"Imani." panggil Faliq di pintu dapur.
"Ya?" Imani balas sepatah. Matanya masih tertancap pada air yang sedang dikacau mengelak dari terpandang muka empunya suara.
"It was you." kata Faliq lagi.
Kepalanya diangkat tapat memandang arah Faliq yang bersandar di pintu masuk dapur.
"Saya buat apa?" tanya Imani ringkas.
"You know what I was talking about."
Imani hanya diam tak membalas acting clueless.
"I ask for your number from Firas. Pelik sebab your number sama dengan my stalker."
"Saya bukan stalker eh!" balas Iman laju.
Matanya membulat melihat Faliq dihadapannya menyedari apa yang baru keluar dari mulutnya.
"I was right, it was you." tangannya disilangkan ke dada masih tak berganjak, masih bersandar di pintu dapur.
"I am in the rugby team, Imani. Diorang semua my best friends. Firas IS my best friend. Berapa orang je yang ada adik perempuan? It cuts down to only Firas, Ameer and Megat."
Mata Faliq tajam melihat Imani yang seperti cacing kepanasan tak tahu nak beri reaksi apa.
"Adik Ameer still sekolah menengah and adik Megat is a 21 years old with down syndrome. Tak mungkin la diorang yang text saya, kan?"
"I saw you everyday dekat campus. Come to your house literally every week and sometimes stay here for a couple of days. Kenapa tak cakap face to face?" tanya Faliq sambil mengambil beberapa langkah mendekati Iman.
Imani yang sedang menahan malu memandang bawah.
"I'm sorry." kata Imani sepatah sambil bermain dengan jari-jemarinya, masih tak tahu bagaimana nak mempertahankan dirinya.
Faliq hanya diam, tiada apa untuk dikatakan.
"Well.. you don't really talk to people. And it has been a while since saya.. suka awak. Thought I'd do something to actually cakap dengan awak even indirectly. It was only supposed to be a simple birthday wish. Tapi lepastu I got carried away, thinking you would not find out who behind the text is. Tapi it was not a prank ke apa. I genuinly like you. Tapi, like I said, I got carried away and it was wrong for me to text you macam tu. Saya minta maaf." jelas Imani panjang, matanya masih memandang ke bawah.
"Sejak bila?" tanya Faliq pendek.
Belum sempat Imani menjawab suara Firas manyampuk dari atas.
"Faliq! Bawa air sekali naik atas!"
"Ha yer!" balas Faliq senada tetapi matanya tepat memandang Iman.
Imani yang mendengar laju menghidangkan air lalu memberi sedulang jus oren dan makanan ringan yang siap terhidang kepada Faliq.
"Let's pretend this never happened, yeah?" kata Iman sambil tersenyum kelat.
"I saw this coming hence why I never confess nor said anything directly to you. Saya tak nak awak awkward dengan Firas. Let's just get back to how we was." kata Iman laju lalu bergegas pergi ke biliknya.