Udara pagi ini terasa lebih dingin dari biasanya, pagi ini mendung, matahari yang biasanya menyinari kini meredup.
Untung aja Aksa merekomendasikan gue untuk memakai jaket, makan angin katanya.
Gaada modal, makan ko angin, makan tuh nasi kek.
"Sekolah yang bener, Gausah deh lo nongkrong-nongkrong depan kelas kalo istirahat. Atau teriakin sekolah gue"
Gue mengernyit kenapa tiba-tiba Aksa berkata seperti itu.
"Kenapa emangnya?""Lo kan cewe, suara itu aurat"
"Ya tapi--"
"Gaada tapi-tapi"katanya memotong perkataan gue
Gue mengernyit, seraya menjitak kepala nya dengan keras "kenapa jadi ngatur gue gini deh"
"Karna lo sahabat gue"
"Terus"
"Karna gue sayang sama lo"
"Terus"
"Karna sayang, gue gamau lo kenapa-kenapa"
"Terus"
"Kalo kenapa-kenapa, gue bakalan terus ngerasa gagal"
"Terus"
"Kalo gagal, gue bakalan sedih"
"Terus"
"Kalo sedih lo harus tanggung jawab"
"Terus"
"Kalo tanggung jawab, harus ikutin kata gue"
"Terus"
"Diem, dan jangan banyak tingkah"
"Terus"
"Terus gue simpel mulut lo yang bilang terus-terusan"
"Hahahaha"
"Simpen ketawa lo"
"Kenapa?"
"Banyak orang yang liat, banyak orang yang gaberhak liat tawa lo, apalagi orang yang nyakitin lo"
Seketika tawa gue berhenti. Bukan untuk mengikuti perkataannya, hanya saja gue ingin.
Ingin untuk diam, diam diam menatap wajah Aksa lewat kaca spion.
Dari sekian tahun, gue merasa tahun ini beda.
Aksa berubah.
Berubah lebih ke.. Gue juga gangerti.
OoO
"Inget ya balik sekolah tunggu di kelas, biar gue yang samperin lo" kata-kata terakhir yang masih terngiang di pikiran gue.
Balik sekolah mau makan angin, waktu gue tanya mau kemana
Jawabannya gatau, ikutin arah mata angin katanya.
Udah jam tiga sore, seharusnya Aksa udah jemput gue, udah sekitar dua puluh menit gue menunggu Aksa, tapi Batang hidungnya ga kelihatan sama sekali.
Lagi lagi tatapan gue beralih pada layar ponsel yang mati.
Menunggu sekiranya satu notifikasi supaya gue tau harus berbuat apa setelah ini.
"Gue telat"
Gue menoleh ketika suara itu menggema di dalam kelas, yang gue lihat saat itu hanya satu.
Pelipisnya yang sedikit terluka dan terbalut percikan darah.
"Maaf" katanya seraya melangkah mendekati gue "lo nunggu lama ya?" tanyanya
Tatapan gue masih pada pelipisnya yang terluka
Aksa.
Sahabat gue.
Anak manja.
Berantem?
"Kok diem?" tanya nya lagi membuyarkan lamunan gue
Kepala gue menggeleng pelan, perlahan tangan gue menyingkirkan sedikit anak rambut miliknya yang menutupi pelipis.
"Apaan nih?" tanya gue sambil menekan luka itu
"Eh jangan di teken lah" teriaknya seraya menepis tangan gue pelan
"Mau jadi jagoan lo?"
Dia menggeleng "jatoh tadi"
"Gue idup udah tujuh belas tahun, ga bego-bego amat"
"Buru deh jalan"
"Bentar" kata gue seraya menarik tangannya, membawanya keluar kelas.
Tepat di depan kelas gue ini ada keran air, sengaja gue bawa dia kesini "bersihin dulu luka lo"
Dia menggeleng" Gausah lah"
"Ih ko gitu"
"Bau"
"Mana ada"
"Lo ngomong Mulu, bau"
"Ih!"
Dia tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
mellody
Teen FictionHingga akhirnya yang lalu datang kau sontak diam tak bergeming Seakan akan Aku adalah pilihan yang tak sebanding seakan akan tak ada nilai sedikitpun Hingga kau berbahagia bersorak riang karna yang lalu datang Dan aku yang kau buang menyaksikan me...