"Woy bro! kemana aja lo dua hari ini. kok kagak sekolah? bolos lo yee", ucap Revan, teman sebangku Arvian. "Jantung gue cari masalah lagi dia ", jawab Arvian datar.
Dengan wajah lesu dia menempati bangkunya. Sementara Revan hanya menghela nafas pelan. Terkadang, kasihan juga melihat Arvian yang menanggung beban begitu banyak. Sahabat sedari kecilnya itu kini sudah benar benar berbeda. Arvian yang hangat dan periang kini sudah menjadi Arvian yang dingin dan datar. Yah, sebagai sahabat yang baik Revan selalu berusaha untuk menampung semua keluh kesah Arvian. Banyak yang menaruh rasa penasaran pada cowok berperawakan tinggi itu, dia yang humoris dan ramah pada siapapun bisa betah bersahabat dengan Arvian yang dingin dan cuek. Tapi Revan tak pernah pusing memikirkannya. Karena baginya Arvian sudah seperti adiknya sendiri.
Bel masuk sudah berbunyi. Tetapi Arvian masih menenggelamkan wajahnya diantara kedua tangannya yang dilipat.
Revan menyenggol pelan lengan Arvian. Yang menyebabkan cowok itu mengangkat wajahnya.
"ya ampun Yan! pucat banget muka lo. Masih sakit kok malah sekolah sih?".
Arvian hanya tersenyum tipis sambil menggeleng. "gue gak papa. Udah lo tenang aja, tu buk Melvi udah dateng. Mending lo fokus aja", ucapnya berusaha meyakinkan Revan.
Sebenarnya Revan juga tidak langsung percaya pada perkataan Arvian. Tapi melihat gurunya sudah memasuki kelas membuat Revan harus mulai memfokuskan diri pada pelajarannya.
Sepanjang pelajaran Arvian sama sekali tidak dapat memahami apa yang sedang dijelaskan oleh guru. Dadanya sangat sakit, seperti ditimpa ratusan baja. Untuk bernapas saja rasanya ia sangat kesulitan. "kenapa tadi gue gak istirahat di rumah aja sih? tau gini mending gue gak usah sekolah tadi", batinnya.
Keringat dingin mulai bercucuran disekujur tubuhnya. Wajah Arvian kini benar benar pucat. Ingin sekali ia meminta tolong pada Revan tapi melihat cowok itu tengah fokus pada pelajarannya membuat Arvian mengurungkan niatnya.
Sampai sebuah suara membuat Arvian tersentak. Ia mengangkat kepalanya perlahan. Ternyata itu suara bu Melvi, gurunya.
"Arvian ada apa dengan kamu? dari tadi ibu perhatikan kamu seperti sedang kesakitan. Kalau kamu sakit sebaiknya kamu istirahat di uks", ucap bu Melvi.
Arvian benar benar sudah kehilangan kekuatannya. Bahkan untuk menjawab perkataan gurunya saja ia sudah tak sanggup.
Revan langsung mengambil sebelah tangan Arvian. Ia akan membawa sahabatnya itu ke uks.
"Eumm bu, saya izin mau bawa Vian ke uks.",. Bu Melvi hanya mengangguk sambil tersenyum tipis. Tampak raut wajahnya sedikit khawatir.
Dengan sangat perlahan Revan memapah Arvian. ah sial! Revan mengutuk sekolahnya sendiri karena meletakkan uks agak jauh dari ruang kelasnya.
"yan lo masih kuat kan? atau gue gendong aja?"
Belum sempat Arvian menjawab tubuhnya telah merosot perlahan. Revan sadar kalau Arvian sudah kehilangan kesadarannya. Dengan gaya bridal stylenya ia menggendong Arvian.
"ya ampun yan..Lo kenapa bisa sampe kayak gini sih?"
***
gadis itu tengah menyibukkan diri dengan kotak obat di hadapannya. Sesekali keningnya tampak mengernyit memikirkan sesuatu.
Aletta, gadis manis itu kini sedang berjaga di uks karena sekarang adalah jadwalnya. Sedari tadi uks kosong. Tak ada seorangpun yang sakit hari ini. Setidaknya itu bisa meringankan pekerjaan Aleta.
Namun kemudian Aleta tersentak saat pintu uks dibuka dengan kasar oleh seseorang. Ia menoleh. "siapa yang udah dobrak pintu uks ya?", gumam Aletta.
YOU ARE READING
Untuk Arvian
Fanfiction"kita gak pernah tau, gimana takdir menyambut kita besok. Hidupku mungkin bisa dibilang singkat, tapi dari kesempatan yang terbatas itulah aku belajar untuk menerima, bersyukur dan terus bahagia" -Arvian Abdi Mahesa-