PROLOG

20 7 0
                                    


"Wleee

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Wleee." Rasanya mual. Terlalu menekan dengan rasa ingin muntah. Seluruh isi perutku terasa terdorong hingga ke kerongkongan. Tanganku bertengger menahan bobot tubuh di samping westafel. Merasa sedikit pening, namun hanya cairan bening yang keluar. Aku benci saat-saat seperti ini.

Kalian pikir aku hamil?

Tidak. Selaput daraku bahkan masih terjahit sempurna.

Aku merasa tertekan. Rencanaku gagal. Apa yang aku inginkan tidak tercapai. Aku benci hal ini. Sangat benci. Bagaimana bisa semua tidak berjalam dengan lancar? Memikirkan hal ini membuatku kembali mual. Semua harus diluruskan.

Aku tidak puas, maka dari itu, aku akan kembali dan meluruskan segalanya.

Kuputar kepalaku melihat sesuatu yang dari satu jam lalu sudah tidak bergerak. Tidak berguna. Terlalu membosankan. Saat aku berbalik dan melangkah mendekatinya, aku menyesal karena membuka sepatuku tadi, membuat kaus kakiku basah dengan cairan menggenang dari arah sesuatu tersebut.

"Sial!" belum hilang rasa mualku, kini aku harus membeli lemon untuk mencuci kaus kaki baruku yang berumur satu minggu.

Karena sudah terlanjur basah, aku kembali melangkah. Menatap sesuatu itu dengan seksama. Memeriksa bahwa dia benar-benar tidak bergerak. Aku tersenyum akan hal itu. Merasa sedikit puas. Gagalnya rencanaku memang sangat menyebalkan, tapi itu semua sedikit terobati saat melihat dia di hadapanku dan tidak bergerak.

Saat hanya berjarak sekitar 30 centi di depannya, aku berjongkok. Mendekatkan kepalaku. Mencium bau amis yang menguar dari tubuhnya. Ini menyenangkan. Aku bahagia saat menghirupnya. "Sudah kukatakan bahwa kau tidak bisa melawanku. Kau tidak akan bisa mengkhianatiku, Billy. Aku tahu semuanya. Aku tahu kau mengatakan pada jalang itu bahwa aku mencoba merebut bajingannya."

Sial! Mengingat hal itu membuatku kembali mual. Aku benci kegagalan.

Tanganku terulur. Menyisir rambut pendeknya yang basah dan meninggalkan jejak merah di tanganku. Kurasakan kulit kepalanya yang terbuka. Keras dan lembek terasa dari dalamnya. Dengan gemas aku menekannya, namun tidak ada reaksi apa-apa dari Billy. Dia tetap diam.

"Hey," panggilku menatap matanya yang masih terbuka. Mata hijaunya menatapku hampa dan tak berarti. "Aku tidak berencana membunuhmu, tapi kau berencana merusak rencanaku." Tanganku meremas rambutnya, membuat cairan merah kental yang terus keluar dari kepalanya yang terbelah, terperas seperti memeras handuk basah.

Darahnya menggenang di telapak tanganku. "Jadi," lanjutku sambil mengusap ubun-ubunnya, "jangan salahkan aku, jika setelah ini Bibi Mary mencarimu sampai gila."


Gimana?

Tertarik baca selanjutnya?

Jangan lupa Vote dan Comment okee

The DisorderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang