"Berikan aku alasanmu"
"A... alasan?" ujar Deni kebingungan. Ia hanya dapat menatap wajah pria berbaju jas hitam dan kemeja hitam, lengkap dengan celana hitam, itu. Meski Deni sedang duduk, entah mengapa ia tak mampu melihat tampangnya yang tertutup bayangan topi fedora hitam. Terdapat pepatah, 'Jangan lihat buku dari sampulnya'. Namun, terlihat dengan jelas bahwa pria itu mencurigakan. Deni telah kehabisan akal.
"Aku ingin menyelamatkannya!" teriaknya dengan tegas.
"Baiklah. Aku akan menyiapkan kontraknya. Mohon dibaca dengan seksama," ucap pria itu dengan nada datar. Seketika di tangan kananya terdapat secarik kertas dan di tangan kirinya terdapat sebuah pena bulu.
Tanpa berpikir panjang, Deni mengambil kertas dan pena yang disodorkan kepadanya dan menandatangani kontrak tersebut. "Sudah kutandatangani," jelasnya.
"Aku akan bertanya sekali lagi. Apakah anda yak..."
Sebelum pria berbaju hitam itu menyelesaikan perkataannya, Deni menyanggah, "Ya iya iya! Cukup basa-ba... Aduh!" Dirinya terkejut dengan rasa sakit yang tiba-tiba ia rasakan di salah satu jari tangan kanannya yang sedang memegang kontrak tersebut. Terlihat jempolnya berdarah dan bercak darah terlihat mengotori kertas kontrak tersebut.
"Semoga beruntung. Tuan," ucap pria tersebut sebelum mundur dan menghilang secara perlahan.
***
"Lika!!" Teriak Deni gagal menarik tangan Lika yang terjatuh di depan kereta yang sedang mendekati peron.
"SIAAAAAALLLL!!!"
***
"Lika!!!" Teriak Deni yang kehilangan Lika dibalik kerumunan orang.
Tiba-tiba, ia mendengar suara teriakan wanita yang disambut oleh teriakan orang-orang lain. Deni pun langsung lari menuju sumber suara teriakan menembus kerumunan orang yang sedang melarikan diri tersebut sambil terus berdoa.
Setibanya di tempat sumber teriakan, ia terpaku melihit sosok Lika yang tergeletak bersimbah darah. Dirinya kehilangan tenaga dan terduduk. Sambil menangis, ia hanya dapat menyebut nama gadis pujaannya, "Lika..."
***
"Lika!!" sahut Deni.
"Kenapa Deni?" tanya Lika penasaran. Ia memiringkan kepalanya yang membuat rambutnya yang dibiarkan terurai jatuh ke samping.
"Tidak... tidak apa-apa," jawabnya. Lika merasa curiga karena mendengar suara Deni yang sedikit bergetar, namun ia memutuskan untuk menghiraukannya.
"Hei, kau belum makan siang kan, aku akan membuatkanmu mie goreng ok!" ujar Lika penuh semangat, berharap semangatnya akan menular kepada Deni.
"Hanya itu yang bisa kau buat kan? Terima kasih,"
"Nggak lah! enak aja. Gini-gini aku juga bisa masak air," jawab Lika sedikit kesal sambil mulai melangkahkan kakinya ke dapur.
Tak lama berselang, Deni mendapat firasat buruk. Keringat mulai bercucuran di sekujur tubuhnya. "Lika...," panggilnya pelan.
"Ya Deni?" sahut Lika. Suaranya terdengar sedikit pelan karena dapur yang terletak sedikit jauh dari ruang tamu tempat Deni berada.
"Tidak apa-apa... Aku cinta kamu."
"Aa... apaan sih tum.. tumben," wajah Lika memerah. Tak biasanya Deni yang bahkan jarang memujinya mengucapkan kata tersebut.
Tak lama berselang, terdengar suara teriakan Lika yang keras diiringi dengan suara peralatan masak yang jatuh dan diakhiri dengan suara benturan yang sangat keras. Deni terduduk diam ditempatnya berada. Satu demi satu air mata menetes dan membasahi pipinya.
"Maafkan aku"
***
Tak terhitung berapa kali Deni mengulangi hari ini. Mungkin sudah ratusan kali atau bahkan ribuan kali. Ia telah lama berhenti menghitung. Jika seseorang mengatakan bahwa ia telah melakukannya puluhan ribu kali ia mungkin akan percaya. Air mata tak lagi dapat menetes dari matanya. Hatinya telah membeku melihat orang terkasihnya direnggut dari dirinya tak terhitung berapa kali.
Tak peduli apa yang dilakukan oleh Deni, Lika tetap saja kehilangan nyawanya pada saat yang sama. Ia telah kehabisan akal. Kata 'pernah' mencoba bunuh diri untuk mengakhiri perulangan ini tak membuahkan hasil. Hari tersebut hanya akan mengulang kembali. Menghiraukan sang kekasih dan bersikap seolah tak terjadi apa - apa juga tak berhasil.
Ketika ia tenggelam di dalam kehampaan hati, sang pria berbaju hitam muncul.
"Hei anak muda," panggilnya. Namun, Deni tak menjawab. sang pria berbaju hitam pun memegang dagu Deni dan melihat wajahnya dari dekat seolah sedang menilai suatu benda.
"Baiklah, Ia sudah tidak berguna," gumamnya. Ia pun seketika memegang sebuah botol kaca berwarna biru dan bertutup merah darah yang entah dari mana asalnya. Tanpa jeda, pria itu membuka tutup botol dan mendorongnya kedalam dada Deni. Seolah-olah tubuh manusia adalah sebuah cairan, botol beserta tangan sang pria berbaju hitam dengan mudahnya masuk. Setelah sekian detik, sang pria menarik tangannya.
"Botolnya terisi penuh. Hmm... Kurasa masih ada sisa," pikirnya sambil menutup botol tersebut, menyimpannya, dan mengeluarkan botol lain. Ia pun mengisi kembali botol tersebut dengan cara yang sama. Kali ini, botol tersebut berisi setengah penuh.
"Kau sepertinya sangat mencinta gadis itu," ujar pria tersebut. Dapat terdengar suara pria itu yang tertawa kecil. "Hal itu bagus untukku."
"Ku harap kau tidak membenciku nak. Aku memberikanmu waktu dan percobaan dan meminta hal yang setara dengan itu. Salahmu tidak membaca kontrak," ucap pria itu tanpa menatap Deni yang masih termangu.
"Baiklah, saatnya mencari klien yang lain," sosok pria itu menghilang kedalam kegelapan.
YOU ARE READING
My Fantasy Your Dream - Kumpulan Cerpen oleh Muhammad Idris
Short StoryKumpulan Cerpen oleh Muhammad Idris dengan beragam Genre. Genre utama yaitu Fantasy, Mystery, Supernatural, dan Science Fiction