Dahulu, ditanah Paser, Kalimantan Timur, terdapat sebuah kerajaan besar dan megah yang dipimpin oleh Raja Ali Syarief yang berparas tampan dan awet muda meskipun sudah memiliki putri semata wayang yang bisa dibilang sudah dewasa. Raja Ali Syarief memiliki sifat baik hati, adil dan bijaksana. Serta, berkat kepemimpinan Sang Raja, negeri itu senantiasa aman, makmur, dan sentosa. Penduduknya hidup dari hasil laut dan pertanian yang melimpah. Negeri itu memiliki wilayah yang cukup luas, salah satunya adalah sebuah teluk dengan pemandangan yang amat indah.Raja Ali Muhammad memiliki seorang Putri yang bernama Maharani yang sangat cabtik menyerupai wajah ibunya yang sudah wafat ketika Putri Maharani masih kecil. Dialah calon tunggal pewaris tahtah kerajaan. Itulah sebabnya, semua kasih sayang ayahnya tercurah kepada Putri Maharani. Puluhan dayang-dayang istana selalu mendampingi Putri Maharani untuk menjaga, merawat, melindunginya dan memastikan segala keperluan Putri Maharani terpenuhi.
Beranjak dewasa Putri Maharani ingin dinikahkan ayahnya dengan Putra bangsawan dari Kutai. "Putriku Maharani apakah kamu mau ayah nikahkan dengan seorang putra bangsawan dari kutai yang sangat tampan dan baik hati?" tanya Raja Ali Syarief.
Dengan senang hati Putri Maharani menjawab "Iya ayahhanda, Ananda bersedia menikah dengan putra bangsawan itu," mendengar jawaban anaknya, Raja Ali Syarief sangat bahagia dan berantusias untuk menemukan Putri Maharani dengan Putra bangsawan itu yang bernama Panglima Adipati.
Keesokan harinya Panglima Adipati bersama orang tua serta pengawalnya mendatangi Kerajaan Raja Ali Syarief untuk menikahi Putri Maharani. Sesampainya di Kerajaan Raja Ali Syarief mereka disambut dengan gembira oleh pemduduk kerajaan tersebut. "Mari kita langsungkan pernikahan Putri Maharani dan Panglima Adipati" kata Raja Ali dengan gembira.
Sebagai putri tunggal, pesta pernikahan Putri Maharani dilangsungkan sangat meriah. Puluhan sapi dan kerbau disembelih untuk dihindangkan kepada para tamu undangan dari berbagai penjuru negeri. Tidak hanya para pembesar dari kerajaan tetangga, tetapi juga seluruh rakyat negeri itu turut berpesta. Hari itu merupakan hari indah dan bahagia bagi kedua mempelai.
Saat pesta sedang berlangsung, Raja Ali Syarief bangkit dari singgasananya untuk memberikan hadiah kepada putri tercitanya.
"Putriku, Maharani, di hari yang penuh bahagia ini Ayah memberikan wilayah teluk yang indah dan mempesona itu sebagai hadiah pernikahanmu," kata sang Raja di hadapan putri dan disaksikan oleh seluruh undangan, "Kini, teluk itu telah menjadi wilayah kekuasaanmu. Engkau pun boleh memungut upeti dari rakyatmu."
"Terima kasih, Ayahanda. Semoga Ananda bisa menjaga amanat ini," ucap Putri Aji Tatin dengan perasaan bahagia serta haru.Sejak itulah, Putri Aji Tatin menjadi ratu di teluk tersebut. Untuk memungut upeti dari rakyat, ia dibantu oleh suaminya dan seorang abdi setia bernama Panglima Adipati. Ketika itu, upeti yang dipungut dari rakyatnya berupa hasil bumi, terutama kayu yang sudah berbentuk papan. Papan tersebut akan digunakan untuk membangun istana yang indah nan megah.
Suatu hari, Panglima Adipati ingin memungut upeti dari rakyat bersama para pengawalnya yang sudah dipercaya Putri Maharani untuk menemani Panglima Adipati. "Saya percayakan kalian untuk menjaga dan menemani suami saya Panglima Adipati untuk memungut upeti dari rakyat." ucap Putri Maharani.
Panglima Adipati pun pergi bersama pengawalnya untuk mengambil upeti dari rakyat.
Upeti berupa papan tersebut diangkut melalui laut dengan menggunakan perahu. Namun, ketika mereka telah hampir sampai di teluk, tiba-tiba angin bertiup sangat kencang. Selang beberapa saat kemudian, gelombang laut yang amat dahsyat menerjang perahu yang mereka tumpangi. Seluruh penumpang perahu menjadi sangat panik.
"Ayo, cepat dayung perahunya ke teluk!" teriak Panglima Sendong kepada pengawalku.Mendengar seruan itu, para pengawal pun segera mendayung perahu mereka dengan cepat agar sampain keteluk dengan selamat. Namun, semuanya sudah terlambat. Sebelum perahu itu mencapai teluk, gelombang laut yang semakin besar menabrak bagian lambung perahu. Air laut pun masuk dan memenuhi seluruh bagian perahu. Akhirnya, perahu yang dipenuhi papan kayu itu pun terbalik.
Perahu yang sudah hampir tenggelam itu kemudian terbawa gelombang laut dan akhirnya terhempas ke sebuah karang di sekitar teluk sehingga pecah berantakan. Tokong (galah) para pendayung pun patah. Papan kayu yang memenuhi perahu itu sebagian hanyut ke laut dan sebagian yang lain terdampar di tepi teluk. Sementara itu, tak seorangpun dari penumpang perahu selamat, termasuk Panglima Sendong.
Putri Maharani yang sedang Berbincang bincang dengan Raja Ali Syarief ditaman kerajaan dikejutkan dengan kedatangan seorang penduduk yang menghampiri Raja Ali dan Putrinya sambil berkata "Mohon maaf Tuan atas kedatangan saya yang lancang memasuki kerajaan tuan, saya hanya ingin memberi tahu bahwa Panglima Adipati dan para pengawalnya ditemukan terdampar diteluk dengan keadaan tak bernyawa." ucap penduduk teluk dengan panik.
Alangkah terkejutnya Putri Maharani dan Raja Ali mendengar kenyataan tersebut.
Putri Maharani dan Raja Ali amat bersedih atas musibah yang menimpa panglima dan para pengawalnya Untuk mengenang peristiwa tersebut, maka wilayah teluk tempat perahu itu terbalik dinamakan Balikpapan, yaitu dari kata balik dan papan. Sementara itu, karang tempat terhempasnya perahu itu semakin lama semakin besar sehingga menjadi sebuah pulau. Hingga kini, pulau itu disebut Pulau Tukung yang berasal dari kata tokong, yaitu tokong para awak perahu yang patah akibat terhempas di karang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sejarah Kota Balikpapan
Historical FictionNAMA : NADIA AKMALINA KELAS: XII IPS 5