Prolog

2.3K 160 7
                                    

***

Anna tak henti-hentinya mengetukkan jemarinya di meja sambil matanya mengawasi pintu café. 'Sialan! Kenapa wanita itu belum datang?!' runtuknya dalam hati.

"Kalau 5 menit lagi dia nggak datang, An. Gue bakal cabut dan kita pakai cara gue," ucap Erik tanpa memandang Anna dan fokus pada games di handphonenya.

Anna mendesah pasrah. Tanpa mempedulikan ucapan Erik, matanya beralih memandang sahabat laki-lakinya yang lain di sebelahnya yang juga ikut menunggu wanita itu.

Beda dengan Erik yang sedari tadi hanya sibuk bermain games di handphonenya, pria itu malah sibuk membaca buku tentang bisnis. Arkan namanya. Satu-satunya sahabat laki-laki Anna yang bisa dibilang cukup dewasa dari yang lain.

Kalau Erik adalah tipe orang yang keras kepala dan berandal, maka beda lagi dengan Arkan. Laki-laki itu bisa dibilang sangat pintar dan sifat dewasanya yang seolah selalu menjadi penengah ketika mereka dalam masalah, meskipun laki-laki itu lebih pendiam dari sahabatnya yang lain.

Sebenarnya masih kurang 1 lagi sahabat laki-lakinya, tetapi dialah kali ini yang menjadi alasan mereka menunggu wanita itu.

"Ar, gimana kalau dia ternyata nggak datang?" tanya Anna sambil menghela napas panjangnya.

"Udah gue bilang, pakai cara gue!" potong Erik sambil meletakkan hpnya keras, tanpa menunggu jawaban Arkan.

Erik sudah tak dapat lagi menahan emosinya, lagipula jika sejak awal mereka memakai caranya pasti tak akan ada waktu yang terbuang seperti ini.

"Oh, jangan bilang cara loe dengan cari wanita yang siap dibayar dan pura-pura jadi sosok perempuan sholehah?! Loe gila apa?! Gue nggak bakal setuju sama cara itu, Rik! Asal loe inget, Alva masih sahabat kita dan dia bukan cuma sekedar boneka!" bentak Anna keras.

Beruntung tak ada pengunjung yang datang karena café ini memang sudah dibooking hanya untuk mereka selama 5 jam ke depan demi menunggu wanita itu.

Erik tertawa kecut dan menyeringai. "Emang itu cara gue dan seenggaknya dengan cara gue kita nggak bakal ngabisin waktu sia-sia kayak gini!"

"Loe pikir Amanda bisa kita bodohin gitu aja?! Yang ada malah kita yang tambah sial! Brengsek loe!" Anna benar-benar siap memberikan satu pukulan untuk Erik, sebelum Arkan menahan lengannya dengan sigap.

"Cukup, An. Lupakan perkataan, Erik. Kita tunggu dia 15 menit lagi. Kalau memang dia nggak datang, maka kita pikirkan cara lain," ucap Arkan menenangkan.

Anna menarik napas panjang sambil berusaha menahan emosinya. Beruntung ada Arkan, mungkin kalau tidak ada dia, sudah pasti Anna akan memberikan bekas lebam ungu di wajah Erik.

"Lihat aja, pasti wanita itu nggak bakal datang," gumam Erik pelan meski masih mampu didengar Anna dan Arkan.

Anna memutar bola matanya malas dan memilih tak menggubris perkataan Erik.

Hingga 5 menit kemudian, ketukan jemari Anna di meja berhenti saat lonceng pintu berbunyi, pertanda seseorang masuk.

Anna tersenyum kecil saat melihat siapa yang datang. Anna menoleh ke Erik dan berkata sinis, "Lihat, cara gue berhasil. Dia datang dan kita bakal selamat."


***

Maafkan diriku yang nggak tahan pingin upload story baru lagi. Tangannya gatel kalau nggak ngupload story ini rasanya... hahaha...


It's Their PlanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang