Part 1

4 0 0
                                    

"Terkadang, menyesal memberi simpati terhadap sesuatu.. karena suatu saat kita tidak bisa lepas, sampai akhirnya itu menjadi kenangan yang berputar seperti roll film tua yang tak dapat dilupakan."

"Sorry Hanna, bukannya sengaja tapi bener terpaksa, gue harus pindah ke Jakarta."

"Kok gitu, lo yakin? Gue bukannya sedih atau mau ngelarang lo.. tapi gue khawatir sama keadaan lo nanti, gue khawatir lo susah beradaptasi kek dulu."

"Tenang aja Han, gue bakal belajar kok.. nanti gue bakal sering-sering kabarin lo."

Hanna pun memeluk erat sahabatnya yang satu ini, hatinya begitu berat ingin merelakan sahabatnya hidup merantau sendiri di kota seberang, ia khawatir keadaan sahabatnya malah memburuk.

"Gue tau semua itu terlalu berat buat lo, lo yang kuat ya Nad, gue harap ni keputusan yang tepat buat lo ambil, jangan lupa buat terus kontrol ke dokter ya.."

"Iya Hanna, gue bakal baik baik aja kok, lo yang baik ya disini, jan lupa main main ke Jakarta."

"Iya iya pasti.. terus bokap lo gimana?"

"Gue gak tahu, setelah tanda tangan surat cerai secara sepihak, dia pergi entah kemana, lalu nyokap gue dirawat di Rumah Sakit Rehabilitasi Khusus, mudahan aja pikiran dia membaik disana."

"Gue juga berharap begitu Nad, sumpah lo yang baik ya.. gue sen--"

Your attention please, passengers of Axaline Airlines on flight number AA328 to Jakarta please boarding from door A12, Thank you.

Pembicaraan antara Nadine dan Hanna pun terhenti, kedua manusia tersebut pun berpelukan, diiringi tangis haru yang dikeluarkan Hanna, sedangkan Nadine berusaha menenangkan Hanna, lalu Hanna pun berpamitan, dan membawa barang-barangnya untuk menuju pintu keberangkatan.

***

Suasana Axaline Airlines cukup ramai, Nadine mencari seatnya, yang kebetulan bersebelahan dengan jendela yang langsung memamerkan pemandangan lapangan lepas landas di senja hari milik bandara tersebut, Nadine meghela napas pendek lalu mengeluarkan iPod touch miliknya, ia memilih salah satu instrumental lagu yang ia sering dengar, lalu memasang sabuk pengaman miliknya. Ketika pramugari selesai menerangkan aturan selama penerbangan, Nadine memperkuat volume iPodnya.

Dalam 10 menit pertama Nadine menghabiskan waktunya menikmati instrumental yang ia dengar, dengan menatap pemandangan yang disajikan oleh jendela pesawat disebelahnya,namun setelah itu pikirannya mulai melayang mengingat masalah yang ia hadapi. Disusul dengan setetes air yang turun dari matanya, ia pun lekas menghapus tetesan tersebut, dan mengeluarkan notebook mini miliknya.

Kadang hidup itu tidak adil,
Seenaknya saja mengambil alih..
Bagaikan senja tanpa warna keemasan..
Hidupku hambar tanpa tujuan..
Bagaikan lukisan abstrak didinding..
Hidupku hanyalah cerita berantakan tak berujung..
Yang tidak ditoleh walaupun dipajang..
Andaik--

"Kamu lagi nulis apa? Serius banget.."

"Eh?"

Tangan Nadine terhenti, dan refleks menutup notebook miliknya, ternyata pria yang mengisi seat disebelahnya tertarik mengetahui kegiatan yang ia lakukan.

"Tidak ada" sembari nadine melepas satu bagian headset miliknya.

"Jelas jelas aku melihatmu menulis, tidak mungkin kau menulis kata "tidak ada" berkali kali."

"Entahlah"

"Aku Lucky, kau bisa panggil aku El."

"Hm?"

nama lucky? Dipanggil El? Dapet dari mana coba, batin Nadine.

"Aku el, kamu siapa? Namamu?"

"Oh, aku Nadine."

"Hm baiklah"

Percakapan tersebut berhenti disana, Nadine kembali memandang keluar jendela, dimana langit mulai gelap menghapus cahaya keemasan bekas senja.

Sedangkan pria tersebut kembali sibuk dengan kegiatannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 31, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

If I CanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang