N merasa hubungan mereka semakin erat—cinta mereka yang lahir dari sketsa dan lagu kini tumbuh jadi sesuatu yang lebih dalam, lebih nyata. Untuk merayakan ikatan mereka dan melarikan diri dari hiruk-pikuk kampus, mereka merencanakan kencan romantis di tepi danau kecil di luar kota—tempat yang tenang, jauh dari keramaian, di mana bintang-bintang dan nada gitar I.N bisa jadi milik mereka berdua sepenuhnya.
Awal Kencan: Malam di Tepi Danau
Malam itu, Yuna dan I.N tiba di danau saat matahari baru saja tenggelam, langit berubah jadi kanvas ungu dan biru tua, bintang-bintang mulai bermunculan. Yuna membawa keranjang kecil berisi sandwich keju, kue cokelat buatannya, dan termos teh hangat—sentuhan khasnya yang selalu bikin I.N tersenyum. I.N membawa gitarnya, selimut tebal, dan lampu lentera kecil yang dia gantung di dahan pohon rendah di tepi air, menciptakan cahaya redup yang hangat.
"Kak I.N… aku suka tempat ini—tenang, kayak cuma kita berdua di dunia," kata Yuna sambil membentangkan selimut di rumput, matanya berbinar memandang danau yang memantulkan bintang. I.N duduk di sampingnya, tersenyum lembut, "Aku pilih ini buat kamu, Yuna… aku mau kita punya malam spesial—cuma kita, nggak ada yang lain," jawabnya, nadanya polos tapi penuh cinta, tangannya meraih tangan Yuna dan menggenggamnya erat.
Mereka duduk berdampingan, Yuna menyandarkan kepalanya di pundak I.N, membuka keranjang untuk mengambil sandwich. "Kak… makan dulu—aku bikin ini pake hati, biar kakak tambah sayang sama aku," katanya sambil tersenyum manis, menyodorkan sandwich ke mulut I.N. I.N menggigitnya, matanya menyipit senang, "Yuna… kamu bikin aku nggak bisa nolak apa-apa dari kamu—aku udah sayang banget, loh," katanya, lalu mencium pipi Yuna pelan, membuat Yuna tersipu dan tertawa kecil, "Kak I.N… jangan gombal, aku malu!"
Nada dan Bintang: Romansa yang Tumbuh
Setelah makan, I.N mengambil gitarnya, memetik nada lembut yang dia tulis khusus untuk malam ini—lagu tentang "bintang kecil yang jatuh ke hatinya". "Yuna… ini buat kamu—aku bikin pas aku mikirin kita di pernikahan kemarin," katanya, suaranya hangat, jari-jarinya menari di senar. Liriknya sederhana tapi penuh perasaan, "Bintang di matamu, bawa aku pulang… kamu cahaya aku, di malam yang panjang…" Yuna mendengarkan, tangannya menutup mulut, air mata kecil menggenang karena terharu.
"Kak I.N… lagu ini bikin aku ngerasa aku spesial banget—aku suka kakak, suka banget," bisiknya, matanya memandang I.N dengan cinta yang tak disembunyikan. I.N berhenti memetik, meletakkan gitar di samping, dan menatap Yuna dengan mata penuh kelembutan, "Yuna… kamu spesial—kamu bikin aku ngerasa lagu aku punya rumah. Aku suka kamu—lebih dari apa pun," katanya, tangannya menyentuh pipi Yuna, jarinya membelai lembut kulitnya yang hangat.
Yuna tersenyum, lalu—with a burst of courage—bergeser lebih dekat hingga lutut mereka bersentuhan, tangannya naik ke pundak I.N. "Kak… aku mau deket sama kakak—lebih deket dari biasanya," katanya, nadanya lembut tapi ada hasrat yang terselip, wajahnya memerah di bawah cahaya lentera. I.N menatapnya, jantungnya berdetak kencang, "Yuna… kamu bikin aku nggak bisa mikir jernih—aku juga mau deket sama kamu, selalu," jawabnya, lalu menarik Yuna ke pangkuannya dengan gerakan yang lembut tapi tegas, membuat Yuna tersenyum malu tapi bahagia.
Ciuman Panas: Gairah yang Membara
Mereka saling memandang dalam diam beberapa detik, angin malam mengusap rambut Yuna yang terurai, danau di belakang mereka memantulkan bintang seperti cermin. "Kak I.N… aku boleh cium kakak?" tanya Yuna, suaranya hampir berbisik, matanya penuh keberanian dan hasrat. I.N tersenyum kecil, tangannya naik ke leher Yuna, menariknya lebih dekat, "Yuna… aku yang pengen cium kamu dari tadi—boleh aku duluan?" katanya, nadanya rendah, dan sebelum Yuna menjawab, dia sudah mencondongkan wajahnya, bibir mereka bertemu dalam ciuman pertama malam itu—lembut, hangat, tapi penuducingin.
Ciuman itu cepat berubah—dari lembut jadi panas, penuh gairah yang tak tertahan. Yuna membalas dengan semangat, tangannya mencengkeram pundak I.N, bibirnya menekan lebih keras, napasnya tersengal saat dia mengerang pelan di sela ciuman, "Kak… aku suka kakak—aku mau lebih." I.N mengerang rendah, hasratnya terbangun oleh keberanian Yuna, tangannya melingkar di pinggang Yuna, menariknya hingga tak ada jarak di antara mereka. "Yuna… kamu bikin aku gila—aku mau kamu, sayang," bisiknya, pertama kalinya dia memanggil Yuna "sayang", dan kata itu seperti bensin di api mereka.
Ciuman mereka semakin dalam—bibir I.N menjelajahi bibir Yuna dengan lapar, lidah mereka bertemu dalam tarian yang penuh keinginan, tangan I.N naik ke rambut Yuna, mencengkeram lembut sambil menariknya lebih erat. Yuna membalas dengan sama ganasnya, tangannya turun ke dada I.N, merasakan detak jantungnya yang liar, tubuhnya menekan tubuh I.N hingga selimut di bawah mereka kusut. "Kak… aku ngerasa panas—aku suka gini sama kakak," katanya di sela napasnya yang tersengal, wajahnya memerah, matanya gelap dengan hasrat.
I.N tersenyum di bibirnya, napasnya berat, "Sayang… kamu bikin aku nggak bisa berhenti—aku mau cium kamu sampe bintang jatuh semua," bisiknya, lalu menciumnya lagi—ciuman yang panas, basah, dan penuh gairah, tangannya memeluk Yuna erat, seperti tak ingin ada apa pun yang memisahkan mereka. Mereka terhanyut dalam momen itu—dunia hanya milik mereka, danau jadi saksi bisu, bintang-bintang di atas jadi penutup malam yang membara.
Setelah Ciuman: Kelembutan yang Tersisa
Setelah gairah mereka sedikit mereda, Yuna dan I.N terdiam, masih di pangkuan satu sama lain, napas mereka perlahan tenang. Yuna bersandar di dada I.N, tangannya memainkan kancing kemeja I.N, "Kak… aku nggak nyangka ciuman kakak bikin aku ngerasa gini—aku mau tiap kencan kita kayak gini," katanya, nadanya manis tapi ada nada nakal. I.N tertawa kecil, tangannya membelai rambut Yuna, "Sayang… aku juga—kamu bikin aku lupa nyanyi, cuma mau cium kamu terus," jawabnya, lalu mencium kening Yuna dengan lembut, kontras dengan panasnya ciuman sebelumnya.
Mereka berbaring di selimut, Yuna meringkuk di samping I.N, tangan mereka saling bergandengan, memandang bintang di atas. "Kak I.N… aku suka kakak—dari lagu pertama sampe ciuman ini," bisik Yuna, matanya penuh cinta. I.N menoleh, tersenyum, "Sayang… aku suka kamu—dari sketsa pertama sampe selamanya. Kita bikin lagu sama ciuman kita sendiri ya?" katanya, nadanya penuh janji. Yuna mengangguk, "Deal, Kak—tiap malam sama kakak jadi bintangku."
Malam itu, mereka tertidur di tepi danau, lentera kecil masih menyala redup, danau memantulkan bintang, dan cinta mereka—manis, panas, dan abadi—bersinar lebih terang dari apa pun di langit.
To Be Continued...

KAMU SEDANG MEMBACA
Tangled Hearts (✔️)
FanfictionCinta Segitiga sudah biasa. Bagaimana dengan cinta segiempat??? !@#$%&*