Alkisah, di negeri yang permai, hiduplah seorang pria paripurna. Wajahnya termasyhur tampan luar biasa. Dia gemar berguru, dipikulnya ilmu pengetahuan dengan sukacita, disandanya gelar Prabu Karitin berkat jasa melenyapkan Niwatakawaca, pun memimpin Amarta dengan bijaksana. Perangainya halus membius, senyumnya merekah membuta netra. Tak ayal, satu, dua, tak terbilang wanita terpanah hatinya. Namanya adalah Arjuna.
Terbilang dua kali dalam sehari, eyang putri berceloteh perihal tokoh masyhur di dunia pewayangan, adalah saat Arjuna hendak tidur di malam hari, pun siang hari, berlangsung sampai Arjuna berumur 15.
Namanya adalah Arjuna, ia yang kini matang, paham betul musabab bapak menamainya serupa tokoh wayang yang terkenal tampan dan bijaksana, agar dia menjadi serupa.
Sayang, seperti halnya Prabu Pandu Dewanata yang cacat karena kena kutuk. Arjuna juga punya bapak yang cacat. Menjadi tersangka korupsi saat berada di kursi wakil rakyat, dibui hingga dia lulus SMA. Arjuna yang digadang tanpa cela, punya noktah di kening berkat sang bapak. Label kentara, 'Anak sang koruptor'.
"Aku ra galem dolan karo anak koruptor." komentar si ketua murid, saat Arjuna SD.
"Koruptor itu tikus, perlu di racun." penjelasan guru PKN dengan kerling mata tajam menghunus Arjuna, si murid SMP.
"Hukum Indonesia memang reyot. Dihukumnya koruptor cuma bilangan tahun. Harusnya sampai mati." kena sindir pula dia di bangku SMA.
Noktah di kening tak juga pupus sampai akhirnya sang bapak bebas. Warta memang lindap, kerugian negara lunas, tapi tuai sinis masyarakat masih mencerca. Katanya, daging Arjuna halal disayat, karena tumbuh dengan duit rakyat.
Akhirnya, ia kuliah di Bandung tanpa restu bapak. Mengambil jurusan 'Arsitektur', bukan 'Politik' seperti sang bapak, karena buatnya politik itu tahi kucing.
Nanti. Selepas Arjuna lulus kuliah, dia akan berbincang dengan si gadis Sunda yang kali keduanya ia temui di kereta Kahuripan tujuan Jogjakarta. Namanya Putri. Katanya, "Kebencian malah bikin masnya kayak zombi. Bukan cuma noktah sebiji, tapi berbij-biji."
KAMU SEDANG MEMBACA
PUTRI ARJUNA
General Fiction'Pertemuan kita yang ketiga, empat dan kesekian, kamu yakin, cuma kebetulan?' --- Tulisan ini saya buat untuk diikut sertakan dalam sebuah event sekitar satu tahun yang lalu. Walaupun ceritanya ber-chapter ini bukan novel yang punya alur runtut. Se...