(19)

3.6K 296 22
                                    

"Ma! Gimana bisa Mama minta aku ngebatalin pernikahannya disaat semua tamu undangan udah ada di depan? itu nggak mungkin." Untuk siapa gue bersikap sejauh ini, kalau sampai pernikahannya batal, rasa malu yang harus Mama tanggung akan separah apa?

"Kenapa nggak mungkin? Kamu belum menikah jadi apanya yang nggak mungkin?" Mama nanya beneran karena nggak tahu atau memang nggak mau tahu, gue nggak akan membatalkan pernikahannya, kalau dari awal gue mau batal, gue nggak harus buang-buang tenaga sampai hari ini.

"Kalau sampai pernikahannya batal, Mama bakalan gimana? Aku nggak mau Mama sakit lagi, aku nggak mau." Gue udah mikirin ini semua lama jadi tetap nggak mungkin.

"Jadi kamu menjadikan Mama alasan untuk semua sikap egois kamu sekarang?" Tanya Mama dengan tatapan yang sangat kecewa.

"Aku nggak pernah mikir kaya gitu, Mama dengerin penjelasan aku dulu." Gue nggak pernah menjadikan Mama sebagai alasan, gue nggak pernah mikir kaya gitu tapi pertanyaan Mama barusan juga menyadarkan gue akan satu hal, gue memang menjadikan Mama alasan.

"Mama nggak perlu mendengarkan apapun lagi, sekarang kamu yang dengerin Mama, batalin pernikahannya, Mama nggak mau tahu, Mama nggak akan pernah membiarkan kamu menikah dengan Zian." Ucap Mama semakin berat, isi kepala gue beneran campur aduk sekarang.

Satu sisi, Fara juga coba menenangkan gue sama Mama sekaligus tapi keadaan Mama semakin mengkhawatirkan, nafasnya semakin nggak teratur dan kehadiran Juna semakin membuat gue merasa bersalah.

"Tante kenapa?" Tanya Juna yang gue balas dengan gelengan, tatapan mata gue sekarang harusnya bisa menjelaskan semuanya, Mama udah tahu Jun.

"Kalian berdua tahu tapi masih membiarkan Rana melanjutkan pernikahannya? Apa kalian juga udah nggak bisa berpikir waras? Kenapa kalian membiarkan sikap salah Rana?" Mama bahkan masih berusaha memarahi Juna sama Fara.

Melihat keadaan Mama sekarang, Juna sama Fara sepakat mengucapkan kata maaf, mereka nggak membantah atau memberikan jawaban lain, mereka tahu jelas kondisi kesehatan Mama jadi berdebat siapa yang benar atau siapa yang salah sekarang itu nggak ada gunanya.

"Tante, kita ke rumah sakit ya, aku anterin." Ajak Juna siap membantu Mama berdiri, Mama awalnya menuruti tapi berbalik memperhatikan gue yang menolak pergi, apa beneran harus batal?

"Lo beneran nggak mau ikut? Udahlah Ran, Mama lo bener, nggak ada gunanya melanjutkan pernikahan lo sekarang, bukannya lo sendiri yang ngomong, menikah atau enggak, nggak ada satupun yang bisa bikin lo bahagia, terus apa masalahnya?" Kalimat Fara malah semakin membuat Mama menatap gue tajam.

"Kirana! Apa kamu mau membantah ucapan Mama sekarang? Mama mau pernikahan batal, nggak akan ada pernikahan hari ini jadi berhenti keras kepala atau_"

"Maksudnya apa?" Gue mengalihkan perhatian dan Mas Zian sama Mamanya datang di waktu yang tepat, akhirnya semua anggota keluarga gue sama Mas Zian tahu.

.

"Ran! Lo baik?" Tanya Fara yang sekarang ikut menghembuskan nafas panjang di samping gue.

"Gimana bisa gue baik kalau keadaannya udah kaya gini Fa? Lo nggak liat keadaan gue sekarang? Gaun pengantin yang kacau, riasan yang luntur dan lo liat kita dimana sekarang, rumah sakit dan Mama yang berbaring nggak sadarkan diri di dalam udah menjelaskan semuanya." Gue mengusap air mata gue cepat.

Setelah kedatangan Mas Zian sama Mamanya, kita nggak punya pilihan selain menjelaskan semuanya, rasa kecewa, marah, terluka, semuanya campur aduk dan lebih parahnya, Mama gue jatuh tumbang, Juna dengan cepat membawa Mama ke rumah sakit dan gue nggak bisa berbuat banyak, gue cuma bisa menyesal dan berakhir kaya sekarang.

"Gue minta maaf, karena gue ngebahas masalah ini lagi, Tante jadi tahu dan semuanya berakhir kaya gini, gue yang salah." Gue menggeleng cepat, gue nggak bisa menyalahkan Fara karena ini memang bukan salahnya.

"Ini bukan salah lo, harusnya gue berterimakasih, kalau bukan karena lo terus mengingatkan gue, Mama nggak akan tahu apapun dan gue bakalan tetap menikah dengan bodohnya, gue yang salah, gue yang menjadikan kesehatan Mama sebagai alasan untuk membenarkan sikap egois gue." Gue sadar ini sekarang dan gue sangat menyesal.

"Andai waktu bisa diputar ulang, gue nggak akan milih kaya gini tapi berandai-andai adalah pemikiran yang jauh lebih bodoh, harusnya gue mikirin cara bertahan bukan malah sibuk terpuruk dalam penyesalan." Ini yang harusnya gue lakuin.

Mama berakhir di rumah sakit harusnya udah cukup menjadi tamparan bahkan peringatan keras untuk gue, nggak semua hal yang gue anggap baik akan baik dimata Mama, harusnya gue membicarakan masalah ini sama Mama bukannya sembarangan ambil pilihan jahat begini, gue menyesal dan ini adalah keadaan gue sekarang.

Gimana dengan keadaan Mas Zian, setelah keluarga tahu, Mamanya ternyata berpikiran yang sama dengan Mama gue, lebih baik pernikahannya batal dan Mas Zian tetap harus bertanggung jawab dengan Julia, terlepas dari sengaja atau tidak, Mas Zian nggak menghindar.

"Lo menyesal itu artinya lo udah tahu kalau sikap lo salah, harusnya itu menjadi hal baik, sekarang yang perlu lo lakuin adalah kuat, demi Tante, lo harus bisa bertahan, nggak mudah memang tapi lo nggak sendirian, lo punya gue." Fara memeluk gue erat untuk memenangkan, gue menggangguk pelan dan mengusap wajah gue kasar.

Fara bener, gue nggak bisa berlarut terlalu lama, gue harus bisa melihat situasi, kalau gue terus kaya sekarang, Mama gimana, gue pernah melakukan kesalahan, gue harus bisa memperbaikinya juga, pernikahan gue batal tapi gue masih punya masa depan, itu jauh lebih penting.

"Tadi gue sempat minta Mbak Sri untuk nganterin baju ganti lo, lebih baik sekarang lo beberes, jangan sampai orang lain malah takut ngeliat keadaan lo sekarang." Helaan nafas gue terdengar jelas tapi gue tetap menuruti ucapan Fara, sekarang di dalam ruang inap Mama juga ada Juna yang nungguin jadi gue harus beberes cepat.

"Gue ganti dulu." Gue bangkit dan Fara juga pamit masuk ke ruang inap Mama lagi, kasian Juna pasti capek, keadaan keluarganya juga nggak baik-baik aja.

Nggak mau berlama-lama, gue ganti dengan cepat dan buru-buru balik masuk ke ruang inap Mama, gue masuk dan ternyata Mama udah sadar, dengan mata berkaca-kaca, gue berjalan cepat menggenggam tangan Mama sembari terus mengucapkan kata maaf.

"Ma! Aku minta maaf, aku yang salah." Air mata gue jelas nggak terbendung, penyesalan gue memang sebesar itu.

"Kamu udah dewasa, masa depan bukan untuk main-main, sekarang masih ada Mama, kalau Mama udah nggak ada, kamu gimana?" Lirih Mama mengusap lengan gue, Mama bahkan masih bisa menatap gue khawatir sekarang, harusnya Mama marah tapi enggak, nggak ada sedikitpun kemarahan dimata Mama.

"Mama ngomong apa? Mama nggak akan kemana-mana, Mama akan terus temenin aku." Gue nggak suka kalau Mama udah ngomong kaya gitu.

"Juna, Fara, Tante titip Kirana sama kalian, jagain Kirana, kalau Kirana salah, ingatin dia." Mama kenapa malah ngomong begini ke Fara sama Juna? Pikiran gue makin nggak karuan.

"Tante jangan khawatir, aku bakalan ngejagain Kak Rana, yang terpenting sekarang Tante harus sehat." Juna ikut mengusap lengan Mama dengan tatapan yakin.

"Tolong jagain Rana untuk Tante." Mama melepaskan usapannya di lengan gue dan beralih mengusap tangan Juna, kita semua sedang memaksakan senyuman tapi semuanya kembali sirna begitu Mama kembali nggak sadarkan diri.

My Little HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang