Darah katanya harus lebih kental daripada air, adat dan kebiasaan haruslah temurun, mesti berpagar jelas agar generasi kedua tak melintas batas.
Itu kata eyang sepuh, kala Putri mengeluh perihal kenapa dia diharamkan main di sungai seperti anak desa lain, kenapa sehabis sekolah ia harus lekas pulang dan ikut memindai catatan keuangan di perangkat komputer yang harusnya ia gunakan bersenang-senang.
Putri, si siswa SMA kelas 11. Otaknya sudah mampu menimbang laku orang tua, dan bagaimana ia diperlakukan. Bapak bersikeras, kalau ia harus seribu kali lebih berkelas dari anak desa lain. Ia anak saudagar beras, pasarnya selingkup peta Indonesia, bahkan menyeberang ke Irlandia. Alhasil, ia tak punya teman.
Pukul 10 tepat, Putri sedang di kantin, makan seorang diri. Ditaruhnya tas bermerek di lantai dengan sembarang, yang sedetik kemudian menjadi musabab seorang siswa jatuh tersungkur. Dia si Budi, anak guru bahasa Indonesia berkacamata bundar.
"Aduh maaf neng Put." lirih si Budi sambil meringis.
"Ih Budi! Ini aku yang salah!" serunya kesal.
"Nggak neng Put, aku yang nggak liat."
Kadung kesal, selepas si Budi berdiri, ia dorong pundaknya hingga oleng lebih parah lagi, lalu bergegas misuh mengabai reaksi pasang mata, hingga tak sadar menabrak sosok tinggi di batas teritorial kantin.
"Dek, kamu cantik. Tapi perangaimu itu kaya tahi Kuda." Putri melongo, bukan marah tapi kelewat bahagia, makian pertamanya ternyata di umur ke-16.
Selepasnya, ia menjerit kesal saat netra menangkap si pemaki yang beradu salam dengan Kepala Sekolah dan segerombol orang di lapangan, lalu menghilang diangkut mobil yang melaju sedang.
Dia itu salah satu mahasiswa ITB yang selesai penelitian di sekolahnya. Tapi, siapa namanya? Berapa nomor teleponnya? Lalu ia menyesal karena selama ini abai saja.
Putri belum tahu saja, setiap frasa 'terlambat' selalu beriring kesempatan kedua. Beberapa tahun lagi, ia akan tahu kalau nama si pemaki adalah 'Arjuna', di kereta Kahuripan tujuan Jogjakarta.

KAMU SEDANG MEMBACA
PUTRI ARJUNA
General Fiction'Pertemuan kita yang ketiga, empat dan kesekian, kamu yakin, cuma kebetulan?' --- Tulisan ini saya buat untuk diikut sertakan dalam sebuah event sekitar satu tahun yang lalu. Walaupun ceritanya ber-chapter ini bukan novel yang punya alur runtut. Se...