-DEheartDRATION-
Aku menyandarkan punggungku pada sandaran single sofa yang ada di balkon apartemenku. Profesiku sebagai editor memang menuntutku untuk bekerja di depan layar laptop dalam waktu yang lama. Belum lagi deadline yang sangat pendek memaksaku mengerjakan semuanya tanpa kenal waktu. Tak jarang aku terjaga sampai subuh demi mengerjakan semua naskah yang harus aku sunting. Tetapi semua hal itu tak membuatku menyesal telah memilih pekerjaan ini sebagai profesiku, karena aku memang mencintai dunia tulis-menulis sejak di bangku SMA. Aku menganggap yang aku lakukan dan aku kerjakan sekarang merupakan sesuatu yang aku inginkan sejak dulu. Jadi tak ada pilihan lain untukku selain menikmatinya.
Pandanganku mulai tak fokus memperhatikan layar Microsoft Word di laptop. Sudah sejak siang tadi aku duduk di balkon dan bekerja. Bahkan aku sudah menghabiskan tiga gelas kopi dan dua gelas cokelat hangat untuk menemaniku menyelesaikan naskah yang seperti tak ada habisnya. Kugeser pointer laptop untuk menutup layar dokumen Word sejenak. Aku kemudian mulai membuka-buka folder lain di laptopku. Seketika mataku terhenti pada sebuah folder lama bertuliskan “This Is Us”. Kubuka folder yang berisi foto-foto dan screenshot obrolan di media chatting. Aku tersenyum. Foto-foto itu adalah fotoku sendiri, bersama Sam, sahabatku sejak SMA.
Sam merupakan sahabat pertama yang aku dapatkan ketika dulu aku pindah ke SMA baru pada kelas sebelas. Tak ada yang luar biasa dari persahabatan kami. Segalanya hanya terjadi begitu saja. Kami mulai dekat pada tahun ketiga kami di SMA. Dia satu-satunya orang yang tak pernah menganggapku rendah dan tak berharga, ketika orang lain menganggap sebaliknya. Aku pun melakukan hal yang sama terhadapnya. Dia yang mempunyai kepercayaan diri rendah, sering menganggap dirinya bukanlah apa-apa. Pada kondisi seperti itulah biasanya aku berperan sebagai orang yang menyemangatinya dan membuat kepercayaan dirinya bangkit lagi. Banyak hal yang kami lewati bersama, baik hal baik maupun hal buruk. Kami pernah gagal bersama, pun berhasil bersama. Semua hal yang terlewati itulah yang pada akhirnya menghadirkan perasaan lain dalam hatiku. Aku jatuh cinta pada sahabatku sendiri.
Satu tahun aku memendamnya sendiri, sampai akhirnya aku menyatakannya pada Sam. Tak ada yang berubah dari persahabatan kami sejak pernyataan itu. Aku dan dia tetap sering berkomunikasi meskipun pada saat itu kami kuliah di kota yang berbeda.
Tahun-tahun berlalu, dan perasaanku terhadap Sam tetap sama. Sam pun begitu. Setelah sekian lama, dia masih menganggapku sebagai sahabatnya. Tidak lebih. Sekuat hati aku menahan diri untuk tak jatuh cinta kepada orang lain dan menjaganya hanya untuk Sam. Sampai akhirnya Sam sendiri yang memintaku berhenti menunggunya dan memulai hubungan dengan orang lain. Hatiku seperti tersengat karenanya, tapi aku menuruti saran Sam. Aku kemudian menjalin hubungan dengan teman kampusku, namun hubungan tersebut hanya bertahan tiga Minggu. Aku tak menemukan kenyamanan yang aku cari dalam hubungan tersebut, ada yang terasa tidak benar ketika aku menjalaninya. Mungkin aku yang tolol, karena aku merasa benar hanya ketika aku bersama Sam. Aku menceritakan alasan mengapa aku memutuskan hubungan dengan mantan pacarku itu, dan dia marah sekali kepada mantan pacarku. Dia berkali-kali bilang bahwa mantan pacarku itu tidak pantas bersamaku. Melihatnya sedemikian marah, kemudian aku berpikir, kenapa tidak kamu saja yang bersamaku, Sam?.
Segalanya normal kembali setelah aku putus dengan mantan pacarku. Aku memutuskan untuk tak menjalin hubungan dengan siapapun lagi untuk jangka waktu yang belum aku ketahui. Aku kembali menjaga hatiku untuk Sam. Sam mengetahuinya, tetapi membiarkannya. Aku dan Sam masih saling berkomunikasi, namun tak sesering sebelumnya. Aku dan dia mulai sibuk mengurusi kuliah kami masing-masing. Dan hal tersebut berlanjut hingga kami lulus. Aku sama sekali kehilangan kabar tentangnya.
Aku sendiri memutuskan pergi ke Jakarta dan mencari pekerjaan di sana. Setelah berkali-kali melamar, akhirnya aku diterima di sebuah perusahaan penerbitan di Jakarta dan menjadi editor hingga sekarang. Aku pun membuka hatiku kembali dan menjalin hubungan dengan orang lain. Aku menyadari bahwa sudah waktunya aku memulai lembaran baru dan meninggalkan Sam di masa lalu. Aku tersenyum menerawang mengingat kenangan itu. Mengingat semua hal yang pernah kulalui bersama Sam dan sekuat apa aku menjaga hatiku hanya untuk Sam. Sam yang tak kuketahui keberadaannya namun bayangannya selalu tersimpan di hati dan pikiranku.