[the sequel]
Kim Namjoon, seorang dokter muda yang cukup sukses dan merupakan salah satu lulusan terbaik dari Seoul National University. Sebenarnya, ia berasal bukan dari keluarga yang berkecukupan. Ayahnya memiliki bisnis rumah makan kecil, namun cukup ramai pelanggan setiap harinya. Sedangkan sang ibu telah lama meninggal saat Namjoon masih berusia 5 tahun. Masuk di SNU dengan beasiswa penuh adalah satu keberuntungan yang tak pernah Namjoon bayangkan sebelumnya. Namun terlahir dengan otak jenius membuatnya tak henti bersyukur dan berjanji akan belajar dengan giat serta lulus dengan IPK sempurna. Harapannya terkabul, ia kini berhasil menjadi salah satu dokter muda yang disegani karena sifat ramahnya. Maka tak mengherankan jika tak sedikit rekan kerja ataupun pasien rumah sakit yang menyukai pria manis ini.
Salah satunya adalah Kim Seokjin, seorang dokter yang cukup senior di bidang spesialis bedah. Dokter tampan ini begitu mengagumi sifat pekerja keras Namjoon, bahkan saat tengah sakit pun, Namjoon tak pernah absen. Ia rela melakukan semua ini demi pekerjaannya menyembuhkan orang sakit, ya walaupun dirinya sendiri sedang sakit.
Begitulah Kim Namjoon. Selalu mendahulukan kepentingan orang lain dibanding dirinya sendiri.
"Dokter Kim, pasien Min Yoongi sudah sadar!" Ucapan seorang perawat membuat percakapan lewat telepon dengan sang ayah harus terhenti.
"Baik. Sebentar."
"Appa, aku harus pergi dulu untuk menangani pasien."
"Baiklah. Jangan lupa makan siang. Appa tidak suka ada laporan dari dokter Seokjin kalau kau melewatkan makan siang demi pekerjaan."
"Iya.. Aku akan makan siang setelah ini. Kalau begitu aku tutup teleponnya sekarang. Bye."
Setelah itu dengan cekatan Namjoon mengambil sebuah masker guna menutupi hidungnya yang sedikit bermasalah hari ini karena flu. Juga stetoskop tak lupa ia gantungkan di lehernya.
Ah, selama berjalan menuju ruang rawat inap milik pasien bernama Min Yoongi, hatinya berdegup kencang tak karuan. Bagaimana tidak?
Seminggu yang lalu, ayahnya kedatangan tamu yang merupakan teman semasa SMA. Cukup lama mereka tak bertemu. Hingga saat Namjoon yang baru pulang kerja dikenalkan sang ayah pada pria paruh baya bernama Min Daewon ini, mulailah terjadi perbincangan yang cukup serius, yaitu tentang perjodohan.
Bisa kau bayangkan bagaimana terkejutnya Namjoon saat itu? Perjodohan? Apa masih ada hal kolot semacam itu di dunia yang sudah sangat modern ini? Tapi Namjoon berat hati untuk menolak karena bagaimanapun, ia tak ingin membuat ayahnya sedih dan kecewa. Beruntung, Daewon mengerti. Ia menceritakan segala hal tentang anaknya, tentang mengapa ia menginginkan adanya perjodohan, dan ia ingin meminta waktu Namjoon memutuskan sampai ia dan Yoongi bertemu, maka setelah itu, Daewon berjanji akan menyerahkan sepenuhnya pada Namjoon serta Yoongi bahwa mereka ingin menolak atau menerima perjodohan ini.
Begitu sampai di kamar Min Yoongi, tanpa basa basi Namjoon segera melakukan pekerjaannya dibantu oleh seorang perawat. Ia bernafas lega ketika memeriksa dan menyimpulkan bahwa pria berwajah dingin ini telah baik-baik saja.
"Kalau begitu bukankah ini sudah tepat untuk mengatakannya pada Yoongi?"
"Ada apa, Yah?" Wajah Yoongi terlihat kebingungan. Nampak dari dahinya yang mengkerut menanggapi perkataan sang Ayah.
"Kau sudah cukup dewasa, Yoongi-ya. Umurmu sudah mau menginjak 25 tahun bulan depan. Ayah dan Ibu tak ingin kau hidup sendiri lagi di tengah hutan. Ayah ingin menikahkanmu dengan anak dari rekan kerja Ayah."
"Menikah? Dengan siapa?"
Namjoon ikut terkejut dengan reaksi Yoongi.