YAM | 6

50 7 2
                                    

Matahari menyambut dengan hangatnya di sebelah Timur. Namun, Leon belum juga bergerak dari tidurnya. Mungkin karena terlalu kesal semalam, ia jadi malas untuk melihat indahnya dunia.

Milka yang sedari tadi sudah mengetuk pintu kamar sang kakak belum juga mendapat balasan. Satu kali, masi sabar. Dua kali, memaklumi. Tiga kali, emang udah pengen di gas ni orang. "WOI! DASAR KEBO! BANGUN WOI!"

Leon terganggu, karena ia sedari tadi memang sengaja menulikan telinga dari ketukan Milka. "Sabar dulu, kenapa sih! Gue males sekolah."

"Ini Minggu bego! Bangun cepet! Kasian mama, punya anak kaya, lo."

Leon belum sepenuhnya tersadar, jadi dia tidak terlalu jelas mendengarkan teriakan Milka. Milka sedang mendapat keuntungan, karena jika Leon mendengar. Maka akan terjadi perang dunia entah keberapa.

Leon bangun dari tempat tidur dengan malas, menghampiri handuk dan masuk ke bilik kamar mandi. Demi mama, apa, sih, yang nggak.

***

Loretta sudah bersiap dengan pakaiannya, dia sudah berjanji akan jogging bersama teman-temannya. "Semoga aja gue nggak ketemu Dheva, males banget ketemu diaa, buat mood rusak," Loretta memang sudah dari tadi mengucapkan kalimat itu.

Siap!
Tuan Putri sudah selesai bersiap-siap, giliran sarapan lalu berangkat. Tetapi, ada perasaan tidak enak ketika akan membuka pintu kamar. Loretta ingin bermalas-malasan untuk hari ini, namun kenapa juga dia meng iyakan ajakan temannya? Entah, apa yang ada di pikiran perempuan itu.

Loretta keluar dari kamar, dan dengan hati-hati menuju ruang makan. Dia sedang dalam mode berjaga-jaga, takut ada tamu tidak di undang datang.

"Retta! Woi! Lama banget sih, cuma turun tangga, sini, cepet!" Rega meamanggil dengan tak sabaran, sampai-sampai mengalihkan semua pasang mata yang ada di ruang makan.

Mampus gue! Yang gue takutin kejadian, anjir emang tuh orang. Loretta mempercepat langkahnya dengan kesal, tau kan langkah orang yang sedang kesal bagaimana?

"Ngapain lo kesini?! Pulang, lo!" Loretta mengusir Dheva dengan terang-terangan. Di depan sang mama, papa, dan sang kakak. Namun tentu saja, Rega sangat mendukung perbuatan Loretta. Karena memang ia juga tidak suka kepada Dheva.

"Retta, sabar, nak. Duduk dulu, kita bicarakan baik-baik," ucap Zaid menenangkan putrinya.

Loretta menurut, ia duduk. Memilih kursi yang dekat dengan sang papa, dan sangat jauh dari Dheva. "Apa lo, liat-liat?!"

"Lo, kalo marah-marah, tambah cantik," ucap Dheva dengan tersenyum jail.

Loretta semakin panas, emosinya sudah tidak bisa di redam, mukanya merah padam, tanda danger. "MAKSUD LO APA, HAH?! KENAPA LO BALIK LAGI?! GUE UDAH MAU LUPAIN, LO! NGAPAIN BALIK LAGI, HAH?!"

"Makanya tenang dulu, ini gue mau jelasin, coba lu duduk, deh."

Loretta kembali terduduk, ia tidak ingin mendengar penjelasan dari Dheva. Yang ia tahu, Dheva telah meninggalkannya demi perempuan lain. Yang mana, perempuan itu adalah sahabat Loretta sendiri.

***

Loretta hanya diam, tidak seperti teman-temannya yang berceloteh ria tentang kondisi tadi pagi di rumah masing-masing. Putri memperhatikan Loretta sedari tadi, hanya saja ia mengerti mengapa sahabatnya diam, dan tidak ingin bertanya juga.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 28, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

You Are MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang