[sketcher styles: 1]

4.1K 179 23
                                    

2 Oktober 2014

Pagi itu seorang gadis dengan rambut berwarna coklatnya-yang sengaja ia biarkan terurai-sedang duduk bersama keluarganya di meja makan. Kedua tangannya dengan lincah membuat roti beisikan selai nuttella sebelum memasukkannya ke dalam mulutnya. Menggigit rotinya sekali, lantas dia berdiri dari duduknya. Dia meminum susu putihnya dengan cekatan lalu mundur mengambil tasnya di kursi.

"Dad, Mom, aku berangkat duluan." Ujar gadis bernama Klep itu seraya mendorong kursi masuk ke bawah meja makan.

"Pagi sekali, Klep." Jawab Ibunya.

"Uhm, itu. . . aku ada jadwal piket. Kau, Lou apa ikut denganku atau bagaimana?" Tanya Klep kepada Louis-saudara kandungnya. Merasa dihiraukan, Klep kembali bertanya, "Heh, ikut atau tidak?"

Louis memutar kedua bola matanya acuh, "Tidak, aku bersama temanku. Kau saja, hati-hati." Klep mengangguk dan merangkul tasnya kemudian menghela nafas panjang, saatnya berangkat, batinnya.

"Hati-hati, Klep!" Seru David-Ayah dari Klep-ketika Klep berlalu meninggalkan meja makan. Klep menoleh dan tersenyum kemudian mengacungkan jempolnya terhadap David.

Sepengeluarnya Klep dari rumah, dia berjalan melewati jalanan setapak yang basah sehabis hujan subuh tadi. Meski gerimis masih terasa sangat kentara, tapi itu tak memudarkan semangat gadis berambut coklat tersebut untuk sekolah pada pagi hari ini. Itulah kebiasaan Klep, terlalu bersemangat sekolah sampai lupa jika gerimis berjatuhan di atas kepalanya.

Klep berhenti melangkah kala dia telah tiba di halte bus, suasana masih sepi, burung-burung berkicau pun terdengar dengan riuh seakan mengolok Klep yang pagi-pagi sudah menunggu. Merasa heran, dia melirik jam tangan kecilnya yang ternyata baru menunjukkan pukul setengah tujuh pagi, pantas saja, gumamnya.

Apakah ini terlalu pagi untuk seorang gadis seperti Rebecca Klepper Tomlinson berangkat ke sekolah? Tanpa memperdulikan masih pagi atau tidaknya, dia memilih duduk di bangku panjang yang tersedia di halte tersebut.

Hembusan nafas segar terdengar beberapa kali dari hidungnya, Klep menutup mata menghirup udara pagi itu dengan nikmat. Rasanya semua beban yang menimpanya seakan terbang bersama angin.

Setelah menunggu hampir lima menit, beberapa pengendara berlalu lalang mulai terlihat, perempuan yang sebayanya pun juga nampak sedang berjalan kaki di seberang tempat Klep menunggu bus. Sang perempuan yang memakai pakaian persis seperti Klep, tersenyum membuat Klep ikut tersenyum-kendati membalas senyuman si perempuan.

Melihat perempuan tersebut sudah pergi agak jauh, Klep dikejutkan dengan suara orang terbatuk-batuk beberapa kali. Gerak cepat Klep menoleh ke samping mendapati seseorang tengah duduk di sampingnya. Tampak sekali seseorang yang ternyata lelaki tersebut, sedang menggambar sesuatu pada buku gambar yang ia pegang. Klep menaikkan sebelah alis penasaran, jarang sekali dia bertemu dengan pria itu, atau bahkan memang tidak pernah bertemu.

Karena penasaran, Klep mencoba diri untuk menegurnya. "Hai?" Namun lelaki misterius-sebutan untuknya-pergi tanpa membalas sapaan Klep. Klep memutar bola mata darinya, mengapa sampai saat ini ada saja orang sombong sepertinya? Batinnya melihat lelaki itu pergi membelakangi Klep.

Selepas kepergiannya, Klep kembali menunggu bus dengan sabar sambil bersenandung ria. Menoleh beberapa kali, alhasil kedua matanya jatuh pada sebuah kertas yang tergeletak tepat di bawah pijakan kaki si lelaki misterius tadi. Tampaknya kertas itu terjatuh dari genggaman si lelaki itu saat dia beranjak dari duduknya.

Awalnya Klep menolak untuk sekedar melihat apa isinya, tetapi setelah Klep pikir-pikir tidak ada salahnya juga, otomatis Klep bangkit dari duduknya, berjalan kemudian membungkuk untuk mengambil kertas tersebut.

Oh, sial. Jantungnya nyaris copot setelah melihat gambar tersebut, "Apa dia gila? Mengapa dia menggambar sketsa jantung yang menjijikan seperti ini?" Ujar Klep seraya tangan kanannya refleks menutup separuh wajahnya.

Klep terdiam sejenak mengamati sketsa organ tubuh jantung tersebut, dalam hati Klep memekik ketakutan tetapi disisi lain, dalam pikirannya ada suatu hal yang memaksanya untuk menyimpan sketsa tersebut. Dan tepat saat Klep ingin mengembalikan sketsa tadi ke tempat semula, suara klakson bus mengejutkannya. Berbalik, tanpa memikir panjang lagi Klep membawa sketsa itu dan memasukkannya ke dalam tasnya lalu berlari memasuki bus.

Sepanjang perjalanan dia hanya bisa memikirkan kertas tersebut berulang kali. Tidak, aku akan membuang sketsa ini secepat mungkin. Oh, tidak, tidak, sketsa ini akan aku simpan dan aku akan bertanya juga mengembalikan padanya jika aku kembali bertemu dengannya. Batin Klep bimbang yang saling berargumen satu sama lain.

Sedangkan lelaki dengan gaya yang terkesan misterius tadi, terus saja melangkahkan kakinya dengan pelan disertai gerakan aneh. Beberapa kali dia tersenyum menyeringai di balik masker berwarna hitamnya seraya melirik perempuan yang berjalan beriringan dengannya.

Perempuan yang merasa dipantau oleh lelaki itu pun sedikit gusar. Mempercepat langkahnya dan tepat sebelum perempuan itu berbelok ke arah kiri, dengan handal tangan si lelaki misterius itu membekap cepat mulut si perempuan dan membawanya pergi sebelum ada yang melihatnya.

[TBC!]

26 Oktober 2014.

A/N: Haii, cerita baru lagi kawan-kawan. Kali ini mungkin aku akan bawa cerita yang nggak cukup sadis amat sih, tergantung kalian yang membacanya aja. Sebenarnya niat awal ini cuma jadi koleksian aja di Mic.Word, tapi kenapa nggak coba buat publish di Wattpad? Haha. Emang cerita gini udah mainstream tp coba aja dulu siapa tau malah atimainstream, wkwk. So, menurut kalian gimana? Next atau bagaimana?

sketcher styles  | auTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang