Chapter one

31 2 0
                                    

Aku duduk di kursi terdepan kelas saat bangku-bangku masih kosong. Hari memang masih terlalu pagi untuk memulai aktivitas, tapi aku sudah datang ke kelas kalkulusku tepat jam 7.30—satu jam sebelum mata kuliah berlangsung—hanya karena aku malas berurusan dengan kemacetan.

Lumayan banyak anak yang akan tertinggal kelas hari ini, karena kalkulus dimulai terlalu pagi untuk otak-otak kecil yang baru terbangun. Alhasil, teman-temanku memilih bolos dan mengulang tahun depan di kelas siang daripada harus datang pagi demi mengikuti kelas yang bahkan mereka tak tahu bagaimana cara mempelajarinya.

Setelah tiga puluh menit berlalu, perlahan teman-temanku berdatangan. Tak banyak, mungkin setengah dari kelasku yang biasanya. Tak lama, dosen kalkulusku datang sambil membawa bahan ajaran di tangan.

Kelas dimulai dengan hening, seperti biasa. Tapi hening mulai terasa lebih hening lagi ketika seorang lelaki masuk ke kelas kalkulus kami. Tubuhnya atletis, kulitnya putih. Rambutnya dibiarkan sedikit panjang, membawa tas yang disampirkan di bahu, dan buku di tangan kanannya. Lelaki itu mendatangi dosenku, tak lama setelah mengobrol, ia duduk di sampingku.

Ketika aku menatap wajahnya, kebetulan ia juga menatapku. Ia tersenyum dengan sangat manis, membuatku perlahan ikut tersenyum juga.

Drrrrttttt

Unknown number
Halo? Ini Rain kan?

Unknown number
Ketua kelas F ?

Kenanganku soalnya berakhir begitu saja.

Perlahan mengalir cerita soal betapa aku menyukai kediamannya di kelas dan senyumnya yang diam-diam aku kagumi.

Tapi, setelah dua tahun berlalu mengapa lelaki ini baru mengontakku?

Rain
Kau yang dulu anak kelas terbang di mata kuliah kalkulus kan?

Unknown number
Ya, itu aku. Kau masih ingat rupanya. Aku Jeon Jungkook.

Rain
Ah iya aku ingat, omong-omong ada apa?

Jungkook
Tidak apa. Hanya ingin berkenalan saja.

Oh, entah mengapa tiba-tiba terlintas di kepalaku wajah putihnya yang sedang fokus melihat ke papan tulis. Sudah dua tahun lebih tapi anehnya aku masih ingat detail tentangnya. Bahkan aku ingat wangi tubuhnya karena ia selalu duduk di sampingku di kelas kalkulus.

Rain
Oh, itu sedikit absurd. Secara teoritis, kita sudah saling mengenal di semester 2^^

Jungkook
Wow.

Rain
Ada apa? Kau sepertinya terkejut

Jungkook
Aku memang terkejut, karena kau mengingatku.

Ini aneh. Padahal tidak ada yang lucu, tapi melihat pesannya, aku menyunggingkan senyuman di wajahku. Bahkan, aku sama sekali tidak tertawa ketika melihat siaran komedi di TV atau di Youtube yang sering adikku setel di rumah.

Lagipula, bagaimana bisa aku lupa soal dia? Saat wajah lugas-nya terasa nyata di ingatanku seolah baru saja kemarin kami masih duduk bersebelahan pada kelas kalkulus di semester 2, dua tahun yang lalu. Jujur, dia memang se-memorable itu.

Rain
Ah soal itu. Karena tidak banyak ada yang mau masuk kelas kalkulus pagi, apalagi kelas terbang sepertimu, alhasil aku jadi ingat siapa-siapa saja orang yang masuk di kelas yang sama denganku, berhubung aku adalah ketua kelasnya.

Jungkook
Keren! Dari awal aku tahu kau memang memiliki kinerja terbaik di kelas! Tidak salah kalau jadi ketua kelas.

Aku terkejut, karena dia membalas pesanku yang panjang itu tidak lebih dari 1 menit. Apakah dia tidak ada kerjaan di siang bolong begini? Berhubung aku sedang libur kuliah, saat ini aku masih tiduran di kasur sehabis menyetrika pakaianku karena akan kupakai nanti untuk berkencan dengan Taehyung—pacarku.

Melihat balasannya, aku terdiam. Sepertinya dia betulan sedang tidak ada kegiatan makanya mengirim pesan terus kepadaku. Apa aku harus tetap membalasnya? Tapi 30 menit lagi, kekasihku akan sampai. Aku belum mandi, belum berdandan, belum makan apapun dari pagi.

Rain
Hehe simpan pujianmu untuk hal yang lebih penting. Oh iya berarti sekarang kau di semester akhir ya?

Kutunggu pesannya hampir lebih dari 5 menit. Dia sama sekali tidak membaca pesanku. Aku mengerutkan dahi. Ah, lagi-lagi aku teringat wajah putihnya dan senyum manisnya saat ia menjawab soal kalkulus yang diberikan padanya dari dosen kami dua tahun yang lalu.

Aku menggelengkan kepala. Oke. Ini keterlaluan. Ini sungguh bukan diriku. Aku menaruh ponselku ke atas kasur, dan segera bangkit dari posisi untuk meraih handukku di gantungan belakang pintu.

Segera, aku pun mandi. Melepas ingatanku soal Jeon Jungkook, lelaki yang tiba-tiba saja merasuk ke dalam otakku seperti virus.

***

"Sayang, sekali lagi ya? Please?"

Aku melihat wajah Taehyung yang tampak sangat mengemis kepadaku. Tubuhnya masih berada di atasku. Tapi, jangankan selimut, sehelai pakaian pun tidak ada menjadi penghalang di antara kami berdua.

Sekali lagi, ia meremas pelan kedua payudaraku menatapku dengan tatapan memelas. Mau tak mau, aku mengangguk sambil tersenyum. "Thank you! Sayangku memang the best!"

Seperti binatang buas, Taehyung meraba perutku saat berusaha memasukkan kemaluannya ke dalam milikku. Sebetulnya ia sudah ejakulasi, tapi karena kami sudah hampir satu minggu tidak bertemu—karena program magang kekasihku di luar kota—akhirnya dia betul-betul melampiaskan nafsunya sejadi-jadinya saat bertemu denganku.

Aku tak masalah. Aku juga menikmatinya sama seperti Taehyung menikmati tubuhku. Tapi...ini aneh. Entah kenapa, aku membayangkan wajah lain saat ini. Padahal jelas-jelas yang ada di hadapanku sekarang ini adalah Taehyung.

Namun yang ada di bayanganku saat ini, yang sedang menyetubuhiku saat ini, justru malah lelaki yang hanya beberapa kali dalam satu bulan duduk di sampingku di kelas kalkulus.

Ya, Jeon Jungkook.

Gilanya lagi. Karena membayangkan wajahnya, aku merasakan kenikmatan yang biasanya tidak kudapatkan dari Taehyung.

To be continued

Mr. Seducer ÷ jjkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang