Sentuhan Pak Tanba

29.6K 62 0
                                    


Shinta adalah seorang dokter muda. Dirinya baru saja menamatkan pendidikannya pada sebuah universitas ternama di Jakarta. Tidak hanya kecerdasannya yang mendampingi dirinya meraih gelar dokter. Shinta juga adalah fotoan profil generasi muda masa kini. Disamping sebagai gadis yang sangat cantik, Shinta yang berumur 24 tahun ini juga lincah dan intelek dan dikenal oleh kawan-kawannya sebagai gadis yang cinta lingkungan dan persoalan sosial budaya. Dirinya sangat bahagia dengan hal-hal tentang alam. Sebagaimana dokter baru ia harus menjalani masa ptt pada sebuah desa di daerah itu. Orang tua dan tunangannya keberatan jika Shinta melaksanakan ptt di daerah itu, selain jauh dari kotanya dan daerah itu masih terbelakang dan terisolir.

Orang tua Shinta sangat keberatan dan ia mengupayakan agar Shinta ditempatkan pada daerah yang dekat dan tidak terisolir itu. Upaya orang tuanya ini gagal karena telah menjadi keputusan instansi pusat dan tidak dapat di batalkan. Kekuatiran orang tua dan tunangannya beralasan, karena Shinta adalah masih muda dan belum mengetahui seluk beluk masyarakat desa itu, ditambah kerasnya kehidupan di desa yang terkenal dengan kebiasaan masyarakatnya yang berbeda dengan masyarakat Kota tempat Shinta dibesarkan. Sedangkan dalam satu tahun lagi itu Shinta akan menikah dengan Rudi tunangannya. Shinta dan Rudi telah lama pacaran dan kedua orang tua mereka merestui hubungan mereka. Terakhir, keinginan orang tua Shinta, anak Perempuan anaknya ditempatkan satu lokasi dengan Haryati.

Haryati adalah saudara kembaran Shinta, yang merupakan Dokter Hewan yang ditempatkan didaerah Rudi berkerja sebagai Pengawas Lapangan di Dinas Pertanian Kabupaten. Sehingga Orang tua tidak perlu was-was akan keselamatan kedua anak perempuannya. Namun, upaya orangtua Shinta gagal, sehingga Shinta harus mau ditempatkan yang sudah ditentukan. Meski sama berparas cantik, memiliki sosok yang membuat lawan jenisnya ingin mendapatkannya, namun hati Shinta telah jatuh kepada Rudi yang merupakan pria yang gigih mendapatkannya, hingga ia mau di pertunangkan dengannya. Rudi adalah seorang pria pantang menyerah sehingga dengan kecerdasaannya ia mampu bekerja sebuah peneliti disebuah perusahaan Asing. Kemudian keluar, kemudan diminta untuk membantu menjadi pengawas lapangan seperti sekarang.

Selama mereka pacaran hanya diisi dengan makan malam dan kadang nonton. Mereka berdua tidak pernah melakukan hal yang bertentanggan dengan adat dan agama, sebab masing-masing menyadari suatu saat akan mendapatkannya juga nantinya. Sedangkan Haryati bersikap tertutup dengan kisah cintanya tidak pernah ia mengungkitnya. Desa yang dituju Shinta terkenal sebagai desa cukup terpencil dan jauh melewati jalan berbukit. Meski menjadi buah bibir dengan hasil bumi pertanian, namun cukup diketahui bahwa sistem berdagang mereka memiliki dua sistem, pertama secara langsung untuk hasil pertanian. Kedua, melalui beberapa orang yang dianggap "pemimpin utama" itulah yang dikatakan Rudi yang didapat sejumlah orang. Dengan bantuan Paman Shinta (adik dari Ibunya), Ayahnya, dan Rudi, Shinta diantar menuju desanya.

Perjalanan dari Jakarta kemudian menetap di Ibukota kemudian mengunakan jalan darat. Perjalanan dari kotanya memakan waktu selama 1 hari dan 1 malam perjalanan karena mesti melewati banyak jalan yang amat rusak dan setapak. Namun ketika hendak menuju desa tujuan Jalan cukup bagus yang membuat sedikit mereka bingung. Singkat cerita, didesa itu Shinta dan keluarganya di sambut oleh perangkat desa itu dan kepala dusun. Dengan sedikit acara, barulah Shinta resmi bertugas. Lalu Paman,Ayahnya dan Rudi pulang ke kota besoknya setelah mewanti-wanti Shinta untuk berhati-hati. Meski Desa itu cukup terpencil, Shinta masih beruntung Desanya masih memiliki akses listrik namun untuk akses sinyal Handphone, ia harus bersabar untuk pindah ke Desa lain, atau pergi ke daerah Perkebunan dekat hutan yang memiliki tanah yang lebih tinggi.

Besoknya Ayah, Paman, dan Rudi pulang ke kota setelah mewanti-wanti Shinta untuk berhati-hati. Melihat keadaan desa, Shinta menjadi semangat untuk melakukan tugasnya. Ia mempelajari kondisi geografi, sosial demografi dan sosial ekonomi dan adat lokal masyarakat desa itu. Hal yang membuat lama kelamaan,Shinta berketatapan hati tidak bakal mundur oleh tantangan yang sungguh romantik itu. Dalam melaksanakan tugasnya ia dibantu oleh kader kesehatan untuk membantu tindakan medis dan yang bertugas penunjuk jalan jika butuh perawatan dirumah warga. Tidak hanya itu, setelah 2 bulan mengabdi. Ia menciptakan program pelatihan untuk membagi ilmu dan pengetahuan dan ketrampilan juga pengalaman bagi masyarakat di desa itu.

Shinta ingin bisa mengabdikan dirinya pada mereka yang serba ketidaklebihan dan adanya keterbatasan dalam melakukan sesuatu. Pada akhirnya sebab sikap Shinya yang cerah dan tegar maka baik keluarganya maupun tunangannya mendukung PTT-nya di desa terpencil itu. Selain kepala desa, dan perangkat desa lainya. Ada seseorang yang memiliki andil untuk membangun desa lebih baik dibandingkan desa lain. Lelaki itu adalah Pak Tanba, yang merupakan tokoh yang cukup disegani didesa. Shinta mengenalnya saat Kepala Desa mengenalkannya pada Pak Tanba yang baru pulang dari kota sehabis mengantar hasil perkebunannya. Setelah 4 bulan mengabdi, Pak Tanba dan Shinta semakin dekat. Pak Tanba sendiri, Umurnya sekitar 67 tahun dan memiliki 3 orang istri.

Pak Tanba inilah pun sering meminjamkan sepeda motornya kepada Shinta untuk tugas-tugasnya ketika Shinta mulai lelah berjalan kaki. Terkadang Pak Tanba sendiri yang memboncengkan Shinta saat Shinta ingin ke desa sebelah. Bagi Shinta keberadaan Pak Tanba ini amat membantunya di saat ia hampir putus asa melihat lingkungan desa yang hanya terdiri dari hutan dan jalan yang hanya bisa ditempuh dengan sepeda motor. Terlebih pembawaan Pak Tanba yang seperti itulah yang membuat Shinta terbantu an terlindungi. Awalnya ia menganggap Pak Tanba seperti sosok ayah didesa itu. Terlebih Pak Tanba adalah orang yang baik, juga banyak membantu warga. Demikian sebaliknya warga pun amat menghormati Pak Tanba bukan hanya karena baik namun karena hal lain darinya.

Bagi orang-orang desa itu telah mafhum bakal kelebihan Pak Tanba. Dia adalah orang sangat bersahabat dan dibahagiai masyarakat di kurang lebihnya. Dirinya adalah orang yang paling kaya untuk ukuran desa itu tetapi sama sekali tidak menunjukkan kearoganan. Dengan usahanya selaku pengumpul hasil bumi Pak Tanba bisa mempunyai beberapa rumah di desa itu dan didesa lain.Serta Satu Rumah di Kota, yang merupakan hasil usahanya. Disamping sanggup dalam pengertian materiil, Pak Tanba juga mempunyai performa lahiriah yang sangat baik. Tubuhnya tetap nampak sehat dan tegar dan rutin siap meperbuat keharusannya untuk memberbagi nafkah lahir batin terhadap para istrinya. Wajahnya yang keras tetapi penuh wibawa memberbagi kesan 'melindungi' pada siapapun yang dekat dengannya.

Demikianlah, Pak Tanba orang yang ringan tangan dan kaki untuk memberbagi pertolongan pada orang lain, pada masyarakat desanya alias siapapun. Istri-istri Pak Tanba boleh dibilang bukan perempuan sembarangan. Istri pertamanya Rhayah, usianya telah 57 tahun. Dialah 'permaisuri' sesungguhnya dari Pak Tanba. Dari Rhayah lahir 3 anaknya yang telah dewasa dan berumah tangga. Pada Rhayah, Pak Tanba menunjukkan bagaimana dirinya sebagai suami yang rutin memberbagi nafkah lahir dan batin tanpa sempat pilih kasih pada yang lebih muda alias lebih cantik. Istri ke 2-nya adalah Siti Nurimah. Awalnya Siti Nurimah adalah janda muda dari desa yang lumayan jauh dari desanya. Dari Nurimah Pak Tanba mempunyai 2 orang anak yang tetap bersekolah.

Siti Nurimah sekarang tinggal didesa terdekat dari Desa Pak Tanba tinggal. Ia adalah perempuan yang mempunyai toko klontong di desanya, Pak Tanba juga sering berkunjung juga untuk melihat perkebunan yang dia juga bangun didesa tersebut. Nurimah sangat baik hatinya. Dirinya tidak sempat memperlihatkan iri alias cemburu pada istri Pak Tanba yang lain. istrinya ke tiga, adalah Istri tetap termuda. Umurnya 19 tahun saat dirinya dinikahi oleh Pak Tanba. Sebab jasa Pak Tanba pada keluarganya, Halimah demikian namanya yang berperangai halus dan cantik itu rela menjadi istri ke 3 Pak Tanba. Bahkan Pak Tanba mau menunda memiliki anak dan membiayai kuliah, sampai ia mendapatkan gelar Sarjana.

Kini diusia 23 tahun, Halimah adalah guru SD di desanya. Ia sedang mengandung 9 bulan. Diperkirakan dirinya bakal melahirkan dalam waktu dekat ini.Sikapnya rutin memberikan perhatian dan rasa hormat pada Pak Tanba dan para istrinya yang terdahulu. Membuat keluarga rukun tanpa ada permasalahan. Shinta sebagai orang yang terdidik juga tidak jarang berpikir bahwa bagimana bisa ada orang macam Pak Tanba. Pendidikannya yang rendah, dirinya hanya tamatan SD, tidak membuatnya menjadi orang kecil. Mekualitas Pak Tanba adalah 'orang besar' dalam pengertian sesungguhnya. Bahkan Dirinya orang yang rutin pegang komitmen, terlihat pada bagaimana hubungannya dengan para istrinya. Dirinya juga seorang yang pekerja keras dan bahagia membantu kegiatan sosial demi kebahagiaan orang tidak sedikit.

Tidak sempat Shinta mendengar keluhannya selagi dirinya menolong tugas-tugas Shinta yang semakin sibuk dan bantuan rekan medisnya terbatas. Dirinya rutin menunjukkan kegembiraannya, saat Shinta datang ke Rumahnya untuk meminta pertolongan. Namun pada sisi lain, Pak Tanba memiliki hal yang berbeda dengan Shinta. Ia menganggumi Shinta yang cantik dan sempurna di matanya, bahkan yang tidak bisa yang temukan pada ketiga istrinya. Karena sering diminta mengantar untuk melayani kesehatan warga. Perlahan timbul rasa ingin memiliki Shinta tanpa seringkali tanpa disadari oleh Shinta. Apalag jika dalam berboncengan seringkali dada Shinta yang montok itu bersentuhan dengan punggung Pak Tanba. Sebagai laki-laki normal iapun merasakan ingin yang lebih jauh lagi. Sebaliknya Shinta merasa ia tak bisa bertugas dengan baik jika tanpa dibantu Pak Tanba.

Semakin lama hubungan Shinta dengan Pak Tanba semakin intens, apalagi hubungannya dengan Rudi semakin merengang karena komunikasi. Ketika Shinta ingin menelepon ia, ia terkesan terburu-buru menghentikan pembicaraan. Belum lagi karena pekerjaan kami yang sama-sama menyita waktu kami. . Hal inimembuat Shinta sangatlah respek dengan prilaku Pak Tanba ini. Bahkan Shinta tidak jarang merasa terharu manakala dalam mengantar Shinta tidak jarang memperoleh beberapa kesusahan. Terkadang ban motornya yang meletus, alias mesin yang ngadat jadi tidak jarang dirinya mesti menuntun motornya dengan berlangsung kaki dalam jarak yang lumayan jauh. Dalam peluang yang lain kami tidak jarang terjebak dalam jalanan yang licin bekas hujan. Dengan terseok-seok dirinya mesti mendorong motornya melalui lumpur dan beberapa kali terpeleset jatuh hingga pakaiannya belepotan lumpur.

Shinta sendiri tidak bisa berbuat banyak pada kondisi macam itu. Yang kumiliki hanyalah rasa iba yang tidak mungkin berbagi yang kumiliki padanya. Semisal membayari makanan saat membantunya, atau membantunya mengelap keringatnya saat membetulkan Motor saat panas terik. Sebetulnya Pak Tanba memiliki kendaraan selain motor, 2 buah Truk dan 1 buah Mobil di Desa. Namun itu tidak bisa mengakses rumah warga yang banyak jalan yang sempit dan tidak rata jika dibutuhkan. Di lain pihak i berdua tidak jarang menrasakan sebuahkepuasan batin. Manakala upaya menolong orang sakit alias sesekali ibu-ibu yang melahirkan dan semuanya beres dengan selamat dan berhasil kami sungguh merasa sangat bahagia.

Terkadang kebahagiaan itu kami ungkapkan dengan sangat spontan. Kami saling berpelukan sebab perasaan bahagia atas berhasil yang begitu tidak sedikit menuntut pengorbanan. Penilaian Shinta juga tidak lepas dari segi fisik dan kesehatan Pak Tanba yang membuatnya cukup heran juga kahum. Dan Pak Tanba jarang lelah alias sakit. Dirinya nampak rutin sehat. Tubuhnya sendiri yang nampak lumayan gempal keadaannya sangat segar tanpa penyakit. Dengan rambutnya yang tetap hitam dan tebal, giginya yang tetap utuh di tempatnya dan sorot matanya yang demikian energik, sepintas orang yang menontonnya bakal terlihat umur Pak Tanba paling kurang lebih 50 tahunan. Alias lebih muda 15 tahun dari umur yang sebetulnya.

Satu faktor yang mungkin membikinnya mudah memperoleh istri, tampang dan gayanya yang simpatik. Tidak tampan tetapi enak dilihatnya. Hanya sekali, Pak Tanba membutuhkan bantuan, kiranya 4 hari lalu, saat Halimah akhirnya melahirkan anak ke 6 untuk Pak Tanba. Pak Tanba kembali mendapatkan anak lelaki, sama dengan 5 anaknya yang lain dari pernikahan sebelumnya. Dua hari setelah kelahiran anaknya, ia mengadakan selamatan untuk rasa Syukur. Dia merasa senang, bukan hanya telah medikit membantu kelahiran anak Pak Tanba. Karena sedikit banyak telah membantu orang banyak berjasa padanya selama ini. Saat itu terlintas dalam pikiran Shinta, betapa bahagianya istri-istrinya mempunyai suami macam Pak Tanba.

Orang yang sangat penuh perhatian pada peranannya sebagai suami maupun sebagai manusia yang adalah tahap dari manusia lainnya. Sungguh langka seorang suami macam Pak Tanba. Setelah mengenal Pak Tanba 2 bulan ini, Shinta dan Pak Tanba memakin terikat. Pada awalnya Shinta merasa terlindungi oleh Pak Tanba sebagai seorang ayah. Namun, saat Pak Tanba mengantar istrinya, atau sedang pergi ke desa lain untuk menggilir istrinya barang 1 alias 2 hari. Shinta tidak jarang merenungi kenapa perasaannya yang menjadi sangat tergantung pada Pak Tanba. Dan perasaan resahku itu terus dalam dan mendalam dari hari ke hari. Awalnya Shinta berpikir itu adalah rasa rindu dan sayangnya pada Rudi yang semakin mendalam.

Pada akhirnya cerita Shinta dan Pak Tanba menjadi berbeda, hal itu terjadi pada waktu yang tidak terduga. Shinta sudah 7 bulan tinggal didesa, minggu lalu ia ke Kota untuk memberikan laporan pada Pada Dinas Kesehatan dan Dosen pembimbing yang kebetulan datang. Kemudian menghubungi Haryati dan Rudi. Namun keduanya memiliki alasan untuk tidak bertemu. Akhirnya ia kembali ke desa dengan langkah yang berat. Pada malam itu, pukul 9 malam ada orang dari desa sebelah bukit dan ladang yang datang. Istrinya sedang diserang demam dan meracau. Dirinya panik dan kemudian dengan dikawani tetangganya dirinya mendatangi Shinta minta pertolongan.Kebetulan saat itu ada Pak Tanba yang baru pulang dari mengurus dagangan hasil bumi dari desa.

Tanpa menunjukkan kelelahan alias kejenuhan Pak Tanba menyarankan supaya Shinta lekas mengunjungi orang sakit itu. Dirinya siap untuk mengantar Shinta. Setelah menanyakan letak rumahnya dengan cara jelas dirinya minta pamit untuk mendahului pulang. Dengan memakai jalan memotong mereka bisa sehingga kemungkinan dirinya bakal lebih dahulu hingga daripada Shinta dan Pak Tanba. Mereka bakal menantikan kami di pintu desa untuk memandu kami menuju rumah mereka. Awalnya Shinta merasa tidak enak, maklum saja istrinya sedang memiliki bayi namun Shinta semakin tergantung padanya. Tetapi itu menjadi tugasku dan kerelaan Pak Tanba, setelah Shinta menyiapkan alat-alat yang diperlukan. Kami pergi ke desa yang dimaksud. Shinta menonton langit begitu gelap. Sesekali nampak kilat menerangi pepohonan.

"Wah, ini mau hujan kelihatannya, Pak Tanba," ujarku yang dari belakang ketika Pak Tanba sedang memacu motornya."Iya nih, Bu dokter. Mudah-mudahan nantilah hujannya setelah semua urusan rampung," kata Pak Tanba sambil fokus memacu kendaraan demi orang yang sedang sakit. Jalan desa yang tidak mulus macam di kota, Shinta harus erat-erat memeluk pinggang Pak Tanba. Hal itu dilakukan supaya tidak terlempar dari boncengan Motor Pak Tanba. Terbukti demikianlah setiap kali kami berboncengan. Dalam perjalanan Shinta mengkhawatirkan kondisi badan Pak Tanba yang seharusnya tidur ini tetap harus bepergian. Hal yang sama dengan Shinta yang mengantuk, maka ia tanpa sadar menempelkan kepalanya ke Punggung Pak Tanba.

Hal ini membuat Pak Tanba merasa senang dalam hatinya, karena Perempuan selama ini yang didambakan kini bersandar padanya. Bahkan terkadang yang memikirkan berberapa cara licik untuk mendapatkan Shinta. "Tidur saja Bu dokter, jalannya tetap lumayan jauh,"kata PakTanba untuk memastikan Shinta merasa aman. Sebetulnya perjalanan cukup dekat, Desa Siti Nurimah lebih jauh dari desa yang akan mereka datangi. Mungkin hanya 10 menit kalau jalanannya macam jalan aspal di kota. Namun desa tersebut terhitung setelah desa Shinta dan Pak Tanba tinggal dan buka wilayah Pak Tanba berkerja,Perjalanan itu hampir memakan waktu 1 jam. Maka jalan desanya tidak sebaik desa tempat Pak Tanba tinggal. Sesampainya gerbang desa nampak mereka yang menjemputku.

Tetap beberapa rumah dan kebon yang mesti kami lewati. Shinta memperoleh seorang perempuan yang sedang menggigil sebab demam yang tinggi. Setelah kuperiksa dirinya kuberi obat-obatan yang diperlukan. Terhadap suami dan kerabatnya yang di rumah itu Shinta berpeluang memberbagi sedikit penerangan kesehatan. Dia sarankan tentang kesehatan, baik tentang sayur dan buah-buahan yang tidak sedikit tersedia di desa itu. Bagaimana mencuci bakal makanan jadi bersih dan sehat. Serta membangun sanitasi yang benar.. Terkadang Pak Tanba ikut melengkapi omonganku, Shinta merasa terbantu untuk menjelaskan apa diterangkan. Sebetulnya kenapa desa kami sedikit lebih baik dari desa lain adalah Pak Tanba mau berpikir untuk memperbaiki desa demi meningkatkan aktivitas jual belinya.

Saat pulang, kilat dari langit makin tidak jarang dengan sesekali diiringi suara guntur. Jam tanganku menujukkan pukul 10.30 malam. "Ah, hujan, nih.," kata Pak Tanba mencoba mempercepat laju kendaraannya. Angin malam di pedesaan yang dingin terasa menerpa tubuhku. Kira-kira setengah perjalanan kami rasakan hujan mulai jatuh. Lampu motor Pak Tanba menerangi titik-titik hujan yang seperti jarum-jarum berjatuhan. Sedangkan Shinta lebih mempererat peganganku pada pinggulnya dan lebih menyandarkan kepalanya ke punggungnya untuk mencari kehangatan dan menghindarkan jatuhan titik-titik air ke wajahnya. Hujan terbukti tidak kenal kompromi, semakin lama dan Motor Pak Tanba melaju. Hujan semakin deras, Shinta merasa mulai takut dan ingin mengatakan ke Pak Tanba supaya berteduh dulu.

Hujan terbukti tidak kenal kompromi. Makin deras. Shinta pengin ngomong ke Pak Tanba supaya berteduh dulu, tetapi derasnya hujan membikin omongannya tidak terdengar dengan jelas olehnya. Dirinya terus melaju dan Shinta terus erat memeluki pinggulnya. Tiba-tiba dirinya berhenti. Rupanya kami memperoleh dangau beratap daun nipah yang sepi di tepi jalanan. Shinta ingat, dangau tersebut digunakan tempat jualan milik orang desa sebelah. Kalau siang hari tempat ini dikunjungi orang yang mau beli peniti, sabun alias barang-barang kebutuhan lain yang bersifat kering. Ada 'amben' dari bambu yang tidak luas sekedar lumayan untuk duduk berteduh. Pak Tanba lekas menyandarkan motornya kemudian lari kebawah atap nipah. Disana kami duduk berdua.

Tanpa rasa canggung Pak Tanba mendekati Shinta dan sambil merangkulkan tangannya ke pundaknya duduk di samping Shinta. "Ibu kedinginan?" ujarnya menoleh ke Shinta penuh perhatian."Iyalah, Pak," sambil tanpa sadar Shinta juga merangkul balik pinggangnya dengan rasa akrab. Untuk beberapa saat kami hanya diam mendengarkan derasnya hujan yang mengguyur. Pembicaraan apapun nggak bakal terdengar. Suara hujan yang seperti dicurahkan dari langit mengalahkan suara-suara kami. Beberapa kali Shinta menekan pelukannya ke tubuh Pak Tanba untuk lebih memperoleh kehangatannya. Pada akhirnya kepala dan wajahknya terus rebah menempel ke dada Pak Tanba. Bagi Pak Tanba inilah pertanda untuk meluluskan keinginan untuk memiliki Shinta. Namun ia masih menunggu waktu.

Shinta tidak mengerti bagaimana mulanya. Ia mendengar dengusan nafas Pak Tanba di telinganya dan tiba-tiba ia merasakan muka Pak Tanba telah diatas Leher Shinta. Shinta diam, Shinta merasa Pak Tanba mengantuk. Ia memilih membiarkan itu terjadi, terlebih dirinya juga butuh kehangatan. Ia merasakan betapa damai pada saat-saat seperti ini ada Pak Tanba. Shinta juga ingin membikin Pak Tanba merasa nyaman didekat Shinta. Entah setan apa yang menguasai dirinya, sikap Pak Tanba mulai berubah, tiba-tiba dirinya menggerakkan wajahnya dan leher Shinta. Shinta merasakan bibirnya mengecup belakang Lehernya. Shinta memilih diam. Shinta sendiri sesungguhnya sedang sangat lelah. Ini jam-jam istirahatnya sudah semakin sedikit karena mesti melapor minggu lalu kemudian kembali sibuk.

Kondisi rasio dan emosi Shinta cenderung menurun. Ia cenderung cuek dan membiarkan apa maunya Pak Tanba. Shinta merasa kehangatan sehingga tidak mengkhawatirkan ulah Pak Tanba yang telah demikian tidak sedikit berkorban untuknya. Disamping itu, ia sendiri yang terus kedinginan sebab pakaiannya yang basah ditambahi oleh angin kencang malamnya yang sangat dingin merasakan bibir itu mendongkrak kehangatan dari dalam tubuhnya. Bahkan kemudian Shinta juga tetap membiarkan ketika akhirnya Shinta merasakan kecupan itu juga dibekali dengan sedotan bibirnya. Shinta merasa terhentak. Shinta hanya sedikit menghindar. "Aiihh..", desah Shinta tanpa upaya sungguh-sungguh untuk menghindar. Shinta mulai terhanyut dalam permainan kecuman Pak Tanba. Tubuh engan mendorong Tubuh Pak Tanba jauh.

"Bb.. Bu dokteerr..," desis Pak Tanba bisik setengah samar-samar di tengahnya suara hujan yang terus deras menembusi gendang telinga mereka. Kali ini Shinta dapat mendengarnya, "Buu.." kembali desis Pak Tanba kembali. Sedangkan Shinta hanya, "Hhmm..ahhh," Shinta membuka mulutnya, Ia tidak tahu mesti bagaimana. Shinta dengan cara tulus menyayangi Pak Tanba sebagai sahabat dan orang yang telah demikian tidak sedikit menolongnya. Namun pada satu sisi adanya rasa 'damai dan terlindungi' saat dirinya berada di dekatnya. Semakin lama, ia menganggumi Pak Tanba sebagai seorang pria, bukan Ayah keduanya. Shinta menyayanginya sebab rasa hormatnya pada seorang lelaki yang begitu "perhatian". Shinta menyayangi Pak Tanba sebagai bentuk hormatnya pada seorang manusia yang juga sanggup menunjukkan rasa sayangnya pada sesama manusia lainnya.

Adakah Shinta juga menyayangi sebab hal-hal lain dari Pak Tanba yang usianya mungkin lebih tua dari ayahnya? Adakah Gadis macam Shinta sedang dirundung oleh rasa sepi Shinta tanpa keluarga? Atau Shinta merindukan belaian Rudi tunangannya? Dimana Shinta merasakan sesuatu yang berbeda dengan Sikap Rudi seperti menjauhinya. Karenanya Shinta gamang dan mencari jawab, kecupan dan sedotan bibir dengan halus melata secarapelan ke atas menyentuhi kupingnya. Hal ini membuat sesansi yang berbesa seakan darahnya naik berdesir. Jantung Shinta tersentak dan kemudian berdenyut kencang. Shinta merasa resah demikian denyut jantungnya semakin cepat. Rasa dingin yang dikarenakan angin malam dan pakaian basah di tubuhnya seakan sirna. Ia merasa sedikit panas, akibat permainan kecil Pak Tanba.

Rasa Gamang menuntun tangan Shinta untuk berusaha mencari pegangan. Sejurus dengan itu, Tangan Pak Tanba mendekap tangan-tangan Shinta yang mulai bergerak. Kemudian Tangan Kanan Pak Tanba merangkul untuk kemudian menelusup ke bawah baju basah Shinta. . Pak Tanba merasa kemenangan, ia tahun Dokter Shinta mulai hanyut dalam kehangatan yang diberikan. Maka ia ingin menuntaskan rasa penasarannya. Menyetubuhi Dokter Shinta, kemudian memilikinya. Tangan Kanan Pak Tanba mulai naik dan meraba lalu mencengkeramkan dengan lembut jari-jarinya pada buah dada Shinta. Dimulai dengan Tangan Kanan Pak Tanba dengan meremasinya pelan. Seakan Darah Shinta melonjak dalam desiran tidak tertahan. Shinta tahu, bahwa kondisi tubuh ini adalah pertanda, ia membutuhkan ini.

Ketika Kedua Tangan Pak Tanba masuk dalam bajunya, Jari-jari tangan yang kasar itu menyentuh dan menggelitik Puting Susu Payudara Shinta. Shinta tidak menduga atas apa yang Pak Tanba perbuat ini. Akal sehat Shinta seakan tidak menolak. Dia merasakan seperti nikmat . Shinta menggelinjang akibat remasan tangan Pak Tanba pada Payudaranya. Gadis ini seakan disergap rasa dahaga yang amat sangat. Dengan sedikit menggeliat, Shinta mendesah sedikit luar biasa leher dan menengadahkan wajahnya. Rasa nikmat yang tidak ia kira, ia tahu bahwa persetubuhan adalah kebutuhan. Ia berharap melakukan pada saat sudah menikah, namun ia akan merasakan sekarang. Bibir Pak Tanba langsung melumat bibir Shinta.

Mereka berciuma, Shinta akhirnya sudah penuhi keinginan meneruskan persetubuhan. Ia melumat ciuman Pak Tanba. Sedetik kemudian, ia sadar. Seperti burung yang terjerat pukat, namun pada satu sisi. Shinta merasakan ada arus yang mengalir kuat dan menyeretnya. Ciuman Pak Tanba makin membuatnya terlena. Shinta menjadi justru makin ingin pula melumat dan terbawa arus. Tangannya bergerak ke atas. Ia raih kepala Pak Tanba dan saat ia menekan ke bibirnya. Shinta membiarkan Pak Tanba bersikap sesukanya. Dahaga Shinta terkikis dengan lumatan Pak Tanba. Shinta mulai menghisap bibirnya,seakan Shinta tidak tahan dengan permainan. Ia mulai melumat bibir Pak Tanba. Mereka saling melumat.

Lidah Pak Tanba meruyak ke Mulut Shinta dan Shinta membalas dengan menyedotinya. Hal ini semakin membuat Shinta kegerahan dalam hujan lebat dan dinginnya malam pedesaan itu. Tubuhnya serasa mengeluarkan keringat. Bahkan ia merasa bajunya yang semula basah, sudah mulai mengering karena panas tubuhnya. "Mmmhh..," desah Pak Tanba, langsung dibalas dengan desahan Shinta yang mungkin akan memancing hasrat orang yang mendengarnya Mllmmhh..," desah Shinta. Ia, tidak tahu lagi apa yang akan terjadi. Shinta hanya merasa Pak Tanba, saat Pak Tanba merebahkan tubuhnya ke 'amben' bambu. Semua i tu dilakukan sambil mulutnya terus melumati bibir Shinta. Bibir Pak Tanba tebal dengan bulu kumis dan jengot di sekitar mulutnya.

Berbanding dengan bibir tipis Shinta. Akibat Shinta yang direbahkan, ia berusaha tangannya tidak lepas dari pegangan di kepalanya. Hal itu u untuk bisa lebih memberikan ruang Pak tanba bermain lidah ke bibirnya. Kemudian desah dan rintihan muncul tertimpa bunyi derasnya hujan menjadi nada yang dengan cepat menggiring mereka dalam ketepian samudra birahi. Hasrat menggelora menggelitik saraf-saraf libido Shinta. Kemudian kehangatan bibir itu melepas dari bibirnya untuk melata. Pak Tanba sesaat melumat dan menggigit kecil bibir bawah Shinta untuk kemudian turun melumati dagunya. Inilah yang makin mengobarkan syahwatnya. " Ayoo.. Terus Paakk.. Aku hauss.. Pak Tanbaa," kata Shinta kebelingsatan dan semakin resah.

Shinta tidak pernah merasakan hal seperti ini semur hidupnya, namun Pak Tanba sudah paham bagimana menaklukan Gadis dalam permainan ini. Pak Tanba pun ingin melakukannya, wajar saja untuk seorang lelaki. Leher Shinta mengelinjang, dengan begitu mudah bibir Pak Tanba menyeranginya. Kecupan demi kecupan dirinya semakin memberikan dirinya dan Shinta tidak sanggup menahan gejolak nafsu yang semakin meninggi. Shinta beranikan menjerit di tengah hujan keras di atas dangau sepi dekat tepian desa ini. Sekian kalinya, ia merancau, "Ayyoo.. Paakk.. Aku hauss Pak Tanbaa," Shinta menggelinjang kuat. Ia meronta ingin Pak Tanba merobek-robek nafsu birahinya. Shinta ingin Pak Tanba cepat menyambut hasratnya.

Tiba-tiba tangan Pak Tanba Ia renggut pula Jas Dokter Shinta, dan naruhnya ditanah bawah 'amben'. Kemudian dengan kasar dan cepat, semua kancing-kancing bajunya putus terlepas. Pak Tanba menunjukkan kebuasan syahwat, sedangkan Shinta sudah terbakar oleh hasrat nikmat birahinya. Shinta merasakan seorang yang sangat jantan sedang berusaha merampas kelembutan keperempuanannya. Shinta merasa harus selekasnya menyerah pada kejantanannya itu. Saat melepaskan baju, Shinta tanpa malu naikan badan dan merebah lagi. Rambut teurai menutupiselah-selah 'amben'. Sedangkan baju berada disebelahnya diletakan Pak Tanba. Satu yang tinggal hanya BH yang menutup payudaranya. BH itupun dengan kelincahan tangan pak Tanba jatuh dan sempat dilihat pak taba bernomor 34b.

Masih dari belakang gerakan tangan pak taba lalu meremas payudara Shinta. Shinta sadar dan menahan gerakan tangan Pak Tanba. Dia 'cokot'i Payudara Shinta, bahkan Pak Tanba menyedot kedua Payudara Shinta seakan meminum susunya. Setelah puas, Pak Tanba tidak lupa gigit-gigit pentil-pentil Shinta. Sedangkan Tangan Kanannya, masuk dan menyusup ke Pinggang Shinta sambil mengelusi Pinggul, Pantat, Paha. Ciuman-ciumannya terus menyerangi Tubuh Shinta. Dari dada turun ke perut dan turun kebawah. Sedangkan bagi Shinta ia merasa kenikmatan seperti terlempar tinggi ke langit lepas. Kemudian turun memasuki kenikmatan dalam samudra penuh sensasi. Semua yang Pak Tanba perbuat pada tubuhnya belum sempat ia rasakan sebelumnya.

Bahkan sama sekali tidak mempertimbangkan adanya Rudi tunangannya itu. Dan yang lebih-lebih menyiksa Shinta saat ini adalah rasa geli dan gatal yang sangat di seputar Vagina Shinta . Tanpa sanggup iahindarkan tangannya sendiri berusaha menghilangkan dengan mengelus rasa geli dan gatal itu. Rupanya hali itu terjadi saat Pak Tanba melepaskan Celana Jeans panjangnya, rupanya tanpa sadar Pak Tanba berhasil melucuti bawahan Shinta. Kini tersisa hanya, Celana Dalam Putih, Dengan sigap tanpa rasa malu Pak Tanab lepasi Celana Dalam Putih Shinta sendiri. Kini semua pakaian Shinta sudah dilucuti oleh Pak Tanba tanpa ada perlawanan dari Shinta. Shinta yang sudah dipenuhi nafsu dan penasaran dengan dengan persetubuhan malah terlihat pasif atau bahkan membantu Pak Tanba.

Pak Tanba menempelkan Celana Dalam itu didepan hidungnya dan menghirupnya, kemudian ia menciumnya. Kemudian ia letakan di sebelah Pakaian Shinta yang terletak disamping Shinta merebahkan dirinya. Shinta menekan-nekan dan menutupi vaginanya untuk mengurangi kegatalan itu. Namun ternyata itu membuat merasakan cairan birahinya meleleh luber keluar dari Vaginanya. Mata Shinta mulai sayu dan menyipit, pada waktu yang sama Pak Tanba membuka Kemeja dan Celana Panjangnya juga Celana Dalamnya sampai atas Lutut. Kemudian menunduk badannya ke arah Vagina Shinta. Sensasi dari Pak Tanba terus mengalir. Saat ini bibirnya telah merasuk lebih kebawah. Dirinya mengecupi dan menjilat-jilat selangkangan dokter desanya. Hal membuat Shinta menjadi sangat histeris.

Ia menjambaki rambut Pak Tanba dalam upaya menahan kegatalan syahwatnya. Pak Tanba rupanya tahu. Bibirnya langsung merambah sisi luar Vagina Shinta. Bibirnya langsung melumat bibir Vagina Shinta. Lidahnya menjilati dengan cepat namun rapih cairan birahi pertama Shinta. Terdengar suara orang minum" Ssluurrpp.. Sslluurrpp..," Saat Pak Tanba menyedoti cairan itu. Bunyi itu terdengar sangat merangsang nafsu Shinta. Shinta sudah tidak tahan lagi. Ia ibarat korban persembahan Pak Tanba yang siap menerima tusukan tajam dari "tombaknya". Kobaran birahi sudah menekan Shinta menuntut supaya persetubuhan cepat dilaksanakan. Shinta tarik bahu Pak Tanba supaya bangkit dan cepat mulai mempesiapkan Penisnya. "Ayoolaahh.. Paakk..," kata Shinta memelas dan manja.

Bahkan Shinta sepenuhnya menyadari, kenapa saat ini Ia telah telanjang bulat. Pak Tanba terbukti mampu menaklukan dirinya juga lekas merespon kobaran nafsunya. Dalam pikiran Shinta, dirinya telah jauh dari pengalaman Pak Tanba. Apa dilakukan terhadap Shinta telah tidak jarang dirinya bisakan dari istri-istrinya. Dengan sigap Pak Tanba naik 'amben' dan mencoba menindih Shinta dalam kondisi hampir telanjang. Sementara itu pada bagian bawah, Shinta a juga merasakan ada batang keras dan panas menekan pahanya. Tidak memerlukan pengalaman atau pengetahuan medisnya untuk mengenal bahwa itu adalah Penis Pak Tanba yang telah siap untuk menikam dan menembusi Vaginanya. Tetapi dirinya terhenti. Detik-detik penantiannya seolah-olah bertahun-tahun. Tiba-tiba Pak Tanba berbisik dalam parau.

"Bu Dokter, masih perawan?" tanya Pak Tanba berbisik, Shinta sedikit terkejut atas bisikkannya itu. "Yaa.. Aku terbukti tetap perawan," gunam Shinta dalam hati. Ia berpikir "akankah aku serahkan ini terhadap Pak Tanba?" Bagaimana dengan Rudi nanti? Bagaimana dengan masa depannya? Bagaimana dengan risiko moral padanya? Bagaimana dengan karirnya? Dalam sekejab, Shinta harus mengambil sikap. Dengan sangat kilat ia mencoba berkilas balik. Bukankah dalam 6 bulan ini, Rudi sudah tidak pernah menghubunginya. Bahkan surat, sms, dan telepon jarang Rudi balas. Dalam posisi begini nyatanya Shinta sanggup berpikir jernih, meski sesaat. Kemudian Shinta kembali ke arus syahwat birahi yang menyeretnya. Shinta tidak menjawab dalam kata maupun anggukan kepala terhadap Pak Tanba.

Dengan sigap, Shinta langsung menjemput bibir Pak Tanba untuk bercumbu mersa. Pak Tanbapun lalu membuka kedua kaki Shinta dan mengarahkan penisnya kebelahan Vagina Shinta. Beberapa kali meleset, hingga dengan hati-hati ia angkat kedua kaki Shinta yang panjang itu kebahunya, dan barulah ia bisa memasukan kepala Penisnya. sambil sedikit merenggangkan pahanya. Shinta rela menyerahkan keperawanannya terhadap Pak Tanba. Aduhhhhhh pak.. aughhhhghhhhh... ghhh... sakit pak...," jerit Shinta. Pak Tanba lalu menarik penisnya kembali. Lalu dengan mulutnya ia beri air ludah ke pinggiran lobang vagina itu biar lancar. Kemudian ia ulangi memasukan penisnya. Dengan hati2 ia dorong masuk dan kepala penis masuk. "Jlebbbss," Pak Tanba dengan mantap memasukan Penisnya dalam Vagina Shinta.


"ahh... ahhhhshhhh," jerit Shinta dengan pelan."Sebentar bu...,"Gimana Bu rasanya..? Nanti juga enak kok.. Bu.." kata Pak Tanba. Sekali hentak maka seluruh penisnya masuk dan ia maju mundurkan. Padahal saat itu Shinta merasa dilolosi tulangnya. ia gigit bibir bawahnya menahan rasa nyilu dan sakit saat penetrasi tadi. Kemudian Shinta membuka mulut dan ia mendesah "ahhhh... ahhhh.ahhhhh... ahhhhh... , sakitttt... ahhh... pelan-pelan dong... ," desah Shinta. Pak Tanba tidak peduli, ia makin bersemangat memompa Vagina Shinta dengan penisnya. Payudara Shinta yang ranum, terbungkus kulit yang putih bersih pun kembali dilahap oleh mulut Pak Tanba. Seakan orang yang rakus dengan makanan. Payudara Shinta dicucup, disedot dan digigit putingnya. Shinta makin lama makin menggelinjang mengikuti irama permainannya.

Walaupun tubuh Pak Tanba hitam dengan sedikit keriput namun badan berotot sedang berada di atas tubuh Shinta yang putih mulus, makin lama permainan kami membuat tubuhnya mengkilat karena keringat sedikit jangal karena hujan kini gerimis masih datang. Semakin lama Penis Pak Tanba menjelajahi Vagina Shinta memberikan kenikmatan bagi keduanya. Terlebih ketika semua batang penisnya masuk ke Vagina Shinta. "Argh.. argh..! Pak, punyanya enak sekali..argh.. arghh..Trus.. Pak.. trus..! punyanya nikmat sekali..," ujar Shinta sekenanya sambil mendesah.Pak Tanba terus menghujamkan Penisnya ke dalam Vagina Shinta. Perasaan ini sama sekali belum pernah dia rasakan dalam hidup Shinta. Tapi karena nikmatnya,Shinya merasa tidak memperdulikan apakah laki-laki yang menikmati Vaginanya itu Seorang pria tua beristri 3.

"Bu.. memek Ibu juga.. nikmat banget..! Punya saya kayak diperas-peras..! Enak buanget.. Bu." jawabnya sambil terus melakukan gerakan yang membuatnya terasa nikmat. Shinta senang Pak Tanba bisa menikmati permainannya dengan Pak Tanba. Setelah 1,5 jam kemudian, Vagina Shinta dipompa Penis Pak Tanba. Shinta pun memberontak dan mengelepar ke kiri dan kanan, sambil meambak Rambut Pak Tanba. Vaginanya terasa sakit luar biasa dengan mengeluarkan cairan putih kental dan berdarah, namun nikmat bukan kepalang. Cairan itu membasahi Penis yang masih tertanam di Vagina Shinta. Saking banyaknya cairan itu sampai keluar hingga meluber Shinta. "Argh.. arghh.. Pak. Aku keluar nich..! Argh.. argh.. sakit Pak, namun.. enak buanget deh..! Saya sampe.. lemas nih..! Argh.. argh..!," erangan Shinta.

Lima menit kemudian, akhirnya Pak Tanba pun sampai juga pada puncaknya. Namun karena posisi Tubuh Shinta yang sudah loyo, sehingga Pak Tanba tidak dapat melepaskan batang kemaluannya dari Vagina Shinta dan secara otomatis cairan hangat pun mengalir dengan derasnya dari penisnya membasahi rahimnya. "Bu.., aku keluar nich..! Aku.. keluar.. argh.. argh.. tapi.. nggak bisa dicabut dari memek Ibu.."Shinta tidak berbuat apa-apa atas tindakan Pak Tanba membuang sperma dirahimnya, karena rasa hangat dan nikmat yang dia rasakan, dia hanya tersenyum. "Pak. Hangat sekali spermanya. Argh..," erang Shinta Setelah cairan sperma Pak Tanba membasahi Vagina Shinta. Setelah Pak Tanba melepaskan kaki Shinta daribarunya maka akhirnya Penis Pak Tanba terlepas juga dari Vagina Shinta.

Lalu ambruklah tubuh Pak Tanba di atas tubuhnya yang sangat lemas. Mereka pun tertidur lemas tidak berdaya. lalu ia tetap diam diatas tubuh Shinta. Terlihat ketika itu, tubuh putih mulus Shinta berada dibawah tubuh pak Tanba yang masih membelai dada dan menjilat bibir dan lidah Shinta. Kedua tubuh manusia itu penuh keringat. Di sudut mata Shinta ada air mata karena keperawanannya telah hilang bukan karena tunangannya tapi oleh laki-laki tua itu Malam itu sebelum beranjak pulang mereka sekali lagi menjemput nikmat syahwat birahi. Tanpa kata-kata Pak Tanba, ia menuntun Shinta bagaimana supaya bisa meraih orgasme. Dengan bisikannya Pak Tanba berhasil bimbing Shinta untuk menindih tubuhnya yang kekar itu.

Pak Tanba kembali mengarahkan Penisnya untuk diarahkan ke Vagina Shinta, Kemudian dengan tenaganya, Pak Tanba dorong tarik sesaat sebelum Shinta bertindak sendiri. Betapa sensasi syahwat langsung menyergap Shinta. Secara pelan sambil menahan sakit Shinta mengayun pantat dan pinggulnya seperti perempuan yang sedang mencuci di atas penggilesan. Hanya hari ini yang bukan tanganya bergerak tetapi pantat dan pinggulnya. Shinta berhasil meraih orgasmenya dengan cara beruntun menyertai saat-saat orgasme dan ejakulasinya Pak Tanba. Hal itu menyebabkan Shinta merasakan pada kedutan-kedutan pada Vaginanya yang disertai dengan panasnya semprotan sperma kentalnya dalam liang sanggama Shinta. Setelah permainan selesai, Shinta melirik jam. Waktu menujukan 2.00 Pagi, dan hujan sudah berhenti. Dengan kelabakan, mereka pulang.

Terutama Shinta yang bajunya banyak lepas kancingnya Aneh, saat mereka bersiap pulang langit mendadak jadi terang benderang. Bahkan bulan yang hampir purnama memberikan cahayanya tentang pematang sawah di tepian jalan itu. Sebelum Pak Tanba luar biasa motornya dirinya sekali lagi meraih Pinggang Shinta dan kembali memagut Bibirnya kemudian. Dalam perjalanan, Pak Tanba berkata,"Bu Dokter maukah kalian menjadi istriku?,". Shinta tidak menjawab dalam kata pula. Ia hanya mencubit lengannya yang dibalas Pak Tanba dengan 'aduh'. Shinta belum bisa menjawab, ia masih bimbang, namun ia ingin memiliki suami macam Pak Tanba. Lagipula perjalanan didesa ini masih lama, masih lebih 1 tahun sebelum PPT berakhir. Terlebih ia masih bertunangan dengan Rudi.

Sesampai dirumah dinas, Shinta berbisik pada Pak Tanba untuk merahasiakannya. Sejak saat itu, hubungan kedua insan yang berbeda umur sangat jauh berlanjut , namun penuh kerahasiaan lagi jarang. 4 hari kemudian, saat memeriksa warga didesa, mereka melakukan di gubuk milik Pak Tanba didekat tengah hutan daerah itu itupun hanya sekali persetubuhan.Shinta merasa heran karena laki-laki seumur pak Tanba masih memiliki stamina yang prima dalam berhubungan. Tidak heran jika pak Tanba memiliki 3 orang istri dan memiliki 5 anak.

Setelah melakukan kembali di gubuk milik Pak Tanba, hal ini memicu satu pilihan bagi keduanya Tanbapun bermaksud untuk menjadikan Shinta istrinya yang ke 4 karena ia amat bangga bisa memerawani seorang Dokter dari kota dan cantik. Dalam kehidupan Pak Tanba adanya sesuatu, yang membuat Pak Tanba ingin memperistri Shinta. Shintapun sulit melepaskan diri dari pak Tanba. Ia sedang berpikir untuk membatalkan pertunangan dengan Rudi, karena bagaimanapun ia sudah tidak perawan lagi.

Saat pulang, sms dari pamannya masuk dalam handphone Shinta. Ia datang untuk menyampaikan berita menjemput dan yang penting tentang rencana Pernikahan dengan Rudi. Shinta senang, dengan kedatangan pamannya, ia menceritakan pada Pak Tanba tentang kedatangan Pamannya. Shinta ingin membatalkan rencana itu. Ia akan menjelaskann bahwa dengan sepenuh kesadaran. doa telah menemukan jalan dan opsinya. Shinta bakal berbakti di desa tantangannya, dia akan minta tolong untuk disampaikan terhadap Rudi permohonan maafnya yang telah mengecewakannya. Shinta memikirkan untuk menerima Pak Tanba, karena ia mulai mencintai Pak Tanba. Namun ternyata kedatangan Paman, membawa cerita yang berbeda dalam hidupnya.

Bersambung

Kisah Dokter Shinta dan Pak TanbaWhere stories live. Discover now