Di bangku paling belakang di pojokan kelas, terlihat seorang gadis bersurai cokelat dengan mata berwarna hazel tengah sibuk mencoret-coreti bukunya dengan gambar abstrak, telinganya tertutupi dengan headphone berwarna biru muda. Kakinya bergoyang mengikuti ritme lagu yang tengah didengar, dengan mulut yang bernyanyi namun terdengar lirih.
“Hazel” yang dipanggil tidak menggubris.
“Hazel” untuk kedua kalinya, panggilan itu tidak menemui jawaban.
“HAZEL” kali ini Clarissa yang sedari tadi mencoba memanggil Hazel mengeraskan suaranya sembari menepuk bahu gadis itu.
“Astaga, Clarissa. bikin kaget aja tau”. Keluh Hazel sambil mengelus dada karena merasa kaget dengan kehadiran sahabat terdekatnya itu.
“Aku udah manggil kamu dari tadi, tapi kamu gak dengar. Makanya kalau dengar musik itu suaranya jangan terlalu besar, bisa-bisa kalo ada yang teriak kebakaran kamu gak bakalan dengar”
“Hehehe, iya-iya maaf.”
Hazel hanya menyengir dengan apa yang sahabatnya katakan.Sebenarnya Hazel sengaja membesarkan suara musik yang tengah ia dengar, karena beberapa teman yang duduk dibangku depan tengah membicarakan mimpi indah mereka tadi malam.
Mereka bahkan bisa melihat dan menyentuh idola mereka di dalam mimpi. Meskipun hanya sebatas mimpi, bukankan itu sudah cukup menyenangkan.
Jujur, Hazel sedikit merasa iri, Karena selama hidupnya ia belum pernah bermimpi sekalipun, baik itu mimpi indah atau buruk. Ia selalu tertidur lelap.
“Clar”
“Hmm” jawab Clarissa tanpa menoleh, ia tengah sibuk mengeluarkan buku-buku dan peralatan menulisnya.
“Sepertinya menyenangkan bisa bermimpi, kamu pasti pernah kan bermimpi?” mata Hazel menatap kosong. Wajahnya terlihat sedikit sendu.
“Ya pernahlah, tadi malam saja aku baru bermimpi berkuliah di Universitas Oxford, rasanya seperti nyata. bisa melihat bangunannya, para mahasiswa bulenya yang tampan-tampan.. jadi pengen cepat-cepat lulus biar bisa kuliah”
Clarissa terlihat begitu bersemangat dan senang saat mengatakan tentang mimpi indahnya tadi malam. Berkuliah di Universitas Oxford merupakan impian terbesarnya, ia memang gadis yang pintar. Meskipun saat ini mereka masih kelas 2 SMA, namun Clarissa begitu rajin mencari informasi mengenai beasiswa agar bisa berkuliah di sana.Hazel yang melihat Clarissa yang begitu semangat hanya tersenyum. Ia tahu betul tentang impian sahabatnya itu.
“oh iya, kamu udah ngerjain pr?”
tanya Clarissa setelah bercerita tentang mimpinya tadi malam.“Belum, hehehe. Soalnya susah, pusing tau ngerjainnya”
Hazel memang tidak terlalu pintar di bidang akademik. Ia beruntung bisa duduk semeja dengan Clarissa yang merupakan murid paling pintar di kelas mereka. Jadi kalau Hazel tidak bisa mengerjakan pr nya atau ada pelajaran yang tidak ia mengerti, Clarissa akan dengan senang hati mengajarinya.
“Yaudah sini aku bantu kerjain”
Meskipun tidak pintar di bidang akademik, namun ia memiliki bakat di bidang musik. Ia tergabung di band sekolah mereka, dan diberi posisi sebagai vokalis, suaranya memang sangat merdu.
“Yeay siap” Hazel terlihat lega ketika pr nya selesai ia kerjakan setelah di bantu oleh Clarissa. Walaupun bisa dikatakan ia hanya menulis apa yang didektekan oleh Clarissa.
KRIIING
Bel masuk berbunyi, pertanda bahwa pelajaran pertama akan di mulai.
Seorang wanita paruh baya terlihat memasuki ruangan kelas. Kelas yang sedari tadi begitu bising seketika berubah menjadi hening.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tree of Dreams
FantasyBercerita tentang Hazel, seorang gadis remaja yang belum pernah bermimpi selama hidupnya. Saat umurnya tepat 17 tahun, ia mengetahui bahwa dia merupakan seoran "Anak Mimpi" dan merupakan bagian dari kaum Apiros, yang memiliki tugas untuk mengantarka...