New World

17 1 0
                                    

Aku berdiri memandangi gedung-gedung yang luluh lantah di bawah sana, masih tak bergeming, di atas bukit yang menampilkan hamparan kota yang luas ini. Aku hanya bisa melihatnya dari jarak jauh, tanpa bisa mendekat, tanpa bisa mendengar apapun. Tapi aku bisa melihat kepulan asap hitam yang membumbung tinggi ke angkasa tatkala pesawat-pesawat pembunuh itu menjatuhkan bomnya ke arah kotaku yang malang. Kulihat drone-drone terbang bagai lebah-lebah kanibal, benda kecil itu bisa melenyapkan kota dengan sebuah ledakan, kapanpun, di manapun. Para robot siap siaga di bawah sana, menembakkan senjata pada pasukan Neflix yang juga para robot.

Namaku Arvi, Arvi Lexa Drans. Seorang pemuda dari bagian selatan kota ini. Aku tuli yang sebatang kara. Semua keluargaku telah terbunuh akibat perang yang terus-terusan berlangsung selama beberapa ratus tahun silam. Perang yang bala tentaranya sangat tangguh, tak pernah mati, hanya rusak. Yaitu para robot. Perang telah memporak-porandakan negeriku, melenyapkan umat manusia. Negeriku hancur bersamaan dengan bau mesiu yang membumbung tinggi ke udara, menyeruak memenuhi rongga dada. Bom atom berjatuhan setiap hari dari pesawat-pesawat tempur yang juga dikemudikan oleh para robot.

Arvi yang malang. Begitulah kutukku pada diri sendiri. Aku tuli, yatim, dan buruk rupa. Aku tuli sejak kecil. Kata Ibu akibat suntik vaksin Vodix saat aku berumur 2 tahun. Masih kata Ibu, dulu, setelah disuntik aku mengalami kejang hebat, seluruh kulitku meluruh dan mengkilap layaknya Vodix, binatang abadi hasil modifikasi para penemu di negara ku. Aku hampir mati saat itu. Tetapi untungnya Tuhan masih baik padaku, ia membiarkanku hidup walau harus tertatih menjalaninya.

Kekacauan ini berawal dari revolusi industri yang dicanangkan oleh pemerintah era kakekku. Revolusi yang digadang-gadang bisa membangun dan memperindah dunia ini. Revolusi yang katanya bisa mensejahterahkan dunia. Cih, aku mengutuk mereka para bedebah itu, para pemimpin yang memonopoli uang rakyat hanya untuk membuncitkan perut mereka. Ambisi mereka yang keterlaluan. Ambisi untuk mendapatkan uang dan membangun gedung-gedung pribadi pencakar langit. Mereka tidak sadar bahwa perilaku biadab mereka itu akan berimbas pada kami di masa depan.

Kakekku bercerita, 50 tahun setelah mereka mencanangkan program laknat itu, pembangunan memang berkembang pesat, ekonomi negaraku tumbuh pesat di luar prakiraan. Pemerintah semakin gencar melanjutkan program tersebut, karna sudah terlihat dampak positifnya bagi negara. Para penemu berlomba-lomba membuat mesin, menciptakan inovasi baru, dan terobosan baru. Terciptalah alat-alat canggih yang semakin membuat ekonomi dunia tumbuh pesat. Tak ada orang miskin saat itu, yang ada hanyalah orang-orang yang setiap harinya mencari dan mencari uang. Dunia sibuk dengan yang namanya mesin baru, fashion, trend, uang, dan hal membahagiakan lainnya. Rotasi bumi setiap harinya pun seolah melayani hal yang itu-itu saja, uang, uang, uang.

Sepuluh tahun berlalu. Tepatnya saat Kakekku bertemu Nenek, lalu mereka menikah. Saat itu dunia benar-benar menyenangkan. Tak ada pengemis, tak ada gelandangan. Kanal-kanal melimpah dengan air, bahkan selokan Kakekku disulap menjadi kolam ikan koi. Kata Kakek, saking kayanya orang pada zaman itu, mereka bahkan bisa membeli pulau pribadi, mengoleksi mobil-mobil mewah, jet pribadi, bahkan membeli tiket untuk layanan liburan ke Mars. Kau tahu? Saat Kakek bercerita bagian ini, aku bahkan harus mendongak untuk membayangkan betapa megah kehidupan zaman dulu, zaman kakekku yaitu katanya pada tahun 2019. Aku bahkan tak tau apa itu Lamborghini, BMW, dan barang lainnya, semuanya kosa kata baru menurutku, tapi untung kakek dengan sabar menjelaskannya.

Kehidupan yang benar-benar megah. Pada zaman Kakekku, ada sebuah perumahan bernama Beverly Hills, yang di dalamnya kau akan merasa seperti berada di Surga. Entah Kakek saja yang melebih-lebihkan, atau apa. Tetapi menurutnya, dalam perumahan tersebut, tinggal para keluarga kaya raya, para publik figur yang punya harta di mana-mana, para politikus yang menumpuk uang rakyat dan menyulapnya menjadi uang milik mereka sendiri. Di dalamnya ada real estate, bandara, kolam renang yang pinggirnya terbuat dari emas, patung-patung perunggu, dan pusat perbelanjaan gratis.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 13, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

cerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang