Semua Akan Baik Bukan?

1.8K 144 15
                                    

Jeon Jungkook terbangun saat fajar, terkejut karena mimpi buruk. Ia bermimpi tentang burung hitam raksasa yang menabrak jendela dengan gemerencing keras kaca pecah, terbang ke dalam rumah, dan membawa pergi ibunya. Dalam mimpi tersebut, Jungkook hanya menatap tak berdaya saat burung itu mencengkram baju Jeon Boram dengan cakar-cakar kuningnya. Terbang melalui jendela pecah, dan menghilang ke langit yang di penuhi awan gelap.

Jungkook menyalakan lampu dengan perasaan seperti terapung-apung di atas kapal. Ia berbaring sambil mendengarkan suara ranting pohon saling bergesakan karena angin di luar kamarnya, sambil menunggu dentuman di dadanya mereda.

Ia bingun dengan gambaran-gambaran buruk dalam mimpinya. Dalam hati ia mulai menyangka bahwa mimpi ini adalah pertanda untuknya bahwa sang ibu akan benar-benar mati. Tapi dalam akal sehatnya, Jungkook menyakinkan diri bahwa mimpi ini hanyalah buah dari rasa lelahnya.

Ia baru saja melakukan perjalanan Seoul ke Gwangju hanya dengan mengendarai mobil sendiri. Hal ini dilakukannya karena sang ayah menelfonnya dan mengatakan bahwa kondisi sang ibu semakin memburuk. Dan tanpa pikir panjang, Jungkook melesat dari kantornya dan mengunjungi rumah lamanya. Rumah besar dengan hutan asri mengelilinginya.

Jungkook melirik jam dan menyadari waktu telah berjalan dengan cepat. Pukul enam lewat tiga puluh, saatnya bangun. Di luar cahaya mulai muncul. Jungkook punya firasat bahwa hari pertamanya kembali ke sini bukan lah hari yang begitu beruntung. Salah satu hari ketika kau sebaiknya tetap di atas tempat tidur saja, karena semuanya akan kacau. Bagaimana tidak? Ibunya tengah sakit dan itu artinya sang ayahlah yang menjadi juru masak untuknya.

Dengan terpaksa, Jungkook keluar dengan wajah kusutnya. Baru saja berjalan beberapa langkah, ia bisa mencium aroma sesuatu terbakar. Jungkook duduk di depan meja makan bersama kedua saudari kecilnya, Jeon Gunhoo dan Jeon Naeun.

Dengan malas, Jungkook memuji hasil usaha ayahnya yang membuat panekuk. Jeon Siwon bukanlah tukang masak yang handal, satu-satunya yang ia bisa buat adalah panekuk dan hasilnya selalu seperti tortilla rasa ban karet. Anak-anaknya tak mau melukai perasaan sang ayah, jadi mereka berpura-pura makan, tapi setiap kali Siwon tidak melihat, mereka memuntahkannya ke keranjang sampah. Bukan salah Siwon, ia hanyalah pemegang saham yang biasanya selalu leha-leha di kursi kantornya. Ia tak terbiasa dengan dapur.

"Kapan eomma sembuh?"

Naeun bertanya dengan tangan yang memegang garpu, mencoba menusuk panekuk yang seperti karet itu.

"Diamlah kau!"

Jungkook sedikit membentak adik berusia sembilan tahunnya itu. Jungkook bukanlah sosok kakak yang membenci adiknya, hanya saja ia lelah mendengar Naeun mengajukan pertanyaan yang sama setiap kali dalam seminggu melalui saluran telfon.

"Eomma akan mati"

Gunhoo berucap seringan bulu membuat Naeun menjerit dan menunjuk wajah sang eonni dengan garpu.

"Kau bohong! Ia tak akan meninggal!"

"Kalian berdua masih kecil. Kalian tidak tahu apa yang kalian bicarakan!"

Jungkook membanting garpunya di atas meja, menatap nyalang kearah dua adik perempuannya.

"Ayolah anak-anak, jangan berisik. Eomma akan segera sembuh"

Siwon berucap dengan suara tidak meyakinkan. Jungkook marah pada ayahnya, kedua adiknya, pada kehidupan, dan bahkan pada ibunya karena sakit. Jungkook beergegas keluar dari ruang makan, bersiap untuk pergi tanpa sarapan, tapi saat ia tengah berada di lorong, ia melihat sang ibu bersandar di depan pintu kamarnya. Sebagai anak yang pengertian, Jungkook menghampiri sang ibu dan menuntunnya kembali berbaring di atas ranjang.

Troublemaker but He's MineWhere stories live. Discover now