Waktu Dia Pergi

803 35 7
                                    

Kisah ini tentang Anggara atau lebih sering dipanggil Ara, cowok yang udah berabad-abad nggak punya pacar. Padahal dari segi tampang, Ara termasuk lumayanlah, nggak terlalu hancur. Ditambah badannya yang tinggi dan putih, dia terlihat keren kayak tiang bendera.

Saat itu, Ara masih kuliah semester satu. Sebagai mahasiswa baru yang masih jomblo, setiap hari dia rajin kuliah dan latihan marching band. Tapi lebih rajin lagi ngelirik cewek-cewek cantik yang berseliweran di kampus.

Dulu, sebenarnya Ara udah sempat punya pacar, sayangnya cuma pacar khayalan. Karena bosen sama 'pacar' yang itu, Ara pun mulai mencari pacar betulan. Namun, ternyata nggak segampang yang dia kira. Ada aja hambatannya. Kalau Ara suka sama si cewek, ceweknya yang nggak suka sama dia, begitu juga sebaliknya. Nggak pernah nemu yang sama-sama suka.

Sampai suatu hari, Ara bertemu seorang cewek bernama Niki.

Waktu itu, Ara menghadiri sebuah acara di kampus temannya, Jono. Nah, Jono mengenalkannya dengan cewek itu. Niki, cewek mungil, putih, dan manis.

Saat dikenalkan, Ara cuma bisa bengong. Demi apapun, belum pernah dia melihat cewek semanis itu. Ara sampai menelan ludah berkali-kali. Sayangnya, mungkin memang belum jodoh sama Niki, pertemuan itu lewat begitu saja. Ara pun kembali mencari cewek yang kira-kira mau jadi pacarnya.

Setelah mencari ke sana ke mari, akhirnya Ara menemukan calon pacarnya. Mereka bertemu di Friendster. Iya, waktu itu Friendster masih merajalela, Facebook dan Twitter belum ada. Modem dan Blackberry juga belum muncul. Kalau pengin internetan, harus ke warnet.

Nah, waktu itu malam minggu, Ara lagi asyik main Friendster di warnet. Dan secara tak sengaja, dia menemukan profil adik kelasnya waktu SMA. Namanya Bunga, cewek yang lumayan cantik, berkulit sawo matang dan rambutnya sepunggung. Masih kelas 2 SMA, beda 2 tahun sama Ara.

Iseng, Ara pun mengirim sebuah pesan melalui Friendster untuk adik kelasnya itu. Basa-basi menanyakan kabar. Dua jam di warnet, pesan itu nggak kunjung dibalas. Baru besoknya, saat ke warnet lagi, ada balasan dari Bunga yang mengatakan bahwa kabarnya baik-baik saja dan dia kangen sama Ara. Saat membaca pesan itu, hati Ara pun berbunga-bunga.

Setelah berkirim pesan di Friendster selama beberapa minggu, Ara dan Bunga jadi lumayan dekat. Mereka juga sudah bertukar nomor handphone dan sering SMS-an. Meskipun udah lumayan dekat, Ara dan Bunga belum bisa bertemu. Waktu itu, Ara sedang sibuk-sibuknya latihan marching band. Kebetulan marching band di kampusnya akan mewakili Bali untuk mengikuti GPMB, semacam lomba marching band tahunan di Jakarta.

Saat latihan marching band, Ara memegang alat musik perkusi, tepatnya bassdrum. Alat musik pukul yang dimainkan oleh lima orang secara bekerja sama.

Buat yang belum tau, latihan marching band itu lumayan keras. Untuk tampil selama 12 menit, latihannya bisa berbulan-bulan. Latihan keras seperti itu membuat Ara jadi stres. Capek. Apa lagi, di antara anak-anak baru, dia doang yang paling bego. Nggak pernah mengerti sama materi musik yang diberikan.

Lama-lama, Ara mulai putus asa. Dia merasa sendiri dan kesepian. Teman-temannya nggak terlalu peduli, seniornya galak dan pelatihnya cuma bisa marah-marah. Untungnya ada Bunga. Setiap habis latihan, malamnya Bunga pasti menelepon. Memberi Ara semangat dan menenangkan hatinya.

Setiap mendengar suara Bunga, semua perasaan galau di hati Ara langsung hilang. Semangatnya tumbuh lagi. Hanya Bunga yang bisa melakukan itu.

Karena perhatian yang luar biasa dari Bunga, hati Ara pun tersentuh. Di momen itulah Ara jatuh cinta setengah mati sama Bunga. Ara berjanji kalau Bunga menerimanya sebagai pacar, dia bakal ngelakuin apa saja demi cewek itu. Namun, jangankan 'nembak' Bunga, ketemuan aja mereka nggak sempat. Latihan marching band-nya makin menggila. Hubungan Ara dan Bunga pun jadi menggantung.

Waktu Dia PergiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang